- Beranda
- Komunitas
- News
- Melek Hukum
Kisruh Dahlan-DPR, Momentum Pembersihan BUMN


TS
yimir
Kisruh Dahlan-DPR, Momentum Pembersihan BUMN
Quote:
Perseteruan antara Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Meneg BUMN) Dahlan Iskan dengan sejumlah anggota DPR terkait dugaan ‘upeti’ dari BUMN kepada anggota DPR terus bergulir. Sejumlah kalangan menilai, perseteruan ini terjadi lantaran terdapatnya kesalahan dari kedua belah pihak. Untuk mengatasinya, diperlukan upaya bersih-bersih baik di DPR maupun di BUMN.
Hal itu diutarakan Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN, Abdul Latif Algaff dalam sebuah diskusi di Jakarta yang bertemakan 'BUMN, Kisah Usang Sapi Perah', Sabtu (10/11). Menurutnya, dugaan pemerasan bisa terjadi apabila direksi BUMN dapat dengan mudah ditekan oleh anggota dewan. "Ini bukan kesalahan DPR saja, di BUMN juga salah, kenapa bisa ditekan. Bahkan tak menutup kemungkinan kesalahan dari BUMN sendiri," kata Latif.
Persoalan intervensi ini tak lepas dari awal penunjukan direksi karena biasanya, penunjukan jajaran direksi di BUMN melalui cara-cara politis. Maka itu, salah satu jalan keluarnya dengan mencari sosok direksi yang tak mau diintervensi. "Harusnya ditunjuk (direksi) dream team, itu kita alami di Jamsostek," ujar Latif yang bekerja di Jamsostek itu.
Sejalan dengan itu, lanjut Latif, pihak direksi dan manajemen harus sama-sama berkoordinasi dengan serikat pekerja untuk menghalau segala intervensi yang datang. Karena dari sisi struktural, direksi biasanya patuh dan takut dengan menteri, lalu menteri takut dengan presiden dan presiden takut dengan DPR. Selanjutnya, DPR sendiri hanya takut dengan rakyat. Maka serikat pekerja yang merupakan bagian dari rakyat bisa menghalau intervensi apabila berkoordinasi dengan direksi.
Hal senada juga diutarakan mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu. Menurutnya, momentum perseteruan ini bisa menjadi ajang bersih-bersih di internal BUMN. Dia percaya, kenakalan yang disebutkan Dahlan tak hanya berasal dari dewan, tapi ada oknum dari BUMN yang sengaja 'memelihara' peras-memeras upeti BUMN. "Momentum ini untuk membersihkan BUMN," katanya.
Jalan keluarnya, lanjut Said, menempatkan calon direksi di tubuh BUMN dengan orang-orang yang berintegritas tinggi, profesional, berani dan tak mau diintervensi. Selanjutnya, rapat dengan anggota dewan dilakukan tak langsung dengan direksi, tapi melalui Kementerian BUMN.
Menurut Didu, ada sekitar 10 kelompok intervensi baik dari korporasi maupun non korporasi. Seperti, politisi, birokrat, penguasa, kolega penguasa hingga keluarga penguasa. Adanya kelompok intervensi ini dialami Didu saat masih menjabat sebagai Sesmen BUMN pada tahun 2005 lalu. Dari pengalamannya, salah satu celah terjadinya pengeluaran yang tak tercatat melalui pengadaan barang dan jasa. Modus ini yang harus diawasi secara ketat.
Di tempat yang sama, pengamat Parlemen Sebastian Salang mengatakan, baik BUMN maupun DPR harus sama-sama terbuka dalam mengungkap persoalan ini. Menurutnya, awal Dahlan membongkar ini ketika mantan Dirut PLN itu diundang DPR untuk diklarifikasi mengenai isu inefisiensi sebesar Rp37 triliun dan terus meruginya PT Merpati. Namun, saat bertemu dewan, Dahlan malah menyampaikan adanya oknum anggota dewan yang meminta upeti dari BUMN.
Menurut Sebastian, kejadian ini harus dilihat dari motivasi keduanya. Baik Dahlan maupun dewan harus sama-sama membongkar siapa yang meminta upeti dan ada kesalahan apa dalam inefisiensi Rp37 triliun tersebut. "Inefisiensinya karena apa dan siapa yang diuntungkan. Dahlan juga buka apakah dia punya bisnis gak yang terkait dengan teman-teman di DPR. Buka semuanya," katanya.
Anggota Komisi VI DPR Hendrawan Supratikno mengatakan, tak selamanya intervensi menghasilkan sesuatu yang negatif. Misalnya saja saat salah satu perusahaan BUMN berencana melakukan pengadaan Air Traffic Control. Dari pihak BUMN ditaksir pengadaan tersebut memakan biaya sekitar Rp1,3 triliun. Namun setelah dibicarakan di DPR, wakil rakyat tersebut bersikukuh memiliki data yang akurat bahwa nilai pengadaan bisa ditekan lagi.
"Ternyata bisa diadakan hanya sekitar Rp300 miliar. Maka, proses penilaian kinerja Komisi VI ke BUMN tidak selamanya negatif," ujar politisi dari PDIP ini.
Ia berharap, ke depan tudingan-tudingan serupa tak muncul lagi dari BUMN. Karena tudingan yang dilontarkan Dahlan beberapa waktu lalu mengandung unsur tak akurat. Karena, orang-orang yang disebut Dahlan bukanlah orang yang memiliki posisi tawar kuat dalam melakukan pemerasan.
"Tapi yang disebut Pak Dahlan kebanyakan tidak aktif di rapat-rapat. Jarang ngomong. Akurasi ini perlu, karena Pak Dahlan ngomong apa saja dikutip media. Makanya jangan asal ngomong. Mengelola unsur spekulasi jadi sensasi maka data yang disampaikan rentan menjadi sampah," kata Hendrawan.
Hal itu diutarakan Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN, Abdul Latif Algaff dalam sebuah diskusi di Jakarta yang bertemakan 'BUMN, Kisah Usang Sapi Perah', Sabtu (10/11). Menurutnya, dugaan pemerasan bisa terjadi apabila direksi BUMN dapat dengan mudah ditekan oleh anggota dewan. "Ini bukan kesalahan DPR saja, di BUMN juga salah, kenapa bisa ditekan. Bahkan tak menutup kemungkinan kesalahan dari BUMN sendiri," kata Latif.
Persoalan intervensi ini tak lepas dari awal penunjukan direksi karena biasanya, penunjukan jajaran direksi di BUMN melalui cara-cara politis. Maka itu, salah satu jalan keluarnya dengan mencari sosok direksi yang tak mau diintervensi. "Harusnya ditunjuk (direksi) dream team, itu kita alami di Jamsostek," ujar Latif yang bekerja di Jamsostek itu.
Sejalan dengan itu, lanjut Latif, pihak direksi dan manajemen harus sama-sama berkoordinasi dengan serikat pekerja untuk menghalau segala intervensi yang datang. Karena dari sisi struktural, direksi biasanya patuh dan takut dengan menteri, lalu menteri takut dengan presiden dan presiden takut dengan DPR. Selanjutnya, DPR sendiri hanya takut dengan rakyat. Maka serikat pekerja yang merupakan bagian dari rakyat bisa menghalau intervensi apabila berkoordinasi dengan direksi.
Hal senada juga diutarakan mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu. Menurutnya, momentum perseteruan ini bisa menjadi ajang bersih-bersih di internal BUMN. Dia percaya, kenakalan yang disebutkan Dahlan tak hanya berasal dari dewan, tapi ada oknum dari BUMN yang sengaja 'memelihara' peras-memeras upeti BUMN. "Momentum ini untuk membersihkan BUMN," katanya.
Jalan keluarnya, lanjut Said, menempatkan calon direksi di tubuh BUMN dengan orang-orang yang berintegritas tinggi, profesional, berani dan tak mau diintervensi. Selanjutnya, rapat dengan anggota dewan dilakukan tak langsung dengan direksi, tapi melalui Kementerian BUMN.
Menurut Didu, ada sekitar 10 kelompok intervensi baik dari korporasi maupun non korporasi. Seperti, politisi, birokrat, penguasa, kolega penguasa hingga keluarga penguasa. Adanya kelompok intervensi ini dialami Didu saat masih menjabat sebagai Sesmen BUMN pada tahun 2005 lalu. Dari pengalamannya, salah satu celah terjadinya pengeluaran yang tak tercatat melalui pengadaan barang dan jasa. Modus ini yang harus diawasi secara ketat.
Di tempat yang sama, pengamat Parlemen Sebastian Salang mengatakan, baik BUMN maupun DPR harus sama-sama terbuka dalam mengungkap persoalan ini. Menurutnya, awal Dahlan membongkar ini ketika mantan Dirut PLN itu diundang DPR untuk diklarifikasi mengenai isu inefisiensi sebesar Rp37 triliun dan terus meruginya PT Merpati. Namun, saat bertemu dewan, Dahlan malah menyampaikan adanya oknum anggota dewan yang meminta upeti dari BUMN.
Menurut Sebastian, kejadian ini harus dilihat dari motivasi keduanya. Baik Dahlan maupun dewan harus sama-sama membongkar siapa yang meminta upeti dan ada kesalahan apa dalam inefisiensi Rp37 triliun tersebut. "Inefisiensinya karena apa dan siapa yang diuntungkan. Dahlan juga buka apakah dia punya bisnis gak yang terkait dengan teman-teman di DPR. Buka semuanya," katanya.
Anggota Komisi VI DPR Hendrawan Supratikno mengatakan, tak selamanya intervensi menghasilkan sesuatu yang negatif. Misalnya saja saat salah satu perusahaan BUMN berencana melakukan pengadaan Air Traffic Control. Dari pihak BUMN ditaksir pengadaan tersebut memakan biaya sekitar Rp1,3 triliun. Namun setelah dibicarakan di DPR, wakil rakyat tersebut bersikukuh memiliki data yang akurat bahwa nilai pengadaan bisa ditekan lagi.
"Ternyata bisa diadakan hanya sekitar Rp300 miliar. Maka, proses penilaian kinerja Komisi VI ke BUMN tidak selamanya negatif," ujar politisi dari PDIP ini.
Ia berharap, ke depan tudingan-tudingan serupa tak muncul lagi dari BUMN. Karena tudingan yang dilontarkan Dahlan beberapa waktu lalu mengandung unsur tak akurat. Karena, orang-orang yang disebut Dahlan bukanlah orang yang memiliki posisi tawar kuat dalam melakukan pemerasan.
"Tapi yang disebut Pak Dahlan kebanyakan tidak aktif di rapat-rapat. Jarang ngomong. Akurasi ini perlu, karena Pak Dahlan ngomong apa saja dikutip media. Makanya jangan asal ngomong. Mengelola unsur spekulasi jadi sensasi maka data yang disampaikan rentan menjadi sampah," kata Hendrawan.
0
1.1K
Kutip
7
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan