- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Asal Muasal Penjajahan
TS
superstoreid
Asal Muasal Penjajahan
Diambil dari note teman di facebook, di kopi paste ke blog. Jadilah ini:
Pidaho Hari Pahlawan
Sir Andi Hakim Gelar Knight Order of Supreme Condom (ksatria pelindung utama)
Asal Muasal Penjajahan
Sodara-sodara sebangsa setanah air. Merdeka!
Pada hari ini kita mengenang kembali hari pahlawan. Sayangnya setelah lebih 65 tahun merdeka ternyata kita masih berperang sesama bangsa sendiri; Seperti baru-baru ini terjadi di Bentrok Lampung, konflik Sampang, tawuran SMA di Simpang Blok, juga bentrok soal harta gono-gini.
Rupanya kita lupa bahwa dulu kita pernah bersama-sama bersapu lidi; berjuang mengusir "penjajah."
Sodara-sodara
Apa sebetulnya yang dimaksud dengan "penjajahan".
Kata jajah, sebenarnya diambil dari istilah melayu pada masa lampau yaitu hukum "serah-jajah".
Jauh sebelum penjajah Belanda datang, bangsa kita tidak mengenal kepemilikan tanah secara individu. Masyrakat kita hidup dalam komune-komune yang erat dengan rasa persaudaraan dan kekeluargaan. Mereka saling tolong-menolong dan gotong royong, termasuk kebersamaan dalam penggunaan alat produksi utama yaitu tanah.
Tanah dimiliki dusun, kampung, nagari, atau kerajaan. Dimana kepada dusun, datuk atau raja mengatur pemberian hak garap ini kepada penduduk yang memang berniat menggarapnya. Nah hak desa menyerahkan tanah untuk digarap dikenal dengan istilah hukum "serah".
Dari hasil menggarap penduduk pun memberikan upeti atau sebagian dari panennya untuk disimpan di lumbung desa. Gunanya untuk mengambil bibit yang baik dan menjaga logistik kampung bila terjadi bencana.
Memberikan sebagian keuntungan bagi kepentinngan bersama ini yang disebut dengan istilah hukum "jajah". Di sebut jajah karena perhitungan buah/padi yang diambil adalah seperduapuluhlima dari luas tanah yang dijajah (dijalankan sambil membuat lobang bibit).
Dari kedua aturan "serah-jajah" ini perhubungan masyarakat Indonesia sebenarnya adalah masyarakat kolektif. Bangsa kita dasarnya adalah terjalin dari satu ikatan kuat bagaimana hak pribadi harus pula bertanggung jawab kepada masyarakat.
Struktur tanah sebagai alat produksi dan pengikat persaudaran masih terus dijaga dalam komune-komune, meski sekarang ini meregang.
Sampai kemudian masuknya perkebunan besar di era kolonial merusak aturan "serah-jajah" ini. Sebab tanah tidak lagi dibatas wewenang desa atau nagari melainkan telah dikapling-kapling berdasarkan komoditas (afdeling) kolonialis.
Tanah ini dijual kepada pembeli (bisa pemerintah kolonial sendiri maupun dijual kepada partikelir (swasta) yang umumnya orang asing) untuk digarap.
Raja atau kepala dusun ditiadakan fungsi pengaturnya dan diangkat sebagai sekedar pengawas atau administratur; Kedudukan yang disebut Umar Kayam awal dari lahir kelas priyayi.
Sodara-sodara sebangsa setanah air.
Hukum serah pun berganti dengan hukum "akad tanah" dimana salah satunya pemerintah kolonial menjamin keamanan bagi investor dengan mengangkat centeng berikut menyediakan tenaga kerja (budak) yang umumnya diambil dari Jawa, Madura, Bali dan Nusa Tenggara.
Bila kita perhatikan, sepertinya sampai sekarang praktik ini pun masih berlanjut. Misal diperkebunan-perkebunan sawit, di lampung, kalimantan, papua, yang mempekerjakan preman juga buruh yang digaji di bawah standar.
Sementara hak tanah yang kecil-kecil yang menjadi garapan petani dipaksa pula oleh kolonial belanda untuk mendukung produksi dengan mewajibkan semua "di serahkan" kepada perkebunan besar.
Jajah hasil panen ini tambah lama semakin besar permintaannya.
Di sisi lain petani pun dikenakan pajak penggunaan tanah. Artinya kolonialisme itu kejamnya minta ampun: sudah mengambil pajak tanah, ia pun meminta jajah hasil panen.
Akibat tidak dapat membayar pajak, maka Belanda merampas dengan memperbesar jajah panen milik bapak petani.
Di sinilah kemudian kita mengenal istilah "pen-jajah-an".
Sodara-sodaraku sebangsa setanah air.
Demikianlah jahatnya praktik penjajahan. Mereka mengambil tanah milik bangsa, memaksa rakyat jadi koelinya, merusak struktur masyarakat kita dan dan mengambil hasilnya bagi kekayaan mereka.
Maka dari itu sodara-sodara, mari kita fahamkan bahwa penjajahan di atas muka bumi harus dihapuskan; karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
Sekalig lagi Selamat Hari Berperang melawan Penjajah, Merdeka!.
Wassalam
Pidaho Hari Pahlawan
Sir Andi Hakim Gelar Knight Order of Supreme Condom (ksatria pelindung utama)
Asal Muasal Penjajahan
Sodara-sodara sebangsa setanah air. Merdeka!
Pada hari ini kita mengenang kembali hari pahlawan. Sayangnya setelah lebih 65 tahun merdeka ternyata kita masih berperang sesama bangsa sendiri; Seperti baru-baru ini terjadi di Bentrok Lampung, konflik Sampang, tawuran SMA di Simpang Blok, juga bentrok soal harta gono-gini.
Rupanya kita lupa bahwa dulu kita pernah bersama-sama bersapu lidi; berjuang mengusir "penjajah."
Sodara-sodara
Apa sebetulnya yang dimaksud dengan "penjajahan".
Kata jajah, sebenarnya diambil dari istilah melayu pada masa lampau yaitu hukum "serah-jajah".
Jauh sebelum penjajah Belanda datang, bangsa kita tidak mengenal kepemilikan tanah secara individu. Masyrakat kita hidup dalam komune-komune yang erat dengan rasa persaudaraan dan kekeluargaan. Mereka saling tolong-menolong dan gotong royong, termasuk kebersamaan dalam penggunaan alat produksi utama yaitu tanah.
Tanah dimiliki dusun, kampung, nagari, atau kerajaan. Dimana kepada dusun, datuk atau raja mengatur pemberian hak garap ini kepada penduduk yang memang berniat menggarapnya. Nah hak desa menyerahkan tanah untuk digarap dikenal dengan istilah hukum "serah".
Dari hasil menggarap penduduk pun memberikan upeti atau sebagian dari panennya untuk disimpan di lumbung desa. Gunanya untuk mengambil bibit yang baik dan menjaga logistik kampung bila terjadi bencana.
Memberikan sebagian keuntungan bagi kepentinngan bersama ini yang disebut dengan istilah hukum "jajah". Di sebut jajah karena perhitungan buah/padi yang diambil adalah seperduapuluhlima dari luas tanah yang dijajah (dijalankan sambil membuat lobang bibit).
Dari kedua aturan "serah-jajah" ini perhubungan masyarakat Indonesia sebenarnya adalah masyarakat kolektif. Bangsa kita dasarnya adalah terjalin dari satu ikatan kuat bagaimana hak pribadi harus pula bertanggung jawab kepada masyarakat.
Struktur tanah sebagai alat produksi dan pengikat persaudaran masih terus dijaga dalam komune-komune, meski sekarang ini meregang.
Sampai kemudian masuknya perkebunan besar di era kolonial merusak aturan "serah-jajah" ini. Sebab tanah tidak lagi dibatas wewenang desa atau nagari melainkan telah dikapling-kapling berdasarkan komoditas (afdeling) kolonialis.
Tanah ini dijual kepada pembeli (bisa pemerintah kolonial sendiri maupun dijual kepada partikelir (swasta) yang umumnya orang asing) untuk digarap.
Raja atau kepala dusun ditiadakan fungsi pengaturnya dan diangkat sebagai sekedar pengawas atau administratur; Kedudukan yang disebut Umar Kayam awal dari lahir kelas priyayi.
Sodara-sodara sebangsa setanah air.
Hukum serah pun berganti dengan hukum "akad tanah" dimana salah satunya pemerintah kolonial menjamin keamanan bagi investor dengan mengangkat centeng berikut menyediakan tenaga kerja (budak) yang umumnya diambil dari Jawa, Madura, Bali dan Nusa Tenggara.
Bila kita perhatikan, sepertinya sampai sekarang praktik ini pun masih berlanjut. Misal diperkebunan-perkebunan sawit, di lampung, kalimantan, papua, yang mempekerjakan preman juga buruh yang digaji di bawah standar.
Sementara hak tanah yang kecil-kecil yang menjadi garapan petani dipaksa pula oleh kolonial belanda untuk mendukung produksi dengan mewajibkan semua "di serahkan" kepada perkebunan besar.
Jajah hasil panen ini tambah lama semakin besar permintaannya.
Di sisi lain petani pun dikenakan pajak penggunaan tanah. Artinya kolonialisme itu kejamnya minta ampun: sudah mengambil pajak tanah, ia pun meminta jajah hasil panen.
Akibat tidak dapat membayar pajak, maka Belanda merampas dengan memperbesar jajah panen milik bapak petani.
Di sinilah kemudian kita mengenal istilah "pen-jajah-an".
Sodara-sodaraku sebangsa setanah air.
Demikianlah jahatnya praktik penjajahan. Mereka mengambil tanah milik bangsa, memaksa rakyat jadi koelinya, merusak struktur masyarakat kita dan dan mengambil hasilnya bagi kekayaan mereka.
Maka dari itu sodara-sodara, mari kita fahamkan bahwa penjajahan di atas muka bumi harus dihapuskan; karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
Sekalig lagi Selamat Hari Berperang melawan Penjajah, Merdeka!.
Wassalam
0
957
10
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan