Jerusalem: Memasuki sepekan serangan Israel, korban-korban terus berjatuhan. Pertempuran terakhir antara Israel dan Palestina terjadi pada 2008 hingga 2009. Ketika itu, para pengamat menyalahkan Hamas sebagai pemicu bentrokan. Sebanyak 1.400 warga Palestina tewas dan 13 tentara Israel tewas.

Namun ketegangan kali ini berbeda. Kebangkitan Timur Tengah belakangan ini telah menjadikan Hamas sebagai pasukan dengan persenjataan yang kuat. Hamas saat ini juga lebih menguasai medan diplomasi dalam menghadapi Israel.

Seorang pengamat di Gaza, Talal Okal, Senin (19/11/2012) seperti dilansir Reuters menyatakan, Hamas saat ini lebih terorganisir. Sementara Israel tidak mampu memprediksi masa depannya. "Israel tidak tahu bagaimana ke depannya. Apalagi Presiden Mesir Mohamed Morsi didesak Ikhwanul Muslimin dan partai-partai Islam sekuler lainnya untuk mendukung Hamas," katanya.

Namun, lanjut Okal, Israel tidak begitu peduli dengan hal itu. Sedangkan Amerika Serikat dan negara-negara Eropa lebih peduli dengan kepentingan mereka di Timur Tengah.

Sebelumnya Menlu Inggris William Hague memperingatkan Israel atas segala serangannya ke Jalur Gaza. Menurutnya, serangan besar yang dilancarkan Israel ke Jalur Gaza dapat menghilangkan simpati internasional.

"Ini tentu saja adalah proposisi yang berbeda. Perdana Menteri (David Cameron) dan saya sama-sama menekankan kepada rekan-rekan kami Israel, pilihan invasi darat ke Gaza akan memperburuk keadaan dan memperpanjang konflik. Israel akan kehilangan simpati dari pihak internasional, termasuk Inggris," kata Hague.