Di saat provinsi lainnya terus berbenah dan membangun wilayahnya, satu provinsi diujung timur Indonesia ini masih terus terbelit dengan konflik internal masalah keamanan, sebagai buntut perbedaan pemahaman perspektif kemerdekaan sejarah di masa lampau.

Di penghujung bulan ini, telah terjadi penembakan dengan menewaskan tiga polisi di Lanny Jaya, Papua yang dilakukan oleh sekitar 50 orang dari kelompok bersenjata, termasuk melakukan pembakaran terhadap markas Polsek Pirime, satu hari setelahnya dikabarkan telah terjadi juga baku tembak antara kelompok bersenjata di Desa Indawa dengan rombongan Kapolda Papua Inspektur Jenderal Tito Karnavian.

Penembakan demi penembakan terus terjadi di bumi Papua, seperti mengutip Kepala Unit Percepatan Pembanguna Provinsi Papua dan Papua Barat, Bambagn Darmono, masalah keamanan di Papua memang sangat pelik, bahkan lebih pelik dari Aceh, karena keterlibatan banyak pihak, banyak faksi sehingga pemerintah kesulitan mesti berkomunikasi dengan pihak yang berkonflik.

Kelompok bersenjata yang tidak bertanggung jawab, terutama yang datang dari pihak Organisasi Papua Merdeka yang terus memanaskan tensi keamanan menyambut peringatan kemerdekaan tentunya sangat disayangkan, bahkan atas nama apapun, separatis harus diberantas di dalam bumi NKRI ini. Tentunya, tetap mengharapkan upaya rekonsiliasi dan komunikasi dua arah antara Jakarta-Papua terus dioptimalkan, melalui pembentukan unit percepatan diharapkan mendorong deal-deal komunikasi pemerintah dengan pelbagai kelompok yang berkepentingan di papua.
Selain itu tentunya kepolisian, pemerintah daerah dan pelbagai kelompok bersenjata bertemu mencapai kesepakatan yang dirasa memenuhi rasa keadilan bersama, sehingga dengan demikian dapat memutus rantai kekerasan yang telah menjadi trauma bagi warga asli Papua. Sudah tidak bisa ditunda kembali, bila komunikasi dead lock, dan kelompok bersenjata tidak bisa tunduk pada kesepakatan bersama, tanpa segan-segan kepolisian bersama dibantu dengan TNI untuk bahu membahu memperangi kelompok.