- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Perbankan Jangan Ulangi Kesalahan Skandal BLBI


TS
dipotanda
Perbankan Jangan Ulangi Kesalahan Skandal BLBI
JAKARTA - Kebijakan Bank Indonesia (BI) menaikkan kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) merupakan strategi agar kesalahan pengelolaan bank seperti masa lalu yang melahirkan skandal Bantuan Likuditas Bank Indonesia (BLBI) dan obligasi rekapitalisasi perbankan tidak terulang lagi.
Selain itu, BI seharus juga tegas menutup pintu bagi pihak-pihak yang pernah terdaftar sebagai bankir nakal untuk kembali mengelola bank.
Menanggapi peraturan permodalan BI itu, pengamat ekonomi Ec-Think Indonesia, Telisa Feliyanti, menilai sebagai langkah sangat penting.
"Penyempurnaan itu sangat penting demi menciptakan bank nasional yang tangguh," kata Telisa di Jakarta, Minggu (25/11).
Gubernur BI, Darmin Nasution, sebelumnya menyatakan BI akan mewajibkan penyediaan modal minimum bank umum sesuai profil risiko dengan kisaran 8 hingga 14 persen. Jumlah ini dapat ditetapkan lebih besar jika berdasarkan penilaian BI modal minimum yang ada belum cukup untuk mengantisipasi risiko yang dihadapi.
Telisa menambahkan penyempurnaan itu berdampak positif untuk memperkuat permodalan bank. "Selain memperbaiki aspek modal, aspek likuiditas, dan buffer terhadap krisis, juga aspek transpasransi," jelas Darmin.
Menyinggung masuknya kembali sejumlah nama bankir yang salah dalam pengelolaan BLBI maupun Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI), pengamat perbankan, Akhmad Iskandar, menyatakan BI seharusnya konsekuen untuk melarang mereka masuk kembali.
Seperti diketahui, sejumlah bankir yang terkena kasus BLBI dan KLBI kini telah masuk kembali ke industri perbankan sebagai pemegang saham maupun mendirikan bank baru. Salah satunya adalah Mochtar Riady (pemilik Grup Lippo) yang pada 2010 sempat menimbulkan kontroversi saat mendirikan Bank National Nobu bersama dengan Grup Pikko.
Padahal, saat itu juga tengah santer terdengar kabar kedekatan Keluarga Riady dengan Miranda Swaray Gultom yang kini menjadi tersangka kasus suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior BI pada 2004 yang memenangkan dirinya.
Dalam rapat di BI pada 2005, Miranda disebut-sebut sangat membela kepentingan Bank Lippo (saat itu milik Keluarga Riady) terkait kemungkinan pelanggaran dalam penjualan surat utang Kavling Serasi milik Lippo Karawaci.
Obligasi Rekap
Sementara itu, berdasarkan penelitiannya, Telisa mengatakan ada sekitar 17 bank yang saat ini KPMM-nya di bawah 13 persen. "Ini sangat berhaya karena 13 persen adalah buffer dalam kerangka Basel III," imbuh dia.
Namun demikian, kata dia, masih ada waktu bagi bank-bank untuk memenuhi KPMM ini. "Implementasinya masih 2020 yang full implementationnya. Implementasi bertahap," jelas dia.
Dengan demikian, bank- bank yang KPMM di bawah standar Basel III harus dimonitor dan dibantu rekomendasi untuk meperkuat modal dan likuiditasnya. "Merger dan akuisisi bisa jadi pilihan," pungkas dia.
Iskandar menambahkan BI harus membuat aturan yang tegas melarang bank-bank penerima obligasi rekapitalisasi memasukkan obligasi rekapitalisasi dalam perhitungan modal inti bank.
"Saya kira harus dipisahkan antara modal bank dan obligasi rekap. BI secara tegas melarang bank memasukkan obligasi rekap dalam perhitungan modalnya. Saya kecewa dengan BI yang tidak melarang Bank Mandiri menjual kupon obligasi rekapitalisasinya ke pihak asing," ujar Telisa.
Dia mengatakan obligasi rekapitalisasi diberikan kepada bank yang modalnya negatif. Dengan adanya suntikan obligasi rekap ini diharapkan rasio kecukupan modal (CAR) bank kembali ke level positif. Bahkan, waktu itu, beberapa bank justru kelebihan CAR karena suntikan obligasi rekap ini. Obligasi rekap ini sifatnya membantu bank agar tidak bangkrut. Karena itu, tidak boleh obligasi rekap dimasukkan dalam perhitungan modal bank.
Artinya, perhitungan modal bank harus terpisah dari obligasi rekap maupun modal pemilik bank. Dengan demikian, akan mendapatkan modal bank sesungguhnya. "Kalau obligasi rekap dikonversi menjadi modal bank, enak banget pemilik bank penerima obligasi rekap ini," tegas dia.
Hal ini jelas tidak adil karena obligasi rekap ini telah menyebar ke sejumlah bank, termasuk bank asing. "Kalau dikonversi ke modal bank, enak benar bank penerima obligasi rekap kalau masuk menjadi modal. Sekarang ini, obligasi rekap dijual kepihak ketiga. Apalagi, sampai sekarang, penerima obligasi rekap masih mendapat subsidi dari negara melalui APBN hingga 2033," imbuh dia.
Dia mengatakan langkah pemerintah menyelamatkan perbankan memang mahal. Obligasi rekap yang awalnya membantu bank, secara tidak disangka justru pada akhirnya menjadi beban APBN karena setiap tahun anggaran negara dipakai membayar subsidi obligasi rekap ini.
Obligasi rekapitalisasi sekarang ini sudah menyebar ke mana-mana. Dan ini menjadi masalah besar karena terus membebani APBN. "Makanya, saya mendesak agar segera hentikan pembayaran subsidi obligasi rekapitalisasi. Sisi ketidakadilan dari obligasi rekap ini sangat besar dan jangan dipelihara terus," tutup dia. lex/WP
sumber: http://koran-jakarta.com/index.php/d.../view01/106480
_______________________
koruptor = orang-orang yang tidak tersentuh media

0
813
1


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan