- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Ditemukan Situs Batu Beranak di Pulau Mantai, Papua
TS
ibnutiangfei
Ditemukan Situs Batu Beranak di Pulau Mantai, Papua
Quote:
Survei yang dilakukan Balai Arkeologi Jayapura di Kawasan Danau Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, berhasil menemukan situs megalitik berupa batu beranak, batu rejeki dan batu perang di Pulau Mantai daerah tersebut.
"Ketiga situs megalitik ini ditemukan di pulau Mantai merupakan salah satu dari 21 pulau yang berada di tengah Danau Sentani.
Situs ini berada di koordinat 020 36' 23,4" LS dan 1400 26' 22,7' BT," kata Hari Suroto, staf peneliti dari Balai Arkeologi Jayapura, Papua, Minggu (25/11). Situs di Pulau Mantai tersebut merupakan situs terbuka.
Menurut Hari, pada situs ini ditemukan sejumlah materi arkeologi berupa fragmen gerabah hias maupun polos dan beberapa bangunan megalitik berupa sejumlah menhir dalam berbagai ukuran baik yang berada di dalam danau maupun yang berada di pulau.
"Gerabah di Pulau Mantai didapatkan di permukaan tanah, tapi kondisi situs tersebut sudah teraduk oleh aktivitas berkebun," katanya.
Terkait penemuann situs megalitik berupa batu Beranak atau "Ainining Duka" (dalam bahasa Sentani --red), lanjut Hari, batu beranak ini berada di dalam danau Sentani, dimana keberadaannya dapat disaksikan dengan jelas pada saat air danau turun/surut.
Namun jika air danau sedang pasang (naik), hanya dapat disaksikan dari permukaan danau secara samar-samar.
Adapun batu beranak tersebut berjumlah 12 buah, yang terdiri dari 2 buah yang berukuran besar yang dipercayai sebagai laki-laki dan perempuan dewasa. Dan 10 buah yang berukuran kecil dipercayai sebagai anak-anaknya, sehingga semuanya dikenal dengan nama batu beranak.
Namun pada penelitian yang dilakukan pada Juli lalu, pihaknya hanya dapat menggambil gambar bagian atas menhir yang berukuran besar yang terlihat.
"Karena pada saat itu kondisi permukaan air danau sedang pasang dan peralatan yang digunakan kurang memadai sehingga kami tidak melakukan penyelaman untuk mendokumentasi semua menhir yang ada, serta tidak melakukan pengukuran pengukuran kami hanya menduga tingginya sekitar 3 meter," kata Hari.
Jika ditinjau dari jenis batuannya, lanjut dia, tergolong ke dalam jenis batuan beku.
"Pada penelitian ini, sama halnya dengan batu Beranak, kami hanya dapat menggambil gambar bongkah batu bagian atasnya dan tidak melakukan pengukuran, karena pada saat itu kondisi permukaan air danau naik dan menutupi hampir semua permukaan batu. Adapun jenis batuannya adalah batuan beku," lanjut lelaki jebolan SMUN Pleret, Bantul, Yogyakarta.
Hari yang pernah mengajar di Jurusan Sejarah Universitas Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan itu menambahkan tempat penemuan situs Megalitik ini bisa dijadikan tujuan wisata.
SUMBER
"Ketiga situs megalitik ini ditemukan di pulau Mantai merupakan salah satu dari 21 pulau yang berada di tengah Danau Sentani.
Situs ini berada di koordinat 020 36' 23,4" LS dan 1400 26' 22,7' BT," kata Hari Suroto, staf peneliti dari Balai Arkeologi Jayapura, Papua, Minggu (25/11). Situs di Pulau Mantai tersebut merupakan situs terbuka.
Menurut Hari, pada situs ini ditemukan sejumlah materi arkeologi berupa fragmen gerabah hias maupun polos dan beberapa bangunan megalitik berupa sejumlah menhir dalam berbagai ukuran baik yang berada di dalam danau maupun yang berada di pulau.
"Gerabah di Pulau Mantai didapatkan di permukaan tanah, tapi kondisi situs tersebut sudah teraduk oleh aktivitas berkebun," katanya.
Terkait penemuann situs megalitik berupa batu Beranak atau "Ainining Duka" (dalam bahasa Sentani --red), lanjut Hari, batu beranak ini berada di dalam danau Sentani, dimana keberadaannya dapat disaksikan dengan jelas pada saat air danau turun/surut.
Namun jika air danau sedang pasang (naik), hanya dapat disaksikan dari permukaan danau secara samar-samar.
Adapun batu beranak tersebut berjumlah 12 buah, yang terdiri dari 2 buah yang berukuran besar yang dipercayai sebagai laki-laki dan perempuan dewasa. Dan 10 buah yang berukuran kecil dipercayai sebagai anak-anaknya, sehingga semuanya dikenal dengan nama batu beranak.
Namun pada penelitian yang dilakukan pada Juli lalu, pihaknya hanya dapat menggambil gambar bagian atas menhir yang berukuran besar yang terlihat.
"Karena pada saat itu kondisi permukaan air danau sedang pasang dan peralatan yang digunakan kurang memadai sehingga kami tidak melakukan penyelaman untuk mendokumentasi semua menhir yang ada, serta tidak melakukan pengukuran pengukuran kami hanya menduga tingginya sekitar 3 meter," kata Hari.
Jika ditinjau dari jenis batuannya, lanjut dia, tergolong ke dalam jenis batuan beku.
"Pada penelitian ini, sama halnya dengan batu Beranak, kami hanya dapat menggambil gambar bongkah batu bagian atasnya dan tidak melakukan pengukuran, karena pada saat itu kondisi permukaan air danau naik dan menutupi hampir semua permukaan batu. Adapun jenis batuannya adalah batuan beku," lanjut lelaki jebolan SMUN Pleret, Bantul, Yogyakarta.
Hari yang pernah mengajar di Jurusan Sejarah Universitas Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan itu menambahkan tempat penemuan situs Megalitik ini bisa dijadikan tujuan wisata.
SUMBER
semoga peninggalan2 manusia prasejarah...dapat tetap terjaga kelestariannya.....
0
1.1K
Kutip
2
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan