Kaskus

News

likedis2Avatar border
TS
likedis2
Ulasan Dahlan Iskan vs Oknum Anggota DPR Tukang Palak (dari kacamata hukum)
TELAAH HUKUM

DAHLAN ISKAN

VS

OKNUM ANGGOTA DPR TUKANG PALAK


Penulis mencatat sudah cukup banyak para pengamat, mantan pejabat, sampai para politisi di DPR dan partai politik yang memberikan pendapatnya mengenai pengaduan Dahlan Iskan terhadap oknum Anggota DPR peminta jatah di depan BK DPR. Pendapat mereka mulai dari mendukung, tersinggung, menuding sang menteri sedang pencitraan, sampai menantang sang menteri agar buat laporan langsung saja ke penegak hukum seperti KPK atau kepolisian. Sehingga penulis merasa perlu memberikan pendapat dari kacamata hukum guna menjawab pertanyaan apakah memang permintaan jatah oleh oknum Anggota DPR itu suatu tindak pidana korupsi, apakah upaya penjelasan peristiwa dan penyerahan nama oknum Anggota DPR ke BK DPR oleh Dahlan Iskan sudah tepat, atau kenapa sang menteri tidak pernah mau mengungkapkan nama-nama oknum Anggota DPR peminta jatah tersebut secara terbuka.

Fakta Permintaan Jatah Oknum Anggota DPR

Telaah hukum dilakukan dengan ruang lingkup yang dibatasi hanya pada fakta-fakta berdasarkan laporan dan penjelasan Menneg BUMN Dahlan Iskan baik lisan maupun tertulis kepada BK DPR, yang disampaikan oleh beliau di media massa dan penulis rangkum, sebagai berikut:


1. Berdasarkan laporan dari Direksi beberapa BUMN yang memperoleh PMN (PT MNA dan PT Garam) tahun 2012 kepada Dahlan Iskan, diketahui bahwa ada permintaan berulang-ulang dari oknum Anggota DPR RI kepada Direksi tersebut, untuk meminta jatah sebagian dana PMN yang telah disetujui oleh pemerintah dan DPR.

2. Permintaan baik melalui percakapan telepon, sms, maupun dalam pertemuan tidak pernah dikabulkan dan dipenuhi oleh Direksi beberapa BUMN tersebut.

3. Meskipun yang aktif meminta dan menemui Direksi BUMN hanya 2 (dua) orang anggota DPR, namun kedua anggota DPR tersebut mengaku mewakili beberapa orang anggota DPR lainnya.


Pertanyaan

Ada beberapa pertanyaan penting sehubungan dengan peristiwa permintaan oknum Anggota DPR terhadap dana PMN beberapa BUMN, dan aksi Dahlan Iskan yang lebih memilih untuk menyampaikan aduan mengenai peristiwa permintaan jatah dana PMN oleh oknum Anggota DPR kepada BK DPR. Apabila jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penting ini sudah kita ketahui, maka penulis yakin dengan sendirinya kita akan dapat melihat secara clean and clear pokok permasalahan yang sesungguhnya terjadi serta pertimbangan hukum dari tindakan Dahlan Iskan dalam menanggapi permasalahan tersebut. Adapun pertanyaan-pertanyaan penting itu antara lain sebagai berikut:

1. Apakah permintaan jatah oleh oknum DPR RI terhadap sebagian dana PMN BUMN sebagaimana dijelaskan oleh Dahlan Iskan di depan BK DPR, merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan?

2. Apakah Dahlan Iskan perlu melaporkan upaya permintaan jatah oleh oknum Anggota DPR RI terhadap PMN BUMN ke KPK, Kepolisian atau Kejaksaan?

3. Apakah upaya Dahlan Iskan untuk menjelaskan peristiwa permintaan jatah oleh oknum Anggota DPR terhadap dana PMN BUMN kepada BK DPR sudah tepat?


Analisa Hukum

1. Ada beberapa delik korupsi dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU Tipikor”) yang telah mengatur ancaman pidana terhadap peristiwa pemberian hadiah atau janji (baca: uang) kepada penyelenggara Negara atau pegawai negeri. Delik korupsi ini terbagi menjadi 2 jenis delik, yakni:

1) Delik Suap;
2) Delik Pemerasan;

Ad.1) Delik suap dapat dikenakan baik terhadap si pemberi suap maupun penerima suap. Delik suap terhadap penyelenggara Negara atau pegawai negeri ini diatur pada Pasal 5, Pasal 6, 11, Pasal 12 huruf a, b, dan c, Pasal 12 A, Pasal 12 B, dan Pasal 13 UU Tipikor. Menurut penulis, ada 3 (tiga) hal esensial yang menjadi unsur dari delik suap ini, yaitu:

(1) Penyelenggara negara atau pegawai negeri sipil menerima hadiah atau janji;

(2) Adanya kesepahaman bahwa pemberian hadiah atau janji berkaitan dengan kekuasaan yang melekat pada jabatan;

(3) bertentangan dengan kewajiban dan atau tugasnya.

Merujuk fakta-fakta berdasarkan laporan dan penjelasan Menneg BUMN Dahlan Iskan baik lisan maupun tertulis kepada BK DPR, tidak pernah ada pemberian hadiah atau janji dari Direksi BUMN kepada oknum Anggota DPR RI dan permintaan jatah itu pun selalu ditolak oleh Direksi BUMN. Sehingga unsur esensi yang pertama dan kedua dari delik suap tidak terpenuhi. Dengan demikian, peristiwa permintaan jatah oleh oknum Anggota DPR RI bukan merupakan delik suap.

Ad.2) Sementara itu, delik pemerasan hanya dapat dikenakan terhadap si pemeras (penyelenggara Negara atau pegawai negeri). Delik pemerasan ini diatur pada Pasal 12 huruf e UU Tipikor. Unsur Pasal 12 huruf e UU Tipikor ini antara lain yaitu:

(1) Penyelenggara Negara atau pegawai negeri dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain;
(2) Secara melawan hukum atau menyalahgunakan kekuasaannya;
(3) Memaksa seseorang;
(4) Memberikan sesuatu, membayar, menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya.

Menurut pendapat R. Wiyono, S.H., dalam buku “Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”, halaman 109, selama orang yang dipaksa belum memenuhi apa yang dikehendaki oleh penyelenggara Negara atau pegawai negeri tersebut, maka penyelenggara Negara atau pegawai negeri bersangkutan tidak dapat dikenai delik pemerasan sebagaimana dimaksud Pasal 12 huruf e ini.

Sehingga merujuk fakta-fakta berdasarkan laporan dan penjelasan Menneg BUMN Dahlan Iskan baik lisan maupun tertulis kepada BK DPR, bahwa tidak pernah ada pemberian hadiah atau janji dari Direksi BUMN kepada oknum Anggota DPR RI dan permintaan jatah itu pun selalu ditolak oleh Direksi BUMN, maka permintaan jatah oleh oknum Anggota DPR RI tidak dapat dikenakan delik pemerasan.

Selain itu menurut penulis, oknum Anggota DPR RI tidak dalam posisi dapat menyalahgunakan kekuasaannya untuk melakukan pemaksaan kepada Direksi BUMN, mengingat dana PMN yang dimintakan jatahnya itu secara kelembagaan sudah diputuskan dan setujui oleh pemerintah dan DPR RI. Ketika permintaan jatah terjadi, dana PMN untuk BUMN tersebut telah dicairkan sehingga sudah tidak ada lagi kewenangan oknum Anggota DPR yang dapat disalahgunakan dalam rangka memaksa Direksi BUMN. Dengan demikian unsur memaksa seseorang pada delik pemerasan ini juga sangat sulit untuk dibuktikan.

Dari uraian-uraian di atas, menjadi terang dan jelas bahwa permintaan jatah sebagian dana PMN pada beberapa BUMN yang dilakukan oleh oknum Anggota DPR RI tersebut, menurut pendapat penulis tidak dapat dikenakan delik korupsi baik suap maupun pemerasan.
0
773
1
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan