- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
KISAH HEROIK CAPT. ABDUL RIVAI PADA TRAGEDI KAPAL TAMPOMAS II


TS
dannz463
KISAH HEROIK CAPT. ABDUL RIVAI PADA TRAGEDI KAPAL TAMPOMAS II
Quote:
Capt. A. RIVAI
Syair di atas merupakan penggalan lagu dari Iwan Fals yang berjudul Celoteh Camar Tolol dan Cemar dari album Sumbang menggambarkan tragedi tenggelamnya kapal motor penumpang KMP Tampomas II milik PT. PELNI yang cukup tragis di sekitar kepulauan Masalembo (114°25′60″BT — 5°30′0″LS) Laut Jawa (termasuk ke dalam wilayah administratif provinsi Jawa Timur). KM Tampomas II terbakar di laut dan karam pada tanggal 27 Januari 1981, merenggut ratusan nyawa penumpangnya.
KM Tampomas II milik Pelni ini baru melakukan pelayaran perdananya pada bulan Mei 1980. Tapi bukan berarti ini kapal baru. KM Tampomas II dengan bobot mati 2420 ton dan mampu mengangkut penumpang 1250 sampai 1500 orang ini adalah kapal bekas yang dibeli oleh PT. PANN (Pengembangan Armada Niaga Nasional, BUMN) dari Komodo Marine Jepang. Dan PT. Pelni membeli secara mengangsur selama sepuluh tahun kepada PT. PANN. Kapal ini sebelumnya bernama MV. Great Emerald dibuat di Jepang tahun 1956 dan dimodifikasi tahun 1971. Dibeli dengan harga 8.3 juta dollar AS, yang menurut beberapa pihak terlalu mahal untuk sebuah kapal bekas yang sudah berusia sepuluh tahun. Begitu dioperasikan, kapal penumpang ini langsung digeber abis untuk melayani jalur Jakarta-Padang dan Jakarta-Ujung Pandang yang memang padat. Setiap selesai pelayaran, kabarnya kapal ini hanya diberi waktu istirahat 4 jam saja dan harus siap untuk pelayaran berikutnya. Perbaikan dan perawatan rutin terhadap mesin dan perlengkapan kapal pun cuma bisa dilaksanakan sekedarnya, padahal mengingat usianya kapal ini butuh perawatan yang jauh lebih cermat.
Tampomas II berlayar dari pelabuhan Tanjung Priok Jakarta hari Sabtu. 24 Januari 2008 pukul 19.00 menuju Sulawesi dengan membawa 191 kendaraan roda empat, sekitar 200-an sepeda motor dan 1054 penumpang terdaftar serta 82 kru kapal. Perkiraan mengatakan total manusia di kapal tersebut adalah 1442 orang (perkiraan tambahan penumpang gelap). Bahkan koki kapal yang selamat mengaku diperintahkan atasannya agar memasak untuk 2000 orang. Dalam kondisi badai laut di malam hari tanggal 25 Januari, beberapa bagian mesin mengalami kebocoran bahan bakar, diduga percikan api timbul dari puntung rokok yang melalui kipas ventilasi yang menjadi penyebab kebakaran. Para kru melihat dan gagal memadamkannya dengan tabung pemadam kebakaran portable. Api menjalar ke dek lain yang berisi muatan yang mudah terbakar, asap menjalar melalui jalur ventilasi dan tidak berhasil ditutup. Api semakin menjalar ke kompartemen mesin karena pintu dek terbuka. Selama dua jam tenaga utama mati, generator darurat pun gagal dan usaha memadamkan api seterusnya sudah tidak mungkin.
Tiga puluh menit setelah api muncul para penumpang diperintahkan untuk segera menaiki sekoci, hal ini pun sangat lambat sebab hanya satu jalan bagi penumpang untuk diturunkan ke sekoci. Sebagian penumpang terjun bebas ke laut menghindari kobaran api, sebagian lagi menunggu di dek dan panik menunggu pertolongan selanjutnya. Syahbandar pelabuhan Ujung Pandang mendapat berita dari KM Wayabula meneruskan informasi dari KM Sangihe yang tengah melakukan evakuasi bahwa Tampomas II terbakar di kepulauan Masalembo sekitar 220 mil dari Ujung Pandang. Ombak besar setinggi 7 – 10 meter dan angin kencang 10 – 15 knot menyulitkan penyelamatan sehingga KM Sangihe hanya dapat memindahkan 149 penumpang Tampomas II ke kapalnya. Saat kapal sudah mulai miring, Capt. Abdul Rivai (Nahkoda Kapal) masih tampak sibuk membagikan pelampung ke para penumpang yang tidak berani terjun ke laut. Bahkan di detik2 terakhir saat kapal mulai tenggelam, Capt. Abdul Rivai masih terlihat berada di anjungan kapal sambil berpegangan pada kusen jendela.
Di tanggal 26 Januari Laut Jawa mengalami hujan deras, api menjalar ke ruang mesin di mana terdapat ruang bahan bakar yang tidak terisolasi. Pagi hari 27 Januari terjadi ledakan dan membuat air laut masuk ke ruang mesin (ruang proSENSOR dan ruang generator terisi air laut), yang membuat kapal menjadi miring 45° dan tenggelam 30 jam sejak percikan api pertama menjalar.
Kapal-kapal lain yang berada di sekitar lokasi, KM Sangihe, KM Adiguna Kurnia, KM Istana VI, KM Ilmamui, KM Niaga XXIX, dan beberapa kapal lain berusaha semampunya untuk menyelamatkan penumpang Tampomas II yang terapung-apung di laut setelah melompat dari kapal.
Sampai tanggal 29 Januari tim SaR gagal melakukan pencarian karena besarnya badai laut, dan 5 hari kemudian 80 orang yang selamat dalam sekoci ditemukan 150Km dari lokasi kejadian karamnya Tampomas. Estimasi tim menyebutkan 431 tewas (143 ditemukan mayatnya dan 288 hilang/karam bersama kapal) dan 753 berhasil diselamatkan. Sumber lain (pemerintah?) menyebutkan 666 tewas.
Berbagai cerita tragis dari penumpang yang selamat pun dituturkan. Ada seorang ibu yang terjun ke laut dengan anaknya yang masih bayi. Ketika tahu bayinya tak bernyawa lagi, ia pun tidak berusaha mengapung lagi membiarkan dirinya tenggelam. Tapi ketika ingat anaknya yang lebih besar masih hidup, ia tersadar dan berusaha tetap hidup. Lantai geladak luar kapal yang hanya terbuat dari plat baja tanpa pelapis kayu juga banyak memakan korban. Banyak penumpang panik yang tidak memakai alas kaki menjadi korban plat panas yang sedang terbakar itu. Proses penyelamatan yang lambat dan berlangsung selama 37 jam hingga kapal tenggelam membuat penumpang yang bertahan di geladak kapal harus bertahan tanpa makanan dan minuman. Dropping makanan dari udara tidak semuanya tepat pada lokasi penumpang.
Penumpang yang sempat menaiki sekoci penyelamat ternyata juga harus menjalani penderitaan. Selama 5 hari mereka terapung-apung di lautan di atas sekoci bersama sekitar 80-100 orang lainnya tanpa makanan. Sekoci yang kelebihan muatan itu bahkan sempat terbalik. Ketika berhasil dikembalikan ke posisi semula hanya tersisa 70 orang. Pada hari kelima barulah mereka menemukan daratan yaitu pulau Doang-doangan Sulawesi Selatan. Sesampai di darat 2 orang menghembuskan nafas terakhir.
Tak ada pejabat yang bertanggung jawab, semuanya berujung dengan kesalahan awak kapal. Hasil penyidikan Kejaksaan Agung yang menugaskan Bob Rusli Efendi Nasution sebagai Kepala Tim Perkara pun tidak ada tuntutan kepada pejabat yang saat itu memerintah. Skandal ini kemudian ditutup-tutupi oleh pemerintahan Suharto, kendati banyak tuntutan pengusutan dari sebagian anggota parlemen. Dalam suatu acara dengar pendapat yang diadakan oleh DPR-RI tentang kasus ini, Menteri Perhubungan menolak permintaan para wakil rakyat untuk menunjukkan laporan Bank Dunia yang merinci pembelian kapal bekas seharga US$8.5juta itu. Makelar kapal Tampomas II — Gregorius Hendra yang mengatur kontrak pembelian antara Jepang dan pemerintah Indonesia itu juga lepas dari tuntutan Kejaksaan Agung.
Semoga saja kejadian seperti ini tidak terjadi lagi dan seluruh rakyat Indonesia dapat berpergian tanpa kekhawatiran timbulnya musibah yang dapat merenggut nyawa mereka-mereka yang tidak tahu apa-apa.
Costa Concordia dan Tampomas II, Antara Kepengecutan dan Kepahlawanan
Costa Concordia dan Titanic
Ketika berita karamnya Kapal Costa Concordia menjadi headline di media cetak lengkap dengan fotonya, seketika ingatan kita tertumbuk kembali pada tragedi kapal Titanic pada tahun 1912. Foto pada headline berita begitu mirip dengan gambaran tragedi Titanic pada film Titanic.
Kisah Mengharukan
Kemudian ketika diberitakan adanya kisah mengharukan ketika karamnya kapal Concordia, lagi-lagi ingatan kita kembali tertaut pada kisah cinta pada film Titanic tersebut. Meskipun film Titanic hanya sebuah fiksi, tapi saya yakin kisah yang mengharukan pasti terjadi diantara kepanikan, kepasrahan maupun perjuangan menghadapi maut kala itu.
Salah satu kisah yang mengharukan dialami oleh Nicole Servel, 60. Kisahnya dalam drama penyelamatan tersebut hampir mirip dengan pengorbanan Jack Dawson demi menyelamatkan Rose DeWitt Bukater dalam film Titanic. Dia mengisahkan suaminya berkorban nyawa demi menyelamatkan dirinya. Suaminya, Francis, memberikan satu-satunya jaket penyelamat kepada servel sebelum kapal itu karam. “Suami saya menyuruh ‘Lompat, lompat!’, dan menambahkan ‘Jangan cemas, aku akan baik-baik saja’ pada saya,” tutur Nicole. Naas, suaminya tidak pernah terlihat lagi semenjak itu.
Liburan yang seharusnya menyenangkan hadiah dari anak-anak mereka harus berakhir menyedihkan hilangnya Francis. Dia termasuk dalam 29 orang hilang yang masih terus dicari oleh tim penyelamat di kapal Concordia dekat pulau Giglio Italia.
Costa Concordia vs Tampomas II (Kapten Francesco Schettino vs Kapten Abdul Rivai)
Tapi ketika muncul berita tentang kapten kapal Concordia yang berjiwa pengecut, justru saya teringat akan cerita yang sebaliknya, yaitu ketika tenggelamnya kapal Tampomas II, yang melahirkan sosok pahlawan Kapten Abdul Rivai.
Francesco Schettino sebagai kapten Costa Concordia telah bertindak ceroboh, bahkan boleh dibilang pengecut. Hal yang tidak selayaknya disandang oleh seorang kapten kapal, yang semestinya bertanggung jawab penuh terhadap keselamatan kapal dan penumpangnya. Beberapa kesalahannya sebagaimana dilansir beberapa media :
Sebagaimana kesaksian Monique Maurek (41) salah seorang penumpang, ia terlihat minum-minum di bar dan bermesaraan dengan seorang wanita tak lama sebelum kecelakaan terjadi.
Ia menambahkan, tidak ada peringatan atau arahan mengenai evakuasi ketika kecelakaan bermula.
Spoiler for Tampomas 2:
Syair di atas merupakan penggalan lagu dari Iwan Fals yang berjudul Celoteh Camar Tolol dan Cemar dari album Sumbang menggambarkan tragedi tenggelamnya kapal motor penumpang KMP Tampomas II milik PT. PELNI yang cukup tragis di sekitar kepulauan Masalembo (114°25′60″BT — 5°30′0″LS) Laut Jawa (termasuk ke dalam wilayah administratif provinsi Jawa Timur). KM Tampomas II terbakar di laut dan karam pada tanggal 27 Januari 1981, merenggut ratusan nyawa penumpangnya.
KM Tampomas II milik Pelni ini baru melakukan pelayaran perdananya pada bulan Mei 1980. Tapi bukan berarti ini kapal baru. KM Tampomas II dengan bobot mati 2420 ton dan mampu mengangkut penumpang 1250 sampai 1500 orang ini adalah kapal bekas yang dibeli oleh PT. PANN (Pengembangan Armada Niaga Nasional, BUMN) dari Komodo Marine Jepang. Dan PT. Pelni membeli secara mengangsur selama sepuluh tahun kepada PT. PANN. Kapal ini sebelumnya bernama MV. Great Emerald dibuat di Jepang tahun 1956 dan dimodifikasi tahun 1971. Dibeli dengan harga 8.3 juta dollar AS, yang menurut beberapa pihak terlalu mahal untuk sebuah kapal bekas yang sudah berusia sepuluh tahun. Begitu dioperasikan, kapal penumpang ini langsung digeber abis untuk melayani jalur Jakarta-Padang dan Jakarta-Ujung Pandang yang memang padat. Setiap selesai pelayaran, kabarnya kapal ini hanya diberi waktu istirahat 4 jam saja dan harus siap untuk pelayaran berikutnya. Perbaikan dan perawatan rutin terhadap mesin dan perlengkapan kapal pun cuma bisa dilaksanakan sekedarnya, padahal mengingat usianya kapal ini butuh perawatan yang jauh lebih cermat.
Tampomas II berlayar dari pelabuhan Tanjung Priok Jakarta hari Sabtu. 24 Januari 2008 pukul 19.00 menuju Sulawesi dengan membawa 191 kendaraan roda empat, sekitar 200-an sepeda motor dan 1054 penumpang terdaftar serta 82 kru kapal. Perkiraan mengatakan total manusia di kapal tersebut adalah 1442 orang (perkiraan tambahan penumpang gelap). Bahkan koki kapal yang selamat mengaku diperintahkan atasannya agar memasak untuk 2000 orang. Dalam kondisi badai laut di malam hari tanggal 25 Januari, beberapa bagian mesin mengalami kebocoran bahan bakar, diduga percikan api timbul dari puntung rokok yang melalui kipas ventilasi yang menjadi penyebab kebakaran. Para kru melihat dan gagal memadamkannya dengan tabung pemadam kebakaran portable. Api menjalar ke dek lain yang berisi muatan yang mudah terbakar, asap menjalar melalui jalur ventilasi dan tidak berhasil ditutup. Api semakin menjalar ke kompartemen mesin karena pintu dek terbuka. Selama dua jam tenaga utama mati, generator darurat pun gagal dan usaha memadamkan api seterusnya sudah tidak mungkin.
Tiga puluh menit setelah api muncul para penumpang diperintahkan untuk segera menaiki sekoci, hal ini pun sangat lambat sebab hanya satu jalan bagi penumpang untuk diturunkan ke sekoci. Sebagian penumpang terjun bebas ke laut menghindari kobaran api, sebagian lagi menunggu di dek dan panik menunggu pertolongan selanjutnya. Syahbandar pelabuhan Ujung Pandang mendapat berita dari KM Wayabula meneruskan informasi dari KM Sangihe yang tengah melakukan evakuasi bahwa Tampomas II terbakar di kepulauan Masalembo sekitar 220 mil dari Ujung Pandang. Ombak besar setinggi 7 – 10 meter dan angin kencang 10 – 15 knot menyulitkan penyelamatan sehingga KM Sangihe hanya dapat memindahkan 149 penumpang Tampomas II ke kapalnya. Saat kapal sudah mulai miring, Capt. Abdul Rivai (Nahkoda Kapal) masih tampak sibuk membagikan pelampung ke para penumpang yang tidak berani terjun ke laut. Bahkan di detik2 terakhir saat kapal mulai tenggelam, Capt. Abdul Rivai masih terlihat berada di anjungan kapal sambil berpegangan pada kusen jendela.
Spoiler for Tampomas 2 miring dan perlahan tenggelam:

Di tanggal 26 Januari Laut Jawa mengalami hujan deras, api menjalar ke ruang mesin di mana terdapat ruang bahan bakar yang tidak terisolasi. Pagi hari 27 Januari terjadi ledakan dan membuat air laut masuk ke ruang mesin (ruang proSENSOR dan ruang generator terisi air laut), yang membuat kapal menjadi miring 45° dan tenggelam 30 jam sejak percikan api pertama menjalar.
Kapal-kapal lain yang berada di sekitar lokasi, KM Sangihe, KM Adiguna Kurnia, KM Istana VI, KM Ilmamui, KM Niaga XXIX, dan beberapa kapal lain berusaha semampunya untuk menyelamatkan penumpang Tampomas II yang terapung-apung di laut setelah melompat dari kapal.
Sampai tanggal 29 Januari tim SaR gagal melakukan pencarian karena besarnya badai laut, dan 5 hari kemudian 80 orang yang selamat dalam sekoci ditemukan 150Km dari lokasi kejadian karamnya Tampomas. Estimasi tim menyebutkan 431 tewas (143 ditemukan mayatnya dan 288 hilang/karam bersama kapal) dan 753 berhasil diselamatkan. Sumber lain (pemerintah?) menyebutkan 666 tewas.
Berbagai cerita tragis dari penumpang yang selamat pun dituturkan. Ada seorang ibu yang terjun ke laut dengan anaknya yang masih bayi. Ketika tahu bayinya tak bernyawa lagi, ia pun tidak berusaha mengapung lagi membiarkan dirinya tenggelam. Tapi ketika ingat anaknya yang lebih besar masih hidup, ia tersadar dan berusaha tetap hidup. Lantai geladak luar kapal yang hanya terbuat dari plat baja tanpa pelapis kayu juga banyak memakan korban. Banyak penumpang panik yang tidak memakai alas kaki menjadi korban plat panas yang sedang terbakar itu. Proses penyelamatan yang lambat dan berlangsung selama 37 jam hingga kapal tenggelam membuat penumpang yang bertahan di geladak kapal harus bertahan tanpa makanan dan minuman. Dropping makanan dari udara tidak semuanya tepat pada lokasi penumpang.
Penumpang yang sempat menaiki sekoci penyelamat ternyata juga harus menjalani penderitaan. Selama 5 hari mereka terapung-apung di lautan di atas sekoci bersama sekitar 80-100 orang lainnya tanpa makanan. Sekoci yang kelebihan muatan itu bahkan sempat terbalik. Ketika berhasil dikembalikan ke posisi semula hanya tersisa 70 orang. Pada hari kelima barulah mereka menemukan daratan yaitu pulau Doang-doangan Sulawesi Selatan. Sesampai di darat 2 orang menghembuskan nafas terakhir.
Tak ada pejabat yang bertanggung jawab, semuanya berujung dengan kesalahan awak kapal. Hasil penyidikan Kejaksaan Agung yang menugaskan Bob Rusli Efendi Nasution sebagai Kepala Tim Perkara pun tidak ada tuntutan kepada pejabat yang saat itu memerintah. Skandal ini kemudian ditutup-tutupi oleh pemerintahan Suharto, kendati banyak tuntutan pengusutan dari sebagian anggota parlemen. Dalam suatu acara dengar pendapat yang diadakan oleh DPR-RI tentang kasus ini, Menteri Perhubungan menolak permintaan para wakil rakyat untuk menunjukkan laporan Bank Dunia yang merinci pembelian kapal bekas seharga US$8.5juta itu. Makelar kapal Tampomas II — Gregorius Hendra yang mengatur kontrak pembelian antara Jepang dan pemerintah Indonesia itu juga lepas dari tuntutan Kejaksaan Agung.
Semoga saja kejadian seperti ini tidak terjadi lagi dan seluruh rakyat Indonesia dapat berpergian tanpa kekhawatiran timbulnya musibah yang dapat merenggut nyawa mereka-mereka yang tidak tahu apa-apa.
Costa Concordia dan Tampomas II, Antara Kepengecutan dan Kepahlawanan
Costa Concordia dan Titanic
Ketika berita karamnya Kapal Costa Concordia menjadi headline di media cetak lengkap dengan fotonya, seketika ingatan kita tertumbuk kembali pada tragedi kapal Titanic pada tahun 1912. Foto pada headline berita begitu mirip dengan gambaran tragedi Titanic pada film Titanic.
Spoiler for Costa Concordia dan Titanic:

Kisah Mengharukan
Kemudian ketika diberitakan adanya kisah mengharukan ketika karamnya kapal Concordia, lagi-lagi ingatan kita kembali tertaut pada kisah cinta pada film Titanic tersebut. Meskipun film Titanic hanya sebuah fiksi, tapi saya yakin kisah yang mengharukan pasti terjadi diantara kepanikan, kepasrahan maupun perjuangan menghadapi maut kala itu.
Salah satu kisah yang mengharukan dialami oleh Nicole Servel, 60. Kisahnya dalam drama penyelamatan tersebut hampir mirip dengan pengorbanan Jack Dawson demi menyelamatkan Rose DeWitt Bukater dalam film Titanic. Dia mengisahkan suaminya berkorban nyawa demi menyelamatkan dirinya. Suaminya, Francis, memberikan satu-satunya jaket penyelamat kepada servel sebelum kapal itu karam. “Suami saya menyuruh ‘Lompat, lompat!’, dan menambahkan ‘Jangan cemas, aku akan baik-baik saja’ pada saya,” tutur Nicole. Naas, suaminya tidak pernah terlihat lagi semenjak itu.
Liburan yang seharusnya menyenangkan hadiah dari anak-anak mereka harus berakhir menyedihkan hilangnya Francis. Dia termasuk dalam 29 orang hilang yang masih terus dicari oleh tim penyelamat di kapal Concordia dekat pulau Giglio Italia.
Costa Concordia vs Tampomas II (Kapten Francesco Schettino vs Kapten Abdul Rivai)
Tapi ketika muncul berita tentang kapten kapal Concordia yang berjiwa pengecut, justru saya teringat akan cerita yang sebaliknya, yaitu ketika tenggelamnya kapal Tampomas II, yang melahirkan sosok pahlawan Kapten Abdul Rivai.
Francesco Schettino sebagai kapten Costa Concordia telah bertindak ceroboh, bahkan boleh dibilang pengecut. Hal yang tidak selayaknya disandang oleh seorang kapten kapal, yang semestinya bertanggung jawab penuh terhadap keselamatan kapal dan penumpangnya. Beberapa kesalahannya sebagaimana dilansir beberapa media :
Sebagaimana kesaksian Monique Maurek (41) salah seorang penumpang, ia terlihat minum-minum di bar dan bermesaraan dengan seorang wanita tak lama sebelum kecelakaan terjadi.
Ia menambahkan, tidak ada peringatan atau arahan mengenai evakuasi ketika kecelakaan bermula.
Diubah oleh dannz463 12-11-2012 19:06
0
24.4K
Kutip
27
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan