Kaskus

News

AdanWAvatar border
TS
AdanW
MK Bubarkan BP Migas
MK Bubarkan BP Migas

JAKARTA, FAJAR -- Mahkamah Konstitusi (MK) membuat keputusan mengejutkan kemarin. Lembaga pimpinan Mahfud M.D. itu membubarkan Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) yang sejak 2002 ikut terlibat dalam pengelolaan minyak dan gas di Indonesia.

Putusan penting tersebut diambil dalam sidang judicial review atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas. Majelis hakim berpendapat, UU yang melatari terbentuknya BP Migas itu bertentangan dengan UUD 1945.
Dalam putusan nomor 36/PUU-X/2012 itu, Ketua Majelis Hakim Mahfud M.D. mengatakan bahwa pasal 1 angka 23, pasal 4 ayat 3, pasal 41 ayat 2. pasal 44, pasal 45, pasal 48 ayat 1, pasal 59 huruf a, pasal 61, dan pasal 63 UU No 22 Tahun 2001 tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat.

’’Fungsi dan tugas Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi dilaksanakan oleh pemerintah cq kementerian terkait sampai diundangkannya UU baru yang mengatur hal tersebut,’’ ujar Mahfud. Seluruh hal yang berkaitan dengan badan pelaksana dalam penjelasan UU Migas (BP Migas) bertentangan dengan UUD.


Gugatan itu berawal dari keresahan beberapa pihak, baik organisasi maupun perorangan, atas pengelolaan minyak dan gas di Indonesia. Pihak-pihak itu, antara lain, Muhammadiyah, Lajnah Siyasiyah Hizbut Tahrir Indonesia, Pimpinan Pusat Al-Irsyad Al-Islamiyah, Hasyim Muzadi, Fahmi Idris, dan Salahuddin Wahid.


Sebanyak 42 orang menganggap UU Migas sejak awal pembentukannya menuai kontroversi. Alasannya, tidak menjiwai Pancasila dan tidak mewakili UUD 1945.


Dalam berkasnya, mereka berkesimpulan bahwa UU Migas telah mendegradasikan kedaulatan negara, kedaulatan ekonomi, dan telah ’’mempermainkan’’ kedaulatan hukum Indonesia. Migas yang diharapkan dapat memberikan kesejahteraan umum tak pernah tercapai.


Selain itu, keberadaan BP Migas membuat negara yang seharusnya berdaulat atas kekayaan mineral dalam perut bumi Indonesia ternyata harus tersandera dan terdikte oleh asing.


Mengapa MK membubarkan BP Migas? Institusi tersebut menilai, UU Migas membuka lebar-lebar pintu liberalisasi. Jadinya, pesan konstitusi yang menyebut sumber daya alam dikelolah oleh negara untuk kemakmuran rakyat tidak akan terjadi. MK merasa khawatir peran asing bakal makin dominan dalam pengelolaan minyak dan gas di Indonesia.


Meski demikian, agar tidak menimbulkan kekacauan dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi, MK memberikan keleluasaan. Yakni, kontrak kerja sama (KKS) yang sudah telanjur terjadi antara BP Migas dan badan usaha tetap berlaku. Namun, kerja sama itu memiliki batas akhir sesuai dengan masa berlaku yang disepakati.


’’Untuk mengisi kekosongan hukum karena tidak adanya BP Migas, fungsi dan tugasnya akan dilaksanakan oleh pemerintah,’’ imbuhnya. MK yakin akan pengelolaan secara langsung oleh negara adalah yang dikehendaki oleh pasal 33 UUD 1945.


Meski demikian, hakim MK menyebut pengelolaan sumber daya alam bisa diserahkan kepada badan swasta. Tetapi, itu tidak mudah karena syaratnya negara tidak lagi memiliki kemampuan dalam modal, teknologi, dan manajemen untuk mengelola sumber daya alam migas.


Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin setelah sidang meminta putusan MK segera ditindaklanjuti. Dia berharap agar pemerintah dan DPR langsung merespons dengan membuat sebuah produk hukum. ’’Harus segera direspons supaya pengelolaan SDA Indonesia sesuai amanat UUD ’45,’’ ujarnya.


Dia yakin, kalau pengelolaan itu segera diberikan kepada pemerintah, kemakmuran rakyat akan meningkat ketimbang saat dipegang BP Migas. Sebagai penggugat, Din memang tidak memberikan tenggat waktu agar putusan itu direspons. Namun, dia memastikan bahwa Muhammadiyah akan mengawal putusan tersebut hingga dilaksanakan.


Para petinggi BP Migas yang sedang mengikuti rapat di Komisi VII DPR sangat terkejut mendengar putusan MK tersebut. Siang kemarin Kepala BP Migas R. Priyono dan Direktur Operasional BP Migas Gde Pradnyana sedang mendampingi Menteri ESDM Jero Wacik dan Mantan Dirut Perusahaan Listrik Negara Dahlan Iskan yang menjelaskan soal kekurangan gas pada masa lampau.


Setelah rapat, Kepala BP Migas R. Priyono menegaskan bahwa kegiatan operasi migas di berbagai daerah mungkin akan terganggu karena putusan tersebut. Sebab, proyek-proyek yang ditandatangani BP Migas mungkin menjadi ilegal. ’’Kami sudah tanda tangani 353 kontrak (dengan investor migas), jadi ilegal. Kerugiannya sekitar USD 70 miliar (Rp66,5 triliun),’’ ujarnya


Dia tidak mengetahui secara pasti apa yang menjadi masalah sehingga MK cepat memutuskan BP Migas harus dibubarkan. Mengenai tudingan banyaknya investor asing, Priyono berdalih bahwa hal itu terjadi sejak Pertamina menjadi regulator migas.

’’Terkait penurunan lifting minyak, itu kan sudah dari dulu saat Pertamina juga,’’ sebutnya Dengan dibubarkannya BP Migas, dia menilai proses check and balance akan hilang. Pasalnya, tidak ada lagi pihak yang mengawasi operasi eksplorasi migas. MK sendiri meminta pemerintah menangani pekerjaan BP Migas sementara waktu. ’’Kalau nggak ada wasit, ya silakan saja. Ini kan produk reformasi, berarti kita kembali ke masa sebelum reformasi,’’ ujarnya.


Direktur Operasional BP Migas Gde Pradnyana mengatakan, kalau perputaran bisnis migas tidak diawasi, itu berpotensi merugikan penerimaan negara. Sebab, penerimaan negara dari hasil penjualan pengelolaan hulu migas sangat besar, mencapai USD 35 miliar (Rp332,5 triliun) per tahun. ’’Itu berarti per hari rata-rata Rp1 triliun. itu merupakan potensi kerugian negara selama masa vakum (tidak ada BP Migas),’’ tandasnya. Itu dengan asumsi, selama setahun tidak ada pengawasan dan tidak bisa dilakukan kontrak-kontrak kerja.


Pihaknya berharap, pemerintah segera menyelesaikan masa transisi sehingga penerimaan negara tidak terganggu selama vakum. Yang pasti, tugas pimpinan BP Migas saat ini ialah menenangkan sekitar 900 karyawan. ’’Tapi, hak-hak mereka tentu sudah dijamin, akan di-cover, apakah itu mendapat pesangon atau ada tunjangan, harus diselesaikan,’’ jelasnya


Pengamat energi dari Universitas Indonesia Kurtubi menyambut baik putusan MK yang meniadakan eksistensi BP Migas. Menurut Kurtubi, putusan MK yang mengikat dan final itu dapat meluruskan kembali tata kelola kekayaan migas di Indonesia. Kurtubi menjelaskan, selama pengelolaan ditangani oleh BP Migas, kerugian negara sejatinya sangat besar.


Dia mencontohkan pembangunan pabrik LNG (liquefied natural gas) di Tangguh, Papua. Menurut Kurtubi, lantaran BP Migas bukan merupakan operator migas, akhirnya pemerintah tidak bisa membangun dan menjual potensi gas secara mandiri. ’’BP Migas pun menunjuk pihak lain, yakni British Petroleum. Akhirnya, seratus persen gas tangguh diekspor,’’ terangnya.


Kurtubi melanjutkan, ekses dari eksportasi gas alam itu mengakibatkan permintaan gas dalam negeri tak terpenuhi. Salah satu perusahaan yang menanggung krisis gas adalah PLN. ’’Karena tidak ada gas, PLN pakai BBM. Karena pakai BBM, tak heran jika BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) mencatat potensi kerugian PLN mencapai Rp37 triliun,’’ jelasnya.

Salah seorang penggugat UU Migas Hasyim Muzadi juga merespons positif putusan MK tersebut. Mantan ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) itu mengungkapkan bahwa semangat penggugat, termasuk dirinya, mengajukan gugatan adalah untuk mengembalikan kedaulatan negara dalam mengelola minyak dan gas bumi sendiri.
Menurut dia, UU No 22 Tahun 2001 tidak memungkinkan negara mengolah minyak mentahnya sendiri di dalam negeri.

Karena itu, negara mengekspor minyak mentah ke luar negeri. ’’Kenyataannya, Indonesia hanya menjual minyak mentah, kemudian diolah di luar negeri. Selanjutnya, Indonesia membeli minyak tersebut yang sesungguhnya minyak sendiri dengan harga minyak dunia. Itu pun penjualan dan pembelian melalui perantara,’’ papar Hasyim di Jakarta kemarin

Quote:


___

Semoga ini untuk kebaikan Indonesia emoticon-Cendol (S)
0
1.1K
1
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan