TELAH disebutkan di tulisan sebelumnya, Pangeran Mangkubumi sebelum menjadi Sultan Hamengku Buwono I adalah seorang panglima perang. Nalurinya sebagai militer tetap terbawa ketika akan membangun negeri Ngayogyakarta Hadiningrat. Memilih ibukota negara dan membangun istana, tetap memperhatikan keamanan dan pertahanan.

Istana atau kraton dikelilingi benteng tembok tebal, di depannya ada 'jagang' atau parit yang dalam supaya musuh tidak mudah menggapainya. Regol di dalam kraton juga ada tembok seperti perisai yang bisa menjadi pelindung jika ada orang berniat jahat sehingga tidak bisa langsung menyerang ke dalam. Taman Sari pun dibangun juga bermuatan strategi pertahanan.

Termasuk pula ketika Pangeran Mangkubumi memilih ibukota negara di Hutan Beringan. Bukan suatu kebetulan kalau ibukota Ngayogyakarta bisa selamat pada saat Gunung Merapi meletus. Dalam buku Kota Yogya 200 Tahun disebutkan Sultan Hamengku Buwono I sudah memperhitungkan. Gunung Merapi jika meletus dan lambungnya pecah belah lahar tidak akan mencapai Yogyakarta. Tetap akan mengarah ke Magelang, Boyolali dan Salatiga. Sebelumnya dikisahkan ketika masih menjadi Pangeran Mangkubumi, sudah sering naik turun puncak dan lereng Gunung Sundoro, Sumbing dan Merapi.

Pangeran Mangkubumi mengenal betul daerah tersebut, sehingga ketika memilih ibukota negara memperhatikan faktor alam demi keamanan. Ibukota negara Ngayogyakarta juga diapit dua sungai masing Code di timur dan Winanga di barat menyelamatkan kota dari incaran banjir.