- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Ada 281 Kepala Daerah Terjerat Pidana. Kota SBY Rekor 5.003 Laporan Korupsi


TS
yantique
Ada 281 Kepala Daerah Terjerat Pidana. Kota SBY Rekor 5.003 Laporan Korupsi
281 Kepala Daerah Terjerat Pidana
JAKARTA– Kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah terus mengalami peningkatan. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meliris sejak 2004-2012 sebanyak 281 kepala daerah menjadi tersangka dan terpidana.
Terakhir kasus Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Awang Faroek Ishak yang diperiksa kasus dugaan korupsi divestasi saham PT Kaltim Prima Coal saat dia menjabat bupati di Kutai Timur. Dalam kasus ini negara dirugikan hingga Rp576 miliar. Awang diperiksa tiga penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Rabu (7/11), di Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur. Padahal, Ketua Dewan Pertimbangan DPD Partai Golkar Kaltim ini sudah ditetapkan tersangka sejak 2,5 tahun lalu.
Selanjutnya ada Bupati Buol Amran Batalipu yang melakukan korupsi senilai Rp3 miliar terkait perizinan hak guna usaha kelapa sawit. Sebelumnya sejumlah kepala daerah juga sudah mendekam di penjara seperti Agusrin Najamudin (Gubernur Bengkulu), Basyrah Lubis (Bupati Padang Lawas), Satono (Bupati Lampung Timur),Mochtar Mohammad (Wali Kota Bekasi), dan Eep Hidayat (Bupati Subang), dan sebagainya.“Dua minggu lalu sudah ada 277 kepala daerah, sekarang bertambah menjadi 281,”kata Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Raydonnyzar Moenoek di Jakarta kemarin.
Doni, demikian Raydonnyzar biasa disapa,menyebutkan, dari 281 kepala daerah tersebut 70% di antaranya terlibat kasus korupsi.“Dari 281 kepala daerah itu ada yang terlibat tindak pidana umum, seperti pemalsuan ijazah, kasus perzinahan, dan penyalahgunaan jabatan. Tapi sebagian besar kepala daerah itu terlibat kasus korupsi,”bebernya.
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan, penyebab paling mendasar banyaknya kepala daerah korupsi karena biaya pilkada terlalu mahal.“Untuk jadi bupati bisa menghabiskan uang Rp20 miliar , apalagi untuk jadi gubernur bisa Rp50- 100 miliar,”ungkapnya.
Setelah terpilih jadi bupati/wali kota/gubernur, kepala daerah tersebut berupaya mengeruk uang rakyat untuk mengembalikan modal dan biasanya sekalian menumpuk harta sebanyak-banyaknya. Untuk mencegah biaya pilkada mahal perlu pengawasan ketat agar saat proses pemilihan tidak ada politik uang. “Misalnya biaya kampanye harus diawasi agar tidak sampai menyusup uang-uang pengusaha hitam atau mafia,”ujarnya.
5.003 Laporan Dugaan Korupsi di Surabaya
Di Kota Surabaya, Jawa Timur, pun kasus dugaan korupsi tergolong tinggi.Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima 5.003 laporan dugaan korupsi di Surabaya. Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK Dedie A Rachim menuturkan, ribuan laporan itumemang masuk ke meja KPK.Namun KPK belum menangani kasus satu per satu. “Kami memiliki prioritas kasus besar untuk dituntaskan. Jadi itu tahapannya,”ujar Dedie seusai seminar pencegahan korupsi di Ruang Sawunggaling, Balai Kota Surabaya,kemarin.
Menurut dia, KPK ingin menjadikan Surabaya sebagai zona integritas.Dengan pilihan itu,maka Kota Pahlawan nantinya akan menjadi percontohan penanganan korupsi di Indonesia. Untuk mewujudkan itu, KPK menjalin nota kesepahaman (MoU) dengan Pemerintah Kota Surabaya dalam pemberantasan korupsi. Dengan begitu, di tiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD) maupun instansi lain di jajaran Pemerintah Kota Surabaya tak lagi terjadi korupsi. “Kalaupun ada,bisa dilakukan deteksi dini dan dilakukan tindakan,”katanya.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menuturkan, nota kesepahaman memberikan peluang besar bagi pemerintahannya memberantas korupsi. Diamengakuiselamainibanyak laporanyangmasukkePemerintah Kota.“Hampir setiap hari selalu ada laporan dari kelurahan mana saja yang mengalami dugaan korupsi,”tuturnya
http://www.seputar-indonesia.com/new...erjerat-pidana
173 Kepala Daerah Hasil Pilkada Tersangkut Korupsi
Rabu, 9 Mei 2012 | 00:44 WIB
DENPASAR, KOMPAS.com — Pemilihan kepala daerah secara langsung yang telah berjalan sekitar delapan tahun ternyata banyak melahirkan pemimpin-pemimpin korup. Sedikitnya 173 kepala daerah, yang dipilih secara langsung dalam pilkada, tersangkut kasus korupsi. Jumlah ini 37 persen dari total kepala daerah yang dipilih langsung. Ekses negatif dari pilkada langsung adalah kecenderungan munculnya politik uang sehingga memaksa pemimpin terpilih untuk berusaha mengembalikan "modal" saat menjabat. "Money politic sangat tinggi dan memaksa orang yang terpilih harus mengembalikan biaya yang telah dikeluarkan," ujar Wakil Ketua MPR Lukman Hakim dalam seminar bertajuk "Tinjauan terhadap Pemilukada Langsung dalam Rangka Penguatan Sistem Demokrasi dan Otonomi Daerah" di Denpasar, Selasa (8/5/2012).
MPR kini tengah mencari formula yang tepat agar pilkada langsung terhindar dari beragam ekses negatif, khususnya politik uang. "Tujuan pemilukada langsung sebenarnya sangat baik agar kedaulatan rakyat dapat terpenuhi. Namun, sistem ini harus menjamin munculnya kepala daerah yang berkompeten dan memiliki kemampuan untuk untuk mengelola daerah," kata Lukman. Ketua Panitia Perancang Undang-Undang Dewan Perwakilan Daerah RI Wayan Sudhirta juga sepakat bahwa sistem pilkada langsung ini tetap berjalan karena masyarakat dapat menentukan pemimpinnya sendiri. Ia mengatakan, solusi sementara atas masalah politik uang dalam pilkada ini dapat dilakukan, salah satunya dengan memperketat aturan kampanye. "Teknis kampanye juga harus dibatasi, misalnya dengan melarang kampanye terbuka dan dibatasi hanya kampanye dialogis," jelas Sudhirta.
http://regional.kompas.com/read/2012...angkut.Korupsi
Pernyataan Ganjil Mendagri:
Tersangka Korupsi Boleh Maju Pilkada. Moralitas ''Gila'' macam apa ini?
Fri, 06/07/2012 - 13:30 WIB
JAKARTA,RIMANEWS- Bupati Buol Amran Batalipu yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi dan telah ditahan KPK, masih boleh maju dalam pilkada Buol. Namun, pencalonan Amran batal ketika status hukumnya menjadi terdakwa. Aturannya kalau masih tersangka boleh ikut pilkada. Kalau terdakwa, itu tidak boleh.''Pernyataan Mendagri ini di mata kaum intelektual dan masyarakat madani, jelas sudah ganjil dan gila. Krisis moral sudah menguasai mendagri dan istana, terkesan sudah gila semua pejabat era SBY, sebab semua tersangka boleh maju pilkada kalau belum terdakwa. Itu tak mendidik secara moral,'' kata seorang analis.
Secara moial, itu sudah gila, pejabat gila. Mustinya mendagri dan istana beri keteladanan, malah pembiaran dan permisiv. Itu ganjil, naif dan dianggap gila oleh rakyat dan para pembaca media ini. Korupsi adalah kejahatan extra ordinary, dan media ini antikorupsi. Namun kenapa pejabat negara tidak memberi keteladanan ? "Aturannya kalau masih tersangka boleh ikut pilkada. Kalau terdakwa, itu tidak boleh (maju pilkada). Nanti saya akan berkoordinasi dengan KPU," kata Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Jumat (6/7/2012), seusai rapat kabinet terbatas di Istana Negara. Seperti diberitakan, Bupati Buol Amran Batalipu yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi, akhirnya ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat dini hari (6/7/2012) di Buol, Sulawesi Tengah. Untuk mengamankan penangkapan terhadap Amran, tim KPK didukung langsung oleh tim dari Markas Komando Brigade Mobil Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Dukungan pasukan ini diperlukan, mengingat penangkapan pertama terhadap Bupati Buol pada 26 Juni lalu sempat gagal. Bahkan, ada anggota tim KPK yang mencegat Amran dengan menggunakan sepeda motor beberapa saat setelah dia menerima suap, justru ditabrak mobil yang ditumpangi Bupati Buol tersebut. Saat itu, KPK tak bisa berbuat banyak karena tak membawa pasukan yang cukup. Bahkan, ketika tim KPK mengejar hingga ke rumah dinas bupati, akhirnya KPK mengurungkan niat menangkap Amran setelah melihat banyak pendukungnya membawa senjata tajam. KPK menghindari terjadinya bentrokan dan jatuhnya korban tak bersalah hanya untuk menangkap Bupati Buol.
Rencananya, Amran akan langsung diterbangkan ke Jakarta. Amran dituding menerima suap dari Yani Anshori dan Gondo Sudjono, petinggi PT Hardaya Inti Plantation, perusahaan yang disebut-sebut dimiliki pengusaha Hartati Murdaya Poo. KPK telah meminta Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM untuk mencegah Hartati bepergian ke luar negeri. Bahkan, anggota Dewan Pembina Partai Demokrat tersebut juga rencananya akan segera dipanggil KPK untuk diperiksa
http://www.rimanews.com/read/2012070...gila-macam-apa
-------------------------
Sulit mau memberatntas korupsi, bahkan sudah tersangka korupsi saja, dibolehkan bertanding menjadi Pejabat Negara ....

JAKARTA– Kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah terus mengalami peningkatan. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meliris sejak 2004-2012 sebanyak 281 kepala daerah menjadi tersangka dan terpidana.
Terakhir kasus Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Awang Faroek Ishak yang diperiksa kasus dugaan korupsi divestasi saham PT Kaltim Prima Coal saat dia menjabat bupati di Kutai Timur. Dalam kasus ini negara dirugikan hingga Rp576 miliar. Awang diperiksa tiga penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Rabu (7/11), di Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur. Padahal, Ketua Dewan Pertimbangan DPD Partai Golkar Kaltim ini sudah ditetapkan tersangka sejak 2,5 tahun lalu.
Selanjutnya ada Bupati Buol Amran Batalipu yang melakukan korupsi senilai Rp3 miliar terkait perizinan hak guna usaha kelapa sawit. Sebelumnya sejumlah kepala daerah juga sudah mendekam di penjara seperti Agusrin Najamudin (Gubernur Bengkulu), Basyrah Lubis (Bupati Padang Lawas), Satono (Bupati Lampung Timur),Mochtar Mohammad (Wali Kota Bekasi), dan Eep Hidayat (Bupati Subang), dan sebagainya.“Dua minggu lalu sudah ada 277 kepala daerah, sekarang bertambah menjadi 281,”kata Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Raydonnyzar Moenoek di Jakarta kemarin.
Doni, demikian Raydonnyzar biasa disapa,menyebutkan, dari 281 kepala daerah tersebut 70% di antaranya terlibat kasus korupsi.“Dari 281 kepala daerah itu ada yang terlibat tindak pidana umum, seperti pemalsuan ijazah, kasus perzinahan, dan penyalahgunaan jabatan. Tapi sebagian besar kepala daerah itu terlibat kasus korupsi,”bebernya.
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan, penyebab paling mendasar banyaknya kepala daerah korupsi karena biaya pilkada terlalu mahal.“Untuk jadi bupati bisa menghabiskan uang Rp20 miliar , apalagi untuk jadi gubernur bisa Rp50- 100 miliar,”ungkapnya.
Setelah terpilih jadi bupati/wali kota/gubernur, kepala daerah tersebut berupaya mengeruk uang rakyat untuk mengembalikan modal dan biasanya sekalian menumpuk harta sebanyak-banyaknya. Untuk mencegah biaya pilkada mahal perlu pengawasan ketat agar saat proses pemilihan tidak ada politik uang. “Misalnya biaya kampanye harus diawasi agar tidak sampai menyusup uang-uang pengusaha hitam atau mafia,”ujarnya.
5.003 Laporan Dugaan Korupsi di Surabaya
Di Kota Surabaya, Jawa Timur, pun kasus dugaan korupsi tergolong tinggi.Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima 5.003 laporan dugaan korupsi di Surabaya. Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK Dedie A Rachim menuturkan, ribuan laporan itumemang masuk ke meja KPK.Namun KPK belum menangani kasus satu per satu. “Kami memiliki prioritas kasus besar untuk dituntaskan. Jadi itu tahapannya,”ujar Dedie seusai seminar pencegahan korupsi di Ruang Sawunggaling, Balai Kota Surabaya,kemarin.
Menurut dia, KPK ingin menjadikan Surabaya sebagai zona integritas.Dengan pilihan itu,maka Kota Pahlawan nantinya akan menjadi percontohan penanganan korupsi di Indonesia. Untuk mewujudkan itu, KPK menjalin nota kesepahaman (MoU) dengan Pemerintah Kota Surabaya dalam pemberantasan korupsi. Dengan begitu, di tiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD) maupun instansi lain di jajaran Pemerintah Kota Surabaya tak lagi terjadi korupsi. “Kalaupun ada,bisa dilakukan deteksi dini dan dilakukan tindakan,”katanya.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menuturkan, nota kesepahaman memberikan peluang besar bagi pemerintahannya memberantas korupsi. Diamengakuiselamainibanyak laporanyangmasukkePemerintah Kota.“Hampir setiap hari selalu ada laporan dari kelurahan mana saja yang mengalami dugaan korupsi,”tuturnya
http://www.seputar-indonesia.com/new...erjerat-pidana
173 Kepala Daerah Hasil Pilkada Tersangkut Korupsi
Rabu, 9 Mei 2012 | 00:44 WIB
DENPASAR, KOMPAS.com — Pemilihan kepala daerah secara langsung yang telah berjalan sekitar delapan tahun ternyata banyak melahirkan pemimpin-pemimpin korup. Sedikitnya 173 kepala daerah, yang dipilih secara langsung dalam pilkada, tersangkut kasus korupsi. Jumlah ini 37 persen dari total kepala daerah yang dipilih langsung. Ekses negatif dari pilkada langsung adalah kecenderungan munculnya politik uang sehingga memaksa pemimpin terpilih untuk berusaha mengembalikan "modal" saat menjabat. "Money politic sangat tinggi dan memaksa orang yang terpilih harus mengembalikan biaya yang telah dikeluarkan," ujar Wakil Ketua MPR Lukman Hakim dalam seminar bertajuk "Tinjauan terhadap Pemilukada Langsung dalam Rangka Penguatan Sistem Demokrasi dan Otonomi Daerah" di Denpasar, Selasa (8/5/2012).
MPR kini tengah mencari formula yang tepat agar pilkada langsung terhindar dari beragam ekses negatif, khususnya politik uang. "Tujuan pemilukada langsung sebenarnya sangat baik agar kedaulatan rakyat dapat terpenuhi. Namun, sistem ini harus menjamin munculnya kepala daerah yang berkompeten dan memiliki kemampuan untuk untuk mengelola daerah," kata Lukman. Ketua Panitia Perancang Undang-Undang Dewan Perwakilan Daerah RI Wayan Sudhirta juga sepakat bahwa sistem pilkada langsung ini tetap berjalan karena masyarakat dapat menentukan pemimpinnya sendiri. Ia mengatakan, solusi sementara atas masalah politik uang dalam pilkada ini dapat dilakukan, salah satunya dengan memperketat aturan kampanye. "Teknis kampanye juga harus dibatasi, misalnya dengan melarang kampanye terbuka dan dibatasi hanya kampanye dialogis," jelas Sudhirta.
http://regional.kompas.com/read/2012...angkut.Korupsi
Pernyataan Ganjil Mendagri:
Tersangka Korupsi Boleh Maju Pilkada. Moralitas ''Gila'' macam apa ini?
Fri, 06/07/2012 - 13:30 WIB
JAKARTA,RIMANEWS- Bupati Buol Amran Batalipu yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi dan telah ditahan KPK, masih boleh maju dalam pilkada Buol. Namun, pencalonan Amran batal ketika status hukumnya menjadi terdakwa. Aturannya kalau masih tersangka boleh ikut pilkada. Kalau terdakwa, itu tidak boleh.''Pernyataan Mendagri ini di mata kaum intelektual dan masyarakat madani, jelas sudah ganjil dan gila. Krisis moral sudah menguasai mendagri dan istana, terkesan sudah gila semua pejabat era SBY, sebab semua tersangka boleh maju pilkada kalau belum terdakwa. Itu tak mendidik secara moral,'' kata seorang analis.
Secara moial, itu sudah gila, pejabat gila. Mustinya mendagri dan istana beri keteladanan, malah pembiaran dan permisiv. Itu ganjil, naif dan dianggap gila oleh rakyat dan para pembaca media ini. Korupsi adalah kejahatan extra ordinary, dan media ini antikorupsi. Namun kenapa pejabat negara tidak memberi keteladanan ? "Aturannya kalau masih tersangka boleh ikut pilkada. Kalau terdakwa, itu tidak boleh (maju pilkada). Nanti saya akan berkoordinasi dengan KPU," kata Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Jumat (6/7/2012), seusai rapat kabinet terbatas di Istana Negara. Seperti diberitakan, Bupati Buol Amran Batalipu yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi, akhirnya ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat dini hari (6/7/2012) di Buol, Sulawesi Tengah. Untuk mengamankan penangkapan terhadap Amran, tim KPK didukung langsung oleh tim dari Markas Komando Brigade Mobil Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Dukungan pasukan ini diperlukan, mengingat penangkapan pertama terhadap Bupati Buol pada 26 Juni lalu sempat gagal. Bahkan, ada anggota tim KPK yang mencegat Amran dengan menggunakan sepeda motor beberapa saat setelah dia menerima suap, justru ditabrak mobil yang ditumpangi Bupati Buol tersebut. Saat itu, KPK tak bisa berbuat banyak karena tak membawa pasukan yang cukup. Bahkan, ketika tim KPK mengejar hingga ke rumah dinas bupati, akhirnya KPK mengurungkan niat menangkap Amran setelah melihat banyak pendukungnya membawa senjata tajam. KPK menghindari terjadinya bentrokan dan jatuhnya korban tak bersalah hanya untuk menangkap Bupati Buol.
Rencananya, Amran akan langsung diterbangkan ke Jakarta. Amran dituding menerima suap dari Yani Anshori dan Gondo Sudjono, petinggi PT Hardaya Inti Plantation, perusahaan yang disebut-sebut dimiliki pengusaha Hartati Murdaya Poo. KPK telah meminta Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM untuk mencegah Hartati bepergian ke luar negeri. Bahkan, anggota Dewan Pembina Partai Demokrat tersebut juga rencananya akan segera dipanggil KPK untuk diperiksa
http://www.rimanews.com/read/2012070...gila-macam-apa
-------------------------
Sulit mau memberatntas korupsi, bahkan sudah tersangka korupsi saja, dibolehkan bertanding menjadi Pejabat Negara ....

0
1.2K
3


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan