baron9281Avatar border
TS
baron9281
Calon Hakim Agung Tak Tahu Bangalore Principles

Di hari kedua, Selasa (27/11), KY kembali mewawancarai lima calon hakim agung. Salah satu diantaranya adalah dosen hukum pidana Universitas Syiah Kuala Aceh, Mohd Din. Dalam sesi wawancara, Mohd Din terlihat kebingungan ketika ditanya tentang prinsip-prinsip dalam Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
“Saya tidak tahu Bangalore Principles,” ujar Mohd Din menjawab pertanyaan Komisioner Suparman Marzuki selaku panelis. Uniknya, Mohd Din mengaku mengetahui Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang sebenarnya berakar pada Bangalore Principles.
Untuk diketahui, Bangalore Principles berisi enam prinsip penting yaitu independensi, ketidakberpihakan, integritas, kepantasan dan sopan santun, kesetaraan, kecakapan dan keseksamaan. Enam prinsip inilah yang kemudian diadopsi oleh sejumlah negara untuk menyusun kode etik.
"Kode etik dan pedoman perilaku hakim adalah berisi prinsip-prinsip yang harus ditaati oleh seorang hakim yaitu independensi, bertindak profesional, bertanggung jawab, mandiri,” kata Mohd Din.
Mendengar jawaban Mohd Din, Suparman kembali mengajukan pertanyaan, kali ini mengenai pengertian prinsip imparsialitas. Mohd Din menjawab, imparsial adalah ketika suatu kekuasaan pengadilan tidak boleh dipengaruhi pihak luar.
Jawaban Mohd Din sepertinya tidak cukup memuaskan Suparman. Dia menilai Mohd Din ‘mencampuradukkan’ pengertian prinsip imparsial dan independensi. Lalu, Suparman bertanya lagi “jika terpilih sebagai hakim agung, kira-kira hakim melanggar prinsip imparsial seperti apa?” Namun, Mohd Din hanya terdiam.
Terima Buku
Pada sesi wawancara berikutnya, calon hakim agung Nommy HT Siahaan mengaku pernah menerima sebuah buku dari advokat senior OC Kaligis. Buku itu, kata dia, diperoleh tidak secara langsung dari OC Kaligis, tetapi melalui temannya.
“Sekitar 10 tahun yang lalu saat menjadi asisten di MA, saya pernah terima buku dari OC Kaligis. Tetapi, saya tidak terima langsung, teman mengantarkan ke meja saya. Jadi saya memandang itu bukan hadiah karena tidak dalam konteks penanganan perkara,” kata Kepala Pengadilan Tinggi Pekanbaru ini.
Menurut Nommy, hadiah dari pihak berperkara akan mempengaruhi integritas dan moral seorang hakim. Karena itu, selama menjalani profesi sebagai hakim, Nommy mengaku tidak pernah menerima hadiah dari pihak berperkara.
“Kalau menerima hadiah itu mencemari jabatan, sumpah, dan integritas kita sendiri. Kewajiban saya adalah menolak karena hadiah akan mengubah atau mengurangi sifat integritas dan moral kita,” tegasnya.
Sebagai calon yang pernah gagal, Nommy tidak luput dari pertanyaan tentang motivasi kenapa dirinya ikut seleksi calon hakim agung. Nommy menjawab, hakim agung adalah jabatan puncak seorang hakim. Menurut dia, seorang hakim agung mempunyai kontribusi berharga dalam konteks penegakan hukum. Terutama melalui putusan-putusannya.
“Saya akan menyampaikan gagasan-gagasan saya kalau saya terpilih menjadi hakim agung agar berguna untuk penegakan hukum di Indonesia,” janjinya.

SUMBER : http://www.hukumonline.com/berita/ba...e-principles-i
0
919
2
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan