Kaskus

News

ffffrAvatar border
TS
ffffr
Industri Pertahanan Dalam Negeri Perlu Didukung
JAKARTA-Kemandirian industri pertahanan dalam negeri perlu didukung agar terwujud industri pertahanan yang maju dan mampu berdaya saing, namun dibutuhkan kebijakan pemerintah dan keterpaduan semua pemangku kepentingan.

"Pemenuhan kebutuhan alutsista TNI Angkatan Laut saat ini telah banyak menggunakan beberapa produk hasil industri pertahanan nasional dalam upaya mewujudkan kemandirian nasional," kata Kepala Staf TNI Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Soeparno saat menjadi pembicara kunci pada Seminar Nasional TNI Angkatan Laut.

Seminar itu bertema tema "Optimalisasi Kerja Sama TNI AL dengan Industri Pertahanan Guna Mendukung Kebutuhan Alutsista Dalam Rangka Mewujudkan Pembangunan Kekuatan TNI AL" di Balai Samudra, Kelapa Gading, Jakarta, Rabu.

Terkait pembangunan kekuatan TNI AL, kata Laksamana Soeparno, pemerintah telah mendukung kebutuhan alat utama sistem senjata (alutsista) dalam rangka mencapai minimum essential force (MEF) atau kekuatan pokok minimum melalui industri pertahanan dalam negeri.

Menurut Soeparno, pertumbuhan dan perkembangan industri nasional erat kaitannya dengan kondisi perekonomian suatu negara, demikian juga sebaliknya.

Ia berpendapat ada dua permasalahan yang dihadapi oleh industri pertahanan dalam negeri. Dilihat dari sudut pandang permintaan (demand), TNI merupakan satu-satunya pihak domestik yang berfungsi sebagai konsumen dari industri pertahanan nasional.

"Masalah yang dihadapi selama ini adalah keterbatasan anggaran,birokrasi yang rumit dan tingkat kepercayaan TNI yang rendah sehingga mengakibatkan lemahnya industri pertahanan Indonesia," tuturnya.

Tidak sehat Sementara dilihat dari sudut pandang penawaran, industri pertahanan indonesia pada umumnya berada dalam kondisi tidak sehat dan bermasalah baik dari segi finansial maupun manajerial sehingga akhirnya tidak cukup kompetitif dibanding industri pertahanan dari negara lain.

Menurut Soeparno, upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam rangka peningkatan kerja sama guna mewujudkan pembangunan kekuatan TNI AL antara lain ditempuh melalui beberapa kebijakan teknis.

Pertama, mewajibkan pengguna dalam negeri memakai produksi dalam negeri untuk alutsista dan nonalutsista yang mengacu pada Perpres RI No 54 Tahun 2011 seperti PT Kodja Bahari, PT PAL, dan PT Palindo.

Kebijakan lainnya adalah terkait pembelian alutsista TNI AL bisa dari luar negeri, menurut Soeparno, bisa dilakukan apabila produksi dalam negeri belum mampu memenuhi spesifikasi teknis. Pembelian dari luar negeri tidak boleh mendikte secara politik terhadap negara dalam membeli peralatan militer, ujarnya.

Sebagai pembina industri pertahanan, Kementerian Pertahanan berkepentingan memberikan peluang kepada industri pertahanan nasional. Kemhan juga mendorong industri pertahanan untuk bisa mengekspor produknya ke luar negeri seperti PT PAL yang mampu membuat kapal korvet, kapal perang, dan tanker.

Soeparno menambahkan dalam rangka revitalisasi industri pertahanan, Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) telah menyinkronisasikan untuk pemenuhan kekuatan pokok minim atau minimum essential force (MEF) TNI AL melalui kerja sama dengan pihak industri strategis pertahanan.

Selain itu, untuk meningkatkan kemampuan industri pertahanan, lanjut Soeparno, perlu didukung dengan program alih teknologi, intensitas kegiatan penelitian, dan kebijakan penyiapan sumber daya manusia terampil.

Terkait alokasi anggaran negara bagi pemenuhan kebutuhan MEF hingga tahun 2014, Soeparno mengatakan akan memprioritaskan pemenuhan alutsista TNI AL secara mandiri.

"Belajar dari pengalaman masa lalu dimana bangsa Indonesia secara bertahap harus berani mengurangi ketergantungan alutsista produk asing. Korea Selatan saja yang baru 10 tahun memiliki kapal selam mampu (membuat sendiri), kita seharusnya lebih unggul karena sudah 30 tahun memiliki kapal selam," katanya.

Berdayakan Komitmen untuk memprioritaskan produk alutsista dalam negeri, lanjut Kasal, dengan memberdayakan industri pertahanan dalam negeri dan BUMN industri strategis harus menjadi tekad semua komponen.

Di bagian lain, ia menjelaskan, ada tiga model perkembangan industri pertahanan. Pertama, adalah autarky model. Model ini diterapkan oleh negara yang memiliki ambisi untuk mendapatkan kemandirian pertahanan dan ini adalah model ideal industri pertahanan nasional.

"Model ini hanya bisa dicapai oleh negara-negara yang ditopang oleh postur militer besar," katanya.

Kedua, lanjut dia, adalah niche-production model. Model ini diterapkan oleh negara yang berupaya mengurangi ketergantungan luar negeri. Oleh karena itu, negara memiliki komitmen untuk investasi ke sektor industri pertahanan dengan berupaya alih teknologi dari negara produsen.

Sedangkan model yang ketiga adalah Global supply chain. Model ini cenderung dilakukan oleh negara-negara yang telah memiliki basis militer mapan namun tidak memiliki akses pasar senjata internasional.

Strategi yang harus dilakukan untuk dapat menerapkan 'autarky' model, antara lain�merumuskan rencana strategis pertahanan jangka panjang; membentuk komitmen politik anggaran jangka panjang untuk menjamin kesinambungan program pengembangan industri pertahanan.

Selain itu, melakukan konsolidasi industri pertahanan nasional dengan menetapkan dua konsorsium strategis, yaitu konsorsium industri penerbangan nasional dan konsorsium industri pertahanan dan maritim nasional.

Strategi lain adalah merintis aliansi industri pertahanan di tingkat regional dan global yang memperbesar kemungkinan bagi Indonesia untuk secara cepat mengadopsi teknologi militer terkini ke dalam proses pengadaan alutsista.(ant/hrb)
nyatakan ga repost emoticon-Malu (S) baru tertangkap website sayaemoticon-Blue Guy Cendol (L)
baru 2 menit yang lalu
maaf lupa sumbernya
ini.http://www.investor.co.id/home/industri-pertahanan-dalam-negeri-perlu-didukung/51156
Diubah oleh ffffr 19-12-2012 14:24
0
1.1K
4
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan