- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Berpotensi Kelas Dunia, tetapi Kurang Dilirik


TS
japek
Berpotensi Kelas Dunia, tetapi Kurang Dilirik
Quote:

CETAK KOMPAS, Senin (12/11) sore, riuh terdengar suara dentangan barbel yang dibanting atau dikembalikan ke rak di pusat pelatihan angkat berat PT Semen Padang di Indarung, Sumatera Barat. Sebanyak 20 lifter putra-putri bergantian mengangkat barbel.
Kesibukan itu adalah rutinitas harian mereka pada pagi dan sore hari. Tiga jam setiap berlatih.
Kerja keras dan berlatih tekun. Hasilnya, meski bukan termasuk cabang yang dipentaskan di olimpiade atau pekan olahraga Asia Tenggara atau Asia, dari sanalah Mela Eka Rahayu, lifter kelas 72 kg putri, berprestasi gemilang di tingkat Asia.
Mela, lifter kelahiran Padang, 21 Mei 1990, merebut emas di Kejuaraan Asia 2011 di Kobe, Jepang. Ia merebutnya lagi di Kejuaraan Asia 2012 di India.
Di Jepang, Mela membukukan 200 kg (squat), 85 kg (bench press), dan 195 kg (deadlift). Di PON 2012, seluruh angkatan itu ia perbaiki. Mela membukukan 260 kg (squat), 125 kg (bench press), dan 205 kg (deadlift).
Selain Mela, dengan pola latihan berkelanjutan seperti di Padang, Indonesia punya sederet lifter berprestasi dari waktu ke waktu. Tidak saja di kawasan Asia, tetapi juga di dunia.
Di antara mereka ada Nanda Telambanua yang merebut gelar juara dunia di Kejuaraan Dunia Angkat Berat Yunior di Perth, Australia, 1984. Sejak itu, dia kerap mempertajam rekor dunia atau meraih gelar hingga menjadi juara dunia pada 1996. Selain itu, ada Thio Hok Seng (Padang), yang merebut emas kelas 52 kg di Kejuaraan Dunia Yunior 1987 dan 1988.
Dari Lampung muncul Sutrisno bin Darimin. Gelar juara dunia ia rebut pertama kali pada 1996. Turun di kelas 60 kg, Sutrisno merebut emas di Kejuaraan Dunia Angkat Berat di Salzburg, Austria.
Sutrisno kembali menjadi juara dunia di Sotkamo, Finlandia, 2000. Keandalan itu ia buktikan lagi di Kejuaraan Dunia 2005 di Miami, AS. Ia tercatat sebagai lifter terbaik. Terakhir, Sutrisno berprestasi di Kejuaraan Dunia Angkat Berat 2008 di St John’s, Kanada.
Bersama dengan Sutrisno, pada 2008 dua lifter putri menjadi runner-up, yaitu Sri Hartati (kelas -52 kg) dan Noviana Sari (kelas -60 kg). Sari di World Games 2009 di Kaohsiung, Taiwan, merebut emas kelas -60 kg.
Pada 2010, Sri Hartati jadi juara dunia di Kejuaraan Dunia di Potchefstroom, Afrika Selatan. Prestasi itu ia ulangi pada 2012 di Aguadilla, Puerto Riko.
Imron Rosadi, pemilik dan pelatih di pedepokan angkat berat dan angkat besi Gajah Lampung di Pringsewu, Lampung, sudah sering kali mengatakan, lifter angkat berat Indonesia tak kalah dari lifter-lifter asing. Lifter Indonesia selalu mampu mencuri peluang di kelas-kelas yang dikuasai Rusia, Jepang, Taiwan, Ukraina, dan AS.
”Namun, untuk memberangkatkan lifter ke sebuah kejuaraan dunia bukan hal mudah. Dibutuhkan dana tidak sedikit, sementara para lifter potensial begitu banyak. Akhirnya, pemberangkatan disesuaikan bagi yang berpeluang saja,” ujar Imron.
Menurut Nanda Telambanua, pelatih angkat berat di Padang, keterbatasan dana itu membuat ia prihatin. ”Memang seharusnya kami mulai mencari sponsor. Tetapi, apa ya,” ujar Nanda.
Nanda pun berharap setidaknya pemerintah mulai memberi perhatian kepada cabang-cabang yang tidak populer seperti angkat berat, tetapi mampu membawa harum nama Indonesia di kancah perjuangan dunia.
Itulah angkat berat, sebuah cabang olahraga berpotensi prestasi, yang sampai saat ini belum juga dilirik. (hln)
Sumber
Pasti nanti ada ababil yang bilang "ini cabang gak bergengsi, cabang gak pake otak, bukan pemersatu bangsa dsb"
0
1.5K
Kutip
11
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan