- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
UU Minerba Giliran Berikutnya Digugat ke MK. Anehnya, Asing Minta UU itu di Evaluasi
TS
julianirani
UU Minerba Giliran Berikutnya Digugat ke MK. Anehnya, Asing Minta UU itu di Evaluasi
Korban Berikutnya, UU Pertambangan Digugat ke MK
Sat, 17/11/2012 - 09:14 WIB
JAKARTA, RIMANEWS -- Setelah UU Migas, giliran UU Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) digugat di Mahkamah Konstitusi (MK). UU itu dianggap merugikan rakyat. “ Memang ada amanat muktamar Muhammadiyah agar PP Muhammadiyah mengajukan judicial review sejumlah UU, khususnya dalam bidang ekonomi dan energi, yang setelah dikaji selama setahun oleh tim pakar diyakini merugikan negara, rakyat, serta bertentangan dengan amanat konstitusi,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Jumat (16/11).
Sebelum ini Muhammadiyah bersama sejumlah ormas Islam menggugat UU Migas yang berujung pembubaran BP Migas. Selain UU Minerba, selanjutnya yang akan digugat adalah UU mengenai investasi serta UU Air dan Biotermal. “ Ini didorong komitmen Muhammadiyah terhadap negara agar berdaulat secara ekonomi, karena negara yang kaya raya sumber daya alam ini harus didayagunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Itu yang belum terjadi,” imbuh Din.
Terkait pembentukan badan baru oleh pemerintah sebagai pengganti BP Migas, Din akan meminta penjelasan MK. Semua harus jelas, jangan sampai lembaga baru itu juga tidak jauh beda dari BP Migas. “Pola yang diterapkan pemerintah dengan membentuk lembaga lain di bawah Kementerian ESDM tapi pada dasarnya sama dengan BP Migas sebenarnya bertentangan secara substantif dengan putusan MK. Kami akan meminta MK menjelaskan putusannya, apakah langkah pemerintah itu bisa dibenarkan atau tidak, meskipun sifatnya cuma sementara,” tegasnya. Salah satu penggugat UU Migas, KH Hasyim Muzadi kecewa atas penerbitan Perpres 95 Tahun 2012. Perpres itu tak akan memperbaiki keadaan perminyakan di Indonesia. Dengan Perpres itu, Indonesia justru akan terus bergantung kepada asing. “Jika Perpres itu hanya mengubah nama BP Migas menjadi unit kerja tanpa langkah lanjutan mengurangi ketergantungan asing, keadaan akan tambah buruk,” katanya.
Menurut Hasyim, kontrak-kontrak dengan pihak asing sebenarnya tidak dirugikan sama sekali dengan keluarnya putusan MK. “Jadi cukup klarifikasi bahwa semuanya diambil alih pemerintah. Kalau diberikan lagi ke pihak lain, artinya setali tiga uang,” jelas mantan ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu. Dikatakannya, yang sangat diperlukan kini adalah konsep ke depan, bagaimana mengurangi ketergantungan kepada pihak asing. “Karena itu, para penggugat sebaiknya segera berkumpul untuk melakukan evaluasi dengan mengundang para negarawan yang tidak lagi punya interest pribadi selain kepentingan negara,” katanya.
Pertemuan itu untuk menyatukan langkah mengawal proses selanjutnyan sampai kelahiran UU Migas yang baru.
http://www.rimanews.com/read/2012111...-digugat-ke-mk
The Jakarta Institute: Segera Revisi UU Minerba
Selasa, 11 September 2012 20:36 WIB
lensaindonesia..com: Pengamat The Jakarta Institute, Rahmat Sholeh, mengatakan, Indonesia sudah terjebak dalam kerangka pembangunan ekonomi yang permisif terhadap kepentingan asing. Padahal, Pancasila dan UUD 1945 secara jelas mensyaratkan kepentingan nasional di atas segala konsep dan pelaksanaan pembangunan Indonesia.
“Jika terus dibiarkan, maka tak lama lagi warga Negara Indonesia akan menjadi asing di negaranya sendiri. Ini di sebabkan banyak aturan-aturan yang tercantum didalamnya memuat untuk kepentingan asing,” kata Rahmat, kepada LICOM di Jakarta, Selasa (11/9/2012).
Menurut Dia, kepentingan asing tersebut terlihat jelas dalam UU Minerba yang terkesan jauh dari realita pertambangan di Indonesia. Dalam UU Minerba tersebut terlihat adanya sejumlah pemasalahan.
“Maka atas alasan tersebut seyogyanya pemerintah segera merubah UU Minerba agar pertambangan bisa di nikmati rakyat,” tegasnya
[url]http://www.lensaindonesia..com/2012/09/11/the-jakarta-institute-segera-revisi-uu-minerba.html[/url]
Inilah Dilema Dirjen Minerba Soal Pengelolaan Tambang
Jum'at, 15 Juli 2011 16:29 wib
JAKARTA - Aturan pemerintah yang mengharuskan pengolahan barang yang akan di ekspor agar memiliki nilai tambah saat ini memiliki cabang ganda, antara kepentingan rakyat dan tujuan pengusaha. "Kita ingin bagaimana sumber daya alam ini digunakan semaksimal mungkin untuk kepentingan rakyat, sedangkan pengusaha mementingkan keuntungan," ujar Dirjen Minerba Thamrin Sihite, kepada wartawan, di Kantor Badiklat ESDM, Jakarta, Jumat (15/7/2011).
Dengan adanya dua dilema dalam tubuh pemerintah tersebut, pihaknya akan terus berupaya agar pengusaha ingin mengolah terlebih dahulu sebelum di ekspor dan juga tidak merugikan masyarakat. "Kita akan menjembatani atau memfasilitasi agar semua elemen tidak merasa dirugikan," ungkapnya. Selain itu, untuk pembangunan smelter tersebut membutuhkan waktu dan dana, sehingga pemerintah memberikan waktu dengan batas pembangunan smelter hingga 2014. "Kira-kira ada batas waktu hingga 2014 untuk bangun smelter," ujarnya.
Untuk pengolahan barang yang akan akan diekspor, pihaknya juga mengharapkan ada investor yang ingin membangun tempat tersebut, karen selain membutuhkan waktu juga butuh dana untuk pembangunan smelter. Sebelumnya pemerintah melalui kementerian terkait membuat undang-undang yang mengharuskan pengusaha mengolah barang yang akan diekspor untuk menjadi barang jadi sehingga memiliki nilai jual yang lebih.
http://economy.okezone.com/read/2011...lolaan-tambang
Kementerian Energi Tolak Permintaan Jepang Evaluasi UU Minerba
Jum''at, 23 September 2011 | 16:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menolak permintaan pemerintah Jepang untuk mengkaji ketentuan menghentikan ekspor bahan baku tambang ke luar negeri pada 2014 sesuai dengan aturan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara Nomor 4 Tahun 2009. "Undang-undang sudah jelas, bahwa pada 2014 itu sudah harus diolah di dalam negeri," ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Thamrin Sihite, ketika dihubungi Tempo, Jumat, 23 September 2011.
Seperti diketahui, Menteri Ekonomi Perdagangan dan Industri Jepang Yukio Edano, kemarin, meminta penjelasan kepada Menteri Perindustrian MS Hidayat soal pemberlakuan penuh Undang-Undang Minerba pada 2014 nanti. Jepang khawatir pasokan bahan baku untuk industrinya terganggu karena beleid itu akan mewajibkan hilirisasi produk tambang. Pasalnya, selama ini Jepang banyak mengimpor bahan baku pertambangan dari Indonesia.
Menurut Thamrin, pengelolaan dan pengolahan sumber daya mineral di alam negeri akan lebih menguntungkan bagi negara, ketimbang mengirim mentah-mentah bahan baku ke luar negeri. Pemerintah juga menjanjikan adanya insentif bagi para pengusaha tambang yang menerapkan aturan untuk mengelola sumber daya di dalam negeri. "Disinsentif juga kita berikan bagi yang tidak menerapkan aturannya," paparnya. Mengenai niatan Jepang menanamkan investasi proyek pengolahan mineral di Indonesia, Thamrin menyatakan hal tersebut masih perlu dipertimbangkan oleh pemerintah. Pada dasarnya, pemerintah membuka kesempatan bagi siapa pun yang ingin berinvestasi di dalam negeri. "Tetapi prinsip tetap harus diperhatikan, dasarnya harus kuat," tegasnya.
http://www.tempo.co/read/news/2011/0...asi-UU-Minerba
------------------------
Sebuah UU dibuat untuk menampung sebanyak mungkin kepentingan, dalam maupun luar negeri, akhirnya seperti ini jadinya. Yaitu manakala masing-masing pihak merasa kepentingannya dirugikan, serta merta ramai-ramai menggugat ke MK untuk dihapus atau sekedar di revisi dan di evaluasi.
Sat, 17/11/2012 - 09:14 WIB
JAKARTA, RIMANEWS -- Setelah UU Migas, giliran UU Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) digugat di Mahkamah Konstitusi (MK). UU itu dianggap merugikan rakyat. “ Memang ada amanat muktamar Muhammadiyah agar PP Muhammadiyah mengajukan judicial review sejumlah UU, khususnya dalam bidang ekonomi dan energi, yang setelah dikaji selama setahun oleh tim pakar diyakini merugikan negara, rakyat, serta bertentangan dengan amanat konstitusi,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Jumat (16/11).
Sebelum ini Muhammadiyah bersama sejumlah ormas Islam menggugat UU Migas yang berujung pembubaran BP Migas. Selain UU Minerba, selanjutnya yang akan digugat adalah UU mengenai investasi serta UU Air dan Biotermal. “ Ini didorong komitmen Muhammadiyah terhadap negara agar berdaulat secara ekonomi, karena negara yang kaya raya sumber daya alam ini harus didayagunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Itu yang belum terjadi,” imbuh Din.
Terkait pembentukan badan baru oleh pemerintah sebagai pengganti BP Migas, Din akan meminta penjelasan MK. Semua harus jelas, jangan sampai lembaga baru itu juga tidak jauh beda dari BP Migas. “Pola yang diterapkan pemerintah dengan membentuk lembaga lain di bawah Kementerian ESDM tapi pada dasarnya sama dengan BP Migas sebenarnya bertentangan secara substantif dengan putusan MK. Kami akan meminta MK menjelaskan putusannya, apakah langkah pemerintah itu bisa dibenarkan atau tidak, meskipun sifatnya cuma sementara,” tegasnya. Salah satu penggugat UU Migas, KH Hasyim Muzadi kecewa atas penerbitan Perpres 95 Tahun 2012. Perpres itu tak akan memperbaiki keadaan perminyakan di Indonesia. Dengan Perpres itu, Indonesia justru akan terus bergantung kepada asing. “Jika Perpres itu hanya mengubah nama BP Migas menjadi unit kerja tanpa langkah lanjutan mengurangi ketergantungan asing, keadaan akan tambah buruk,” katanya.
Menurut Hasyim, kontrak-kontrak dengan pihak asing sebenarnya tidak dirugikan sama sekali dengan keluarnya putusan MK. “Jadi cukup klarifikasi bahwa semuanya diambil alih pemerintah. Kalau diberikan lagi ke pihak lain, artinya setali tiga uang,” jelas mantan ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu. Dikatakannya, yang sangat diperlukan kini adalah konsep ke depan, bagaimana mengurangi ketergantungan kepada pihak asing. “Karena itu, para penggugat sebaiknya segera berkumpul untuk melakukan evaluasi dengan mengundang para negarawan yang tidak lagi punya interest pribadi selain kepentingan negara,” katanya.
Pertemuan itu untuk menyatukan langkah mengawal proses selanjutnyan sampai kelahiran UU Migas yang baru.
http://www.rimanews.com/read/2012111...-digugat-ke-mk
The Jakarta Institute: Segera Revisi UU Minerba
Selasa, 11 September 2012 20:36 WIB
lensaindonesia..com: Pengamat The Jakarta Institute, Rahmat Sholeh, mengatakan, Indonesia sudah terjebak dalam kerangka pembangunan ekonomi yang permisif terhadap kepentingan asing. Padahal, Pancasila dan UUD 1945 secara jelas mensyaratkan kepentingan nasional di atas segala konsep dan pelaksanaan pembangunan Indonesia.
“Jika terus dibiarkan, maka tak lama lagi warga Negara Indonesia akan menjadi asing di negaranya sendiri. Ini di sebabkan banyak aturan-aturan yang tercantum didalamnya memuat untuk kepentingan asing,” kata Rahmat, kepada LICOM di Jakarta, Selasa (11/9/2012).
Menurut Dia, kepentingan asing tersebut terlihat jelas dalam UU Minerba yang terkesan jauh dari realita pertambangan di Indonesia. Dalam UU Minerba tersebut terlihat adanya sejumlah pemasalahan.
- Permasalahn pertama, lanjut Rahmat, tertutupnya peluang melakukan kaji ulang dan renegosiasi terhadap Kontrak Karya.
- Kedua, UU tersebut menguatkan ego sektoral, melalui lahirnya Wilayah Pertambangan.
- Ketiga, veto rakyat tidak diakui karena hanya memiliki 2 pilihan, yaitu ganti rugi sepihak atau memperkarakan ke pengadilan. Bahkan, lanjut Rahmat, penduduk lokal berisiko dipidana setahun atau denda Rp 100 juta jika menghambat kegiatan pertambangan.
- Keempat yang juga ditimbulkan, kata Rahmat, yajkni, kawasan lindung dan hutan adat akan terancam karena alih fungsinya bisa dilaksanakan setelah ada izin dari pemerintah.
- Kelima, UU Minerba tidak menempatkan pentingnya menjaga dan melindungi perairan pesisir laut.
- Keenam, UU ini menggunakan pendekatan administratif dalam proses perizinannya sehingga tidak efektif untuk menangani dampak pencemaran lingkungan.
- Ketujuh, mempercepat kerusakan sarana dan prasaran umum karena UU tersebut membolehkan untuk dimanfaatkan menjadi sarana pertambangan.
- Dan terakhir, terjadi kontradiktif dengan UU Lingkungan Hidup yang mengakui legal standing organisasi lingkungan hidup untuk mengajukan gugatan terhadap perusahaan yang merusak lingkungan.
“Maka atas alasan tersebut seyogyanya pemerintah segera merubah UU Minerba agar pertambangan bisa di nikmati rakyat,” tegasnya
[url]http://www.lensaindonesia..com/2012/09/11/the-jakarta-institute-segera-revisi-uu-minerba.html[/url]
Inilah Dilema Dirjen Minerba Soal Pengelolaan Tambang
Jum'at, 15 Juli 2011 16:29 wib
JAKARTA - Aturan pemerintah yang mengharuskan pengolahan barang yang akan di ekspor agar memiliki nilai tambah saat ini memiliki cabang ganda, antara kepentingan rakyat dan tujuan pengusaha. "Kita ingin bagaimana sumber daya alam ini digunakan semaksimal mungkin untuk kepentingan rakyat, sedangkan pengusaha mementingkan keuntungan," ujar Dirjen Minerba Thamrin Sihite, kepada wartawan, di Kantor Badiklat ESDM, Jakarta, Jumat (15/7/2011).
Dengan adanya dua dilema dalam tubuh pemerintah tersebut, pihaknya akan terus berupaya agar pengusaha ingin mengolah terlebih dahulu sebelum di ekspor dan juga tidak merugikan masyarakat. "Kita akan menjembatani atau memfasilitasi agar semua elemen tidak merasa dirugikan," ungkapnya. Selain itu, untuk pembangunan smelter tersebut membutuhkan waktu dan dana, sehingga pemerintah memberikan waktu dengan batas pembangunan smelter hingga 2014. "Kira-kira ada batas waktu hingga 2014 untuk bangun smelter," ujarnya.
Untuk pengolahan barang yang akan akan diekspor, pihaknya juga mengharapkan ada investor yang ingin membangun tempat tersebut, karen selain membutuhkan waktu juga butuh dana untuk pembangunan smelter. Sebelumnya pemerintah melalui kementerian terkait membuat undang-undang yang mengharuskan pengusaha mengolah barang yang akan diekspor untuk menjadi barang jadi sehingga memiliki nilai jual yang lebih.
http://economy.okezone.com/read/2011...lolaan-tambang
Kementerian Energi Tolak Permintaan Jepang Evaluasi UU Minerba
Jum''at, 23 September 2011 | 16:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menolak permintaan pemerintah Jepang untuk mengkaji ketentuan menghentikan ekspor bahan baku tambang ke luar negeri pada 2014 sesuai dengan aturan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara Nomor 4 Tahun 2009. "Undang-undang sudah jelas, bahwa pada 2014 itu sudah harus diolah di dalam negeri," ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Thamrin Sihite, ketika dihubungi Tempo, Jumat, 23 September 2011.
Seperti diketahui, Menteri Ekonomi Perdagangan dan Industri Jepang Yukio Edano, kemarin, meminta penjelasan kepada Menteri Perindustrian MS Hidayat soal pemberlakuan penuh Undang-Undang Minerba pada 2014 nanti. Jepang khawatir pasokan bahan baku untuk industrinya terganggu karena beleid itu akan mewajibkan hilirisasi produk tambang. Pasalnya, selama ini Jepang banyak mengimpor bahan baku pertambangan dari Indonesia.
Menurut Thamrin, pengelolaan dan pengolahan sumber daya mineral di alam negeri akan lebih menguntungkan bagi negara, ketimbang mengirim mentah-mentah bahan baku ke luar negeri. Pemerintah juga menjanjikan adanya insentif bagi para pengusaha tambang yang menerapkan aturan untuk mengelola sumber daya di dalam negeri. "Disinsentif juga kita berikan bagi yang tidak menerapkan aturannya," paparnya. Mengenai niatan Jepang menanamkan investasi proyek pengolahan mineral di Indonesia, Thamrin menyatakan hal tersebut masih perlu dipertimbangkan oleh pemerintah. Pada dasarnya, pemerintah membuka kesempatan bagi siapa pun yang ingin berinvestasi di dalam negeri. "Tetapi prinsip tetap harus diperhatikan, dasarnya harus kuat," tegasnya.
http://www.tempo.co/read/news/2011/0...asi-UU-Minerba
------------------------
Sebuah UU dibuat untuk menampung sebanyak mungkin kepentingan, dalam maupun luar negeri, akhirnya seperti ini jadinya. Yaitu manakala masing-masing pihak merasa kepentingannya dirugikan, serta merta ramai-ramai menggugat ke MK untuk dihapus atau sekedar di revisi dan di evaluasi.
0
1.5K
4
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan