JAKARTA - Keluarnya grasi dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk terpidana kasus narkoba, Mairika Franola alias Ola, menimbulkan pro dan kontra. Pengamat Hukum Tata Negara, Margarito Kamis, mengatakan adanya pergeseran pemberian grasi saat negeri ini dipimpin oleh Soekarno dan saat ini dipimpin oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Saat Soekarno, grasi diberikan kepada orang yang bersebrangan dengan pemikiran Soekarno saat itu, seperti M.Nastir dan beberapa tokoh dalam PRRI," kata Margarito, saat dihubungi Okezone, Rabu (14/11/2012).

Dia berpendapat pemberian grasi dimasa Soekarno memiliki alasan yang tepat, sebab M.Nastir dan lainnya memikirkan untuk membangun Indonesia, namun dengan cara yang berbeda.

"Para pejuang seperti M. Natsir, itu orang berbeda pendapat dalam membangun negara," terangnya.

Grasi diberikan kepada terpidana kasus narkoba, Mairika Franola alias Ola oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tidak memiliki dasar dan tidak pantas.  

"Dari awal enggak pantas, saya mendesak mencabut Kepres yang dikeluarkan. Pertimbangan Ola bukan bandar, tapi kurir. Namun faktanya bukan kurir. Fakta sosiologis salah, karena salah beralasan hukum untuk dicabut," ungkapnya.

Seperti yang diketahui Badan Narkotika Nasional (BNN) menangkap seseorang yang kedapatan membawa sabu-sabu seberat 775 gram di Bandara Husein Sastranegara, Bandung, Jawa Barat pada tanggal 4 Oktober lalu. Pemilik narkoba tersebut, Nur Aisyah mengaku membawa sabu-sabu dari India atas perintah Meirika Franola alias Ola. Padahal, Ola masih berada di rumah tahanan Pondok Bambu, bahkan Ola baru saja mendapatkan grasi dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Kasus ini menimbulkan berbagai kecaman terhadap Presiden SBY yang telah memberikan grasi terhadap terpidana narkoba. Pasalnya, Ola masih saja beroperasi dan mengendalikan bisnis barang haram itu meskipun tengah berada di dalam tahanan.
(ydh)

Sumber : http://news.okezone.com/read/2012/11...pidana-narkoba

SBY....SBY..Susah Benar Ya....