- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Hikmahanto: Putusan MK Malah Bebani Industri Migas


TS
Graft
Hikmahanto: Putusan MK Malah Bebani Industri Migas
Hikmahanto: Putusan MK Malah Bebani Industri Migas
Hakim Konstitusi (detikcom) Jakarta - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) tidak tepat. Pembubaran BP Migas malah membebani sektor industri migas.
"Justru dengan putusan MK, industri migas sangat terbebani dan tidak mampu memberi kemakmuran sebesar-besarnya kepada rakyat," kata Hikmahanto dalam rilisnya, Rabu (14/11/2012) malam.
Dampak pembubaran BP Migas sebut Hikmahanto berdampak luas. "Bagaimana status kontrak kerja sama (KKS) dengan badan usaha dan badan usaha tetap?" ujarnya.
Menurut dia, dengan bubarnya BP Migas maka saat ini yang menjadi pihak berkontrak adalah negara. Hal ini terjadi karena 'suksesi' BP Migas yang oleh MK untuk sementara digantikan oleh negara atau BUMN. "Pemerintah telah menetapkan pelimpahan pihak ada di tangan negara, bukan BUMN," imbuhnya.
Bagi Hikmahanto, KKS harus tetap eksis dan berlangsung untuk menghindari gugatan mitra utamanya dari investor asing sampai dengan KKS berakhir.
"Hanya saja dengan putusan MK, KKS menjadi mirip dengan Kontrak Karya Freeport atau Newmont dimana negara berkontrak dengan perusahaan swasta," jelasnya.
Permasalah utama yang akan muncul lanjutnya terjadi bila ada gugatan maka negara menjadi pihak di arbitrase maupun pengadilan. "Putusan MK ini yang justru mengerdilkan negara, bahkan tanggung jawab negara akan menjadi tidak terbatas," pungkasnya.
Dia menyebut pembatasan tanggung jawab negara berdasarkan KKS tidak bisa dilakukan mengingat UPKHM Migas bukanlah badan hukum. Ini berbeda ketika KKS dilakukan oleh BP Migas atau Pertamina sebelum berlakunya UU Migas.
"Bila MK lebih bijak, ketika BP Migas dinyatakan konstitusional seharusnya MK mengubah rejim hukum yang berlaku dari rejim kontrak menjadi rejim ijin. Rejim ijin akan mendudukkan negara dalam posisi yang lebih tinggi dibandingkan pelaku usaha," tuturnya.
Rejim ijin telah diberlakukan untuk kegiatan disektor mineral dan batubara berdasarkan UU No. 4 Tahun 2009. Berdasarkan UU tersebut rejim kontrak diubah menjadi rejim ijin.
"Sayangnya MK tidak menguraikan hal tersebut sehingga industri migas tidak mengalami perubahan yang signifikan,"ujar Hikmahanto.
[URL="http://news.detik..com/read/2012/11/15/030333/2092156/10/hikmahanto-putusan-mk-malah-bebani-industri-migas?9911012"]Sumber[/URL]
--------------------------
Nah lho, kalo begini jadinya malah blunder...
MK sudah pikir matang2 belum sih?
Atau Mungkinkah ada kaitan 2014 ?
Hakim Konstitusi (detikcom) Jakarta - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) tidak tepat. Pembubaran BP Migas malah membebani sektor industri migas.
"Justru dengan putusan MK, industri migas sangat terbebani dan tidak mampu memberi kemakmuran sebesar-besarnya kepada rakyat," kata Hikmahanto dalam rilisnya, Rabu (14/11/2012) malam.
Dampak pembubaran BP Migas sebut Hikmahanto berdampak luas. "Bagaimana status kontrak kerja sama (KKS) dengan badan usaha dan badan usaha tetap?" ujarnya.
Menurut dia, dengan bubarnya BP Migas maka saat ini yang menjadi pihak berkontrak adalah negara. Hal ini terjadi karena 'suksesi' BP Migas yang oleh MK untuk sementara digantikan oleh negara atau BUMN. "Pemerintah telah menetapkan pelimpahan pihak ada di tangan negara, bukan BUMN," imbuhnya.
Bagi Hikmahanto, KKS harus tetap eksis dan berlangsung untuk menghindari gugatan mitra utamanya dari investor asing sampai dengan KKS berakhir.
"Hanya saja dengan putusan MK, KKS menjadi mirip dengan Kontrak Karya Freeport atau Newmont dimana negara berkontrak dengan perusahaan swasta," jelasnya.
Permasalah utama yang akan muncul lanjutnya terjadi bila ada gugatan maka negara menjadi pihak di arbitrase maupun pengadilan. "Putusan MK ini yang justru mengerdilkan negara, bahkan tanggung jawab negara akan menjadi tidak terbatas," pungkasnya.
Dia menyebut pembatasan tanggung jawab negara berdasarkan KKS tidak bisa dilakukan mengingat UPKHM Migas bukanlah badan hukum. Ini berbeda ketika KKS dilakukan oleh BP Migas atau Pertamina sebelum berlakunya UU Migas.
"Bila MK lebih bijak, ketika BP Migas dinyatakan konstitusional seharusnya MK mengubah rejim hukum yang berlaku dari rejim kontrak menjadi rejim ijin. Rejim ijin akan mendudukkan negara dalam posisi yang lebih tinggi dibandingkan pelaku usaha," tuturnya.
Rejim ijin telah diberlakukan untuk kegiatan disektor mineral dan batubara berdasarkan UU No. 4 Tahun 2009. Berdasarkan UU tersebut rejim kontrak diubah menjadi rejim ijin.
"Sayangnya MK tidak menguraikan hal tersebut sehingga industri migas tidak mengalami perubahan yang signifikan,"ujar Hikmahanto.
[URL="http://news.detik..com/read/2012/11/15/030333/2092156/10/hikmahanto-putusan-mk-malah-bebani-industri-migas?9911012"]Sumber[/URL]
--------------------------
Nah lho, kalo begini jadinya malah blunder...
MK sudah pikir matang2 belum sih?
Atau Mungkinkah ada kaitan 2014 ?
Quote:
0
947
6


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan