Beberapa mucikari yang dimintai pendapatnya terhadap rencana draft dari peraturan baru untuk lokalisasi yang disiapkan Pemprov, mengaku hanya akan mengikuti saja.

"Tapi dipastikan tidak akan bisa dilaksanakan di lapangan. Siapa yang mau mendata pria hidung belang, kemudian menarik restribusinya bila dua kali datang ke sini,"ungkap Nur, pengelola wisma di wilayah RW X Putat Jaya.

Kondisi saat ini, semua aturan, termasuk kampanye penggunaan kondom yang sudah berlangsung sejak tahun 2004, juga tidak pernah ada pelaksanaan maupun hasilnya. Apalagi bila pendataan KTP itu dilakukan oleh pemilik wisma atau mucikari, bisa-bisa malah bertengkar dengan tamu dan tidak dapat uang.

"Tamu itu rata-rata ke sini untuk identitasnya tidak diketahui. Jadi kalau malah dicatat dan lain sebagainya, bakal kabur. Tapi itu tidak akan menghentikan aktivitas prostitusi di Dolly," tambah pengelola wisma lain, yang menolak namanya disebutkan.

Kartono, aktivis sosial di wilayah Dolly, menambahkan silakan saja pemerintah membuat aturan apapun. "Tapi tegakkan dulu ketegasannya. Sehingga pelaksanannya sesuai yang diharapkan. Bukan hanya garang di atas kertas saja," ungkap Kartono.

Apalagi aktifitas di Dolly, kata Kartono, tidak hanya melibatkan pria hidung belaang saja. Tapi juga banyak aktifitas bisnis yang saling bergantung. Ada kafe, parkir, laundry, toko, dan sejenisnya. Dan hampir 90 persen tidak ada ijinnya. "Kalau saja harus berijin, termasuk wisma-nya, tentunya sudah bisa diatur dengan tegas," tandas Kartono.

crut