- Beranda
- Komunitas
- News
- Entrepreneur Corner
Suparji, Mantan Bartender yang Kini Sukses Jadi Pengusaha Kancing Unik


TS
bowo2011
Suparji, Mantan Bartender yang Kini Sukses Jadi Pengusaha Kancing Unik
Anda butuh kancing kerajinan yang unik dan menarik dalam aneka bentuk, dari yang sulit sampal yang sederhana? Suparji Utomo (57) slap untuk itu. Koleksi kancing kerajinan buatannya pun hampir tak terhitung jumlahnya. Pelanggannya perusahaan konveksi besar di Indonesia dan mancanegara.
Suparji adalah pemiik pusat kancing kerajinan JJ Button di Jalan Gunung Tangkuban Perahu, Kota Denpasar, Bali. Meski mengaku tak memiliki kemampuan bisnis, usaha
kancing kerajinannya maju pesat sejak berdiri tahun 1996. Kini ia memiliki puluhan rekanan dalam pembuatan kancing tersebut.
“Saya juga tidak menyangka karena semua terjadi begitu saja. Saat itu yang terpikirkan oleh saya adalah ini peluang!” kata Suparji saat ditemui di toko kancing kerajinannya,
pertengahan bulan Mei lalu.
Awalnya, ia hanya memiliki pengalaman sebagai bartender hampir 10 tahun di salah satu kelab malam di sekitar Legian,
Kabupaten Badung. Karena tak maju, ia bersama I Gusti Ayu Putri Astuti (48), istrinya, beralih menggeluti pembuatan barang-barang dan bahan baku kulit.
Sayangnya, usaha kulitnya pun hanya bertahan 10 tahun. Sepanjang waktu itu usahanya hanya kembang kempis.
Tiba-tiba, salah satu pelanggannya asal Amerika Serikat yang memiliki perusahaan garmen di Pulau Dewata menantang Suparji untuk bisa membuat
25.000 kancing baju dari bahan batok kelapa. Hanya saja, kancing itu harus ada gambar bintang laut.
“Sebenarnya saya bingung juga mendapatkan tantangan itu karena sama sekali belum pernah membuatnya. Tapi ini adalah peluang! Kancing bentuknva
kecil dan hampir dianggap sepele oleh orang-orang, termasuk saya. Tapi, entah mengapa, saat itu saya begitu yakin ini adalah kesempatan emas buat saya dan keluarga saya,” tutur Suparji yg didampingi anak sulungnya, Cendana Wangi Utomo (25).
Pesanan 25.000 kancing batok kelapa yang bergambar bintang laut itu mampu dipenuhniya. Selanjutnya, pesanan kancing terus mengalir seperti tak
henti. Ragam desain pun bermunculan, terutama terinspirasi dari pelanggannya dari negeri Sakura, Jepang. Kini koleksi produksi dan langganannya tak terkira jumlahnya.
Berbagai referensi dipelajari dan dia bereksperimen mengenai bagaimana agar kancing buatannya awet dengan bahan baku cat aman lingkungan serta
tidak berbahaya untuk anak-anak. Satu pengalaman yang tak terlupakan adalah ia sempat diprotes pelanggan karena cat kancing buatannya luntur.
Baginya, protes apa pun dari pelanggan adalah teguran berharga agar produknya bisa lebih baik di kemudian hari, la sadar tak mudah bersaing. Bahkan, lanjutnya, tak mudah pula menentukan apakah usahanya ini kerajinan kancing atau kancing kerajinan? Ia pun memiih kancing kerajinan.
Ya, menurut Suparji,kerajinan kancing itu sama saja dengan pembuat kancing. Sementara Suparji merasa dirinya adalah pembuat kancing yang tidak hanya sekadar kancing biasa.
Buktinya? Semua ukuran kancing buatannya tidak ada yang sama, juga tidak bisa dilakukan dengan mesin hanya agar proses produksinya lebih cepat. Seluruh kancing adalah buatan tangan dan dibuat satu per satu, mulai dari pemilihan bahan baku pembentukan, pengecatan, hingga pelubangan kancing itu sendiri.
Semua itu tidak bisa dilakukan oleh mesin. Itu sebabnya, pembuatan kancing Suparji hanya berjumlah ratusan, bahkan untuk kancing yang rumit
bisa membutuhkan waktu sebulan. Berbeda dengan kancing biasa yang berbentuk lingkaran dengan dua lubang yang lazim ada. Itu bisa diproduksi puluhan ribu buah dalam sehari.
Eksperimen bahan baku pun terus berlanjut. Berawal dari batok kelapa yang terbuang alias sampah.Suparji pun mengembangkan bahan bekas lainnya,
seperti tulang sapi, kulit kerang, dan kayu.
Cita-citanya, produksi buatannya semua ramah lingkungan.
“Namun, apa boleh buat. Beberapa pelanggan masih menginginkan bahan baku dari getah damar yang dijadikan aneka macam bentuk dan warna,” kata
Suparji.
Satu hal yang masih sulit Suparji dan putri sulungnya lakukan adalah menghitung jumlah desain yang mereka miliki. Hal ini disebabkan seluruh kancing buatan mereka ditempatkan dalam sebuah stopies. Tak jarang, sejumlah orang yang tak
membaca toko ini menjual berbagai kancing kerajinan mengira toko ini sebagai toko permen.
Harga satu kancing beragam, mulal Rp 2.000 hingga puluhan ribu rupiah. Ukurannya pun beragam, dari yang terkecil sebesar kuku jari jempol orang dewasa hingga ada yang sebesar tutup gelas dengan berbagai bentuk, dan lingkaran sampai bentuk jamur, mobil,pesawat, dan lain-lain. Seru!
Saat ini ia tengah merintis inovasi baru bersama putri pertamanya itu. Menurut Suparji, bisnis semakin memanas dari hari kehari. Jika iä tidak
memvariasi produknya, bisa saja ia ditinggalkan pelanggannya. “Karena ini barang seni, jadi sebisa mungkin setiap hari perlu ada inovasi dan kreasi,
tentu dengan hati dan niat bersih. Jika berusaha, pasti bisa!” ujar Suparji.
OLEH: AYU SULISTYOWATI
Sumber: Harian Kompas cetak, Sabtu, 9 Juli 2011
Sponsored
Klik Link Dibawah
JAKET KASKUS Ready Stock. Kaos Kaskus, dll.
Suparji adalah pemiik pusat kancing kerajinan JJ Button di Jalan Gunung Tangkuban Perahu, Kota Denpasar, Bali. Meski mengaku tak memiliki kemampuan bisnis, usaha
kancing kerajinannya maju pesat sejak berdiri tahun 1996. Kini ia memiliki puluhan rekanan dalam pembuatan kancing tersebut.
“Saya juga tidak menyangka karena semua terjadi begitu saja. Saat itu yang terpikirkan oleh saya adalah ini peluang!” kata Suparji saat ditemui di toko kancing kerajinannya,
pertengahan bulan Mei lalu.
Awalnya, ia hanya memiliki pengalaman sebagai bartender hampir 10 tahun di salah satu kelab malam di sekitar Legian,
Kabupaten Badung. Karena tak maju, ia bersama I Gusti Ayu Putri Astuti (48), istrinya, beralih menggeluti pembuatan barang-barang dan bahan baku kulit.
Sayangnya, usaha kulitnya pun hanya bertahan 10 tahun. Sepanjang waktu itu usahanya hanya kembang kempis.
Tiba-tiba, salah satu pelanggannya asal Amerika Serikat yang memiliki perusahaan garmen di Pulau Dewata menantang Suparji untuk bisa membuat
25.000 kancing baju dari bahan batok kelapa. Hanya saja, kancing itu harus ada gambar bintang laut.
“Sebenarnya saya bingung juga mendapatkan tantangan itu karena sama sekali belum pernah membuatnya. Tapi ini adalah peluang! Kancing bentuknva
kecil dan hampir dianggap sepele oleh orang-orang, termasuk saya. Tapi, entah mengapa, saat itu saya begitu yakin ini adalah kesempatan emas buat saya dan keluarga saya,” tutur Suparji yg didampingi anak sulungnya, Cendana Wangi Utomo (25).
Pesanan 25.000 kancing batok kelapa yang bergambar bintang laut itu mampu dipenuhniya. Selanjutnya, pesanan kancing terus mengalir seperti tak
henti. Ragam desain pun bermunculan, terutama terinspirasi dari pelanggannya dari negeri Sakura, Jepang. Kini koleksi produksi dan langganannya tak terkira jumlahnya.
Berbagai referensi dipelajari dan dia bereksperimen mengenai bagaimana agar kancing buatannya awet dengan bahan baku cat aman lingkungan serta
tidak berbahaya untuk anak-anak. Satu pengalaman yang tak terlupakan adalah ia sempat diprotes pelanggan karena cat kancing buatannya luntur.
Baginya, protes apa pun dari pelanggan adalah teguran berharga agar produknya bisa lebih baik di kemudian hari, la sadar tak mudah bersaing. Bahkan, lanjutnya, tak mudah pula menentukan apakah usahanya ini kerajinan kancing atau kancing kerajinan? Ia pun memiih kancing kerajinan.
Ya, menurut Suparji,kerajinan kancing itu sama saja dengan pembuat kancing. Sementara Suparji merasa dirinya adalah pembuat kancing yang tidak hanya sekadar kancing biasa.
Buktinya? Semua ukuran kancing buatannya tidak ada yang sama, juga tidak bisa dilakukan dengan mesin hanya agar proses produksinya lebih cepat. Seluruh kancing adalah buatan tangan dan dibuat satu per satu, mulai dari pemilihan bahan baku pembentukan, pengecatan, hingga pelubangan kancing itu sendiri.
Semua itu tidak bisa dilakukan oleh mesin. Itu sebabnya, pembuatan kancing Suparji hanya berjumlah ratusan, bahkan untuk kancing yang rumit
bisa membutuhkan waktu sebulan. Berbeda dengan kancing biasa yang berbentuk lingkaran dengan dua lubang yang lazim ada. Itu bisa diproduksi puluhan ribu buah dalam sehari.
Eksperimen bahan baku pun terus berlanjut. Berawal dari batok kelapa yang terbuang alias sampah.Suparji pun mengembangkan bahan bekas lainnya,
seperti tulang sapi, kulit kerang, dan kayu.
Cita-citanya, produksi buatannya semua ramah lingkungan.
“Namun, apa boleh buat. Beberapa pelanggan masih menginginkan bahan baku dari getah damar yang dijadikan aneka macam bentuk dan warna,” kata
Suparji.
Satu hal yang masih sulit Suparji dan putri sulungnya lakukan adalah menghitung jumlah desain yang mereka miliki. Hal ini disebabkan seluruh kancing buatan mereka ditempatkan dalam sebuah stopies. Tak jarang, sejumlah orang yang tak
membaca toko ini menjual berbagai kancing kerajinan mengira toko ini sebagai toko permen.
Harga satu kancing beragam, mulal Rp 2.000 hingga puluhan ribu rupiah. Ukurannya pun beragam, dari yang terkecil sebesar kuku jari jempol orang dewasa hingga ada yang sebesar tutup gelas dengan berbagai bentuk, dan lingkaran sampai bentuk jamur, mobil,pesawat, dan lain-lain. Seru!
Saat ini ia tengah merintis inovasi baru bersama putri pertamanya itu. Menurut Suparji, bisnis semakin memanas dari hari kehari. Jika iä tidak
memvariasi produknya, bisa saja ia ditinggalkan pelanggannya. “Karena ini barang seni, jadi sebisa mungkin setiap hari perlu ada inovasi dan kreasi,
tentu dengan hati dan niat bersih. Jika berusaha, pasti bisa!” ujar Suparji.
OLEH: AYU SULISTYOWATI
Sumber: Harian Kompas cetak, Sabtu, 9 Juli 2011
Sponsored
Klik Link Dibawah
JAKET KASKUS Ready Stock. Kaos Kaskus, dll.
Spoiler for Gambar Jaket:


nona212 memberi reputasi
1
2.6K
6


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan