- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Ini Dia, Rahasia Plafon Gipsum Tahan Gempa!
TS
r.c.t.i.o.k
Ini Dia, Rahasia Plafon Gipsum Tahan Gempa!
Jayaboard Seismic merupakan sistem plafon tahan gempa pada dua sistem plafon, yaitu conceal dan expose, berstandar internasional. Apa bedanya dengan plafon gipsum standar?
Technical Manager PT Petrojaya Boral Plasterboard, Indra Budi Wibowo, kepada Kompas.com menuturkan, bahwa dari segi bahan tidak ada perbedaan antara plafon gipsum standar dan tahan gempa. Sistem plafon tahan gempa merupakan hasil modifikasi dari sistem plafon standar.
"Dimodifikasi untuk tahan gempa. Jadi, cara aplikasinya atau cara memasangnya yang berbeda," kata Indra.
Menurut Indra, ada beberapa komponen tambahan pada plafon tahan gempa. Penambahan hold on clip, misalnya. Fungsinya untuk menahan getaran gempa.
"Kita tidak pernah tahu getaran gempa itu vertikal atau horizontal. Kalau dihantam gempa horizontal masih aman, tetapi jika gempa vertikal akan jadi masalah karena akan ditarik-tarik ke bawah. Kalau tidak ada atasnya, plafon akan terlempar ke atas, kemudian jatuh lagi ke bawah. Untuk itulah perlu diberi tambahan hold on clip, yaitu untuk menahan supaya tidak terlempar ke atas dan ke bawah," papar Indra.
Dengan adanya hold on clip di pasang di bagian atas plafon, lanjut Indra, kondisi plafon akan tetap aman ketika terjadi vertical tremor. Plafon akan tetap berada di posisinya.
"Mencengkeram, tapi dibuat tidak kaku, sebab kalau dibikin kaku papan gipsumnya yang rusak," katanya.
Selain hold on clip, tambahan lainnya berupa roof stabilizer. Alat ini berfungsi mencegah kerangka besi bergeser atau terpencar-pencar.
"Biasanya, saat ada getaran horizontal, rangka pada plafon standar akan bergeser dan saling terlepas. Kalau dengan stabilizer ini, rangka tetap bergeser tetapi antara satu dan lainnya tetap berpegangan, tetap terikat. Itu bedanya dengan plafon standar," kata Indra.
"Dimatikan"
Selain penambahan hold on clip dan roof stabilizer, rangka plafon tahan gempa tidak "dimatikan" ke dinding. Sistem ini jelas berbeda dengan plafon standar. Pada pemakaian plafon standar dengan panjang 10 X 10 m2 misalnya. Semua rangka plafon ini akan dimatikan ke dinding.
"Semuanya dipaku. Jadi, pada saat terjadi gempa, plafon akan bergoyang. Karena dalam kondisi dimatikan, plafon akan pecah dan kemudian jatuh," ujarnya.
Sementara itu, pada sistem tahan gempa, lanjut Indra, keadaan rangka plafon harus sama. Di satu bagian floating, di sisi yang lain fixing.
"Maksudnya, di bagian yang satu dimatikan ke dinding, tapi di bagian seberangnya harus floating, harus bebas bergerak. Dengan begitu, plafon tidak akan pecah, apalagi sampai jatuh," tambahnya.
Vertical dan horizontal bracing
Dilihat dari atas, pada sistem plafon standar, plafon hanya digantung. Semua kondisi plafon mengarah ke bawah karena mengikuti gravitasi.
"Kalau ada gerakan vertikal, ini jelas rawan, karena pasti bisa jebol. Untuk mengantisipasinya, pada plafon sistem tahan gempa diberi vertical bracing dan horizontal bracing," ujar Indra.
Dengan begitu, lanjut Indra, selain secara vertikal "dimatikan" agar pada saat terjadi getaran vertikal plafon tetap aman di posisinya, kondisi plafon juga aman secara horisontal, dari kanan, kiri, depan, dan belakang.
"Gempa itu tidak cuma vertikal, tapi juga horisontal sehingga untuk mengantisipasi vertikal dengan hold on clip tadi, dan yang ini untuk diagonal juga telah diamankan," tuturnya.
Indra mengatakan, penerapan sistem dan penambahan komponen plafon tahan gempa ini telah sesuai dengan standar American Society of Mechanical Engineer (ASME) 580, yaitu tentang sistem konstruksi plafon tahan gempa. Sejauh ini, sistem plafon tahan gempa ini telah lolos uji laboratorium.
"Skala getaran pada laboratorium itu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi real saat gempa terjadi. Karena, berdasarkan history-nya, skala PGA pada gempa sesungguhnya justru jauh lebih kecil dengan uji getaran di laboratorium," ujarnya
0
1.7K
6
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan