Kaskus

Entertainment

leptopIonAvatar border
TS
leptopIon
HIDUP MAHASISWA !!! >>> MAJU MAHASISWA !!!
emoticon-Angkat Beer"WELCOME TO MY THREAD" emoticon-Angkat Beer

jadi gini gan, ane dpet tugas dari dosen ilmu politik di kampus ane, suruh meng oposisi (kritik) tulisan yang ada di koran, dan wajib masuk ke koran, ane minta saran dan kritikannya gan supaya tulisan ane layak terbit di koran, baik dari gaya tulisan, kata"yang di gunakan, dan dari perspektif sudut pandang manapun guna membuat tulisan saya lebih berkembang
terimakasih sebelumnya
HIDUP MAHASISWA !!!


MENJAWAB TULISAN MOCHAMAD NAIM
“UNTIRTA, AYO BANGKIT.”
OLEH : MUHAMAD RIZON SYAUQI*

Membaca tulisan Bapak Mochamad Naim di salah satu koran lokal di Banten (senin, 15 Oktober 2012) yang berjudul “Untirta, Ayo Bangkit”, langsung mengerutkan dahi saya mengingat isi tulisan yang begitu jelas menggambarkan aroma ketidakbijaksaan dan ambisi akan sesuatu sang penulis. Tulisan beliau secara alamiah memanggil jiwa saya untuk menulis tulisan ini, tulisan yang di dasari oleh rasa cinta pada kampus, beserta dengan semua orang yang pernah mengeruk ilmu di sini (UNTIRTA).
Tulisan Ayo bangkit yang ditujukan Bapak Mochamad Naim memang jelas menggambarkan kondisi Untirta saat ini, tetapi beliau mencoba memberikan sedikit tekanan sana sini untuk mendapat perhatian publik sekaligus mencurahkan sedikit rasa bangganya (mengingat Bapak Mochamad Naim adalah alumni Untirta ).
Sebagai seorang alumni dari Universitas itu sendiri seyogyanya dapat memberikan kontribusi lebih melalui tulisan yang di muat, tetapi di sini justru Bapak Mochamad Naim hanya menceritakan dan berputar putar pada konteks sejarah dan lebih banyak menekan pada hal “harapan-harapan pribadinya”, sehingga para pembaca bila membaca secara singkat, dapat menyimpulkan bahwa tulisannya di terbitkan pada kejadian yang tidak tepat.
Dies Natalies yang di bayangkan pembaca adalah rentetan acara yang berlangsung begitu meriah di kampus Untirta sehingga menumbuhkan decak kagum para pembaca dan (khususnya) para pelajar SMA agar melihat lebih jauh sisi kelebihan Untirta dalam menyambut hari jadinya sebagai Universitas negeri satu – satunya di ranah para sultan ini. Penulis mungkin lupa, acara yang di lakukan untuk menyambut Dies Natalies menyiapkan banyak sekali acara dan persiapan. Dan sekali lagi Bapak Mochamad Naim tidak menyentuh itu . begitu janggal menurut hemat saya seorang alumni tidak menunjukan kebahagiaan menyambut hari ulang tahun kampusnya dahulu. Padahal acara Dies Natalies itu sangat meriah dan ramai sekali.
Tulisan Bapak Mochamad Naim kurang bisa di pertanggung jawabkan karena secara tidak langsung melucuti acara Dies Natalies Untirta. Dan saya sebagai ‘oposan cilik’ mencoba menganalis tulisan Bapak Mochamad Naim mengenai pemikiran mesumnya yang merudapaksa acara Dies Natalies menjadi seakan - akan tidak terasa atmosfer semangat merayakan, diantaranya yaitu :
Pertama, Tidak ada rasa semangat yang menggebu – gebu ketika membaca tulisan dari Bapak Mochamad Naim, padahal ini adalah momen yang terjadi setahun sekali, sangat di sayangkan bagi saya seorang alumni tidak memberikan kesan rasa bangganya pada kampus yang sudah membentuk jati dirinya tetapi ketika sudah lulus justru memberikan statemen yang rancu sekaligus tekanan di sana sini seolah - olah mengungkit ketika masih berstatus sebagai mahasiswa
Kedua, Tidak bisa di tebak secara pasti apa yang di pikirkan Bapak Mochamad Naim mengenai Dies Natalies tahun ini. Mengingat bahwa ini adalah ulang tahun yang ke 31, Beliau masih saja berkutat pada sejarah dan perkembangan yang menurut saya belum update (saya adalah mahasiswa Universitas yang sama dengan Bapak Mochamad Naim). Sehingga dapat dikatakan bias dalam hal konteks, teori yang didapat mungkin dari hasil mengingat ngingat.
Ketiga, Bapak Mochamad Naim terlalu berharap kepada mahasiswa untuk tidak hanya pintar dalam hal akademis, namun juga pintar dalam hal moral dan politik (paragraf 2). Di sini beliau lupa (atau jangan jangan sengaja tidak menuliskannya) bahwa ada satu hal yang tidak kalah penting, bahkan seharusnya menjadi dasar dari watak seorang mahasiswa. Yaitu pintar dalam hal “spiritual”. Moral adalah hal umum. Banyak manusia yang bermoral secara kasar tetapi tidak memiliki jiwa spiritual dalam qalbunya. Saya mulai prihatin dengan tulisan ini yang di buat tanpa memikirkan hal tersebut. Sifat religius wajib di miliki oleh setiap mahasiswa. Tanpa adanya kepintaran spiritual maka ilmu pengetahuan hanyalah topeng untuk menunjukkan kepribadiannya sebagai mahasiswa.
Fatal bagi saya seorang Bapak Mochamad Naim tidak mengendus bagian ini. Hasil perjalanannya selama ngampus menjadikan ideologi yang terbentuk hanyalah ideologi sampah yang membuat para pembaca meludah membaca tulisannya. Bapak Mochamad Naim harusnya sadar bahwa sudah banyak aksi mahasiswa yang menurut Beliau “pintar” dalam hal intelektual dan moral, tetapi sekali lagi beliau lupa bahwa mahasiswa suatu saat akan lulus dan keluar dari kampusnya. Mereka akan terjun sebagai pemimpin di masyarakat luas. Tanpa adanya kepintaran spiritual ini maka sia – sialah Ilmu pengetahuan yang dulu di elu elukan untuk wajib di miliki seluruh warga masyarakat Indonesia itu. Mereka akan terjebak dan merasakan sendiri bagaimana ketika akan melakukan suatu kebenaran di negeri tercinta ini imannya goyah ketika mengetahui mendapat mobil jika ‘mundur’, mendapat keamanan secara pribadi dan keluarga jika ‘diam’, dan mendapat komisi yang tidak disangka jika ‘menyingkir’ dari masalah (saya yakin Bapak Mochamad Naim lebih mengetahui hal ini ).
Keempat, Harapan – Harapan “memaksa” dari Bapak Mochamad Naim terlihat sangat jelas dan membuat saya geli. Pasalnya beliau sangat berharap terbentuknya Fakultas baru yaitu Fakultas Kedokteran (FK) yang saat ini masih di wacanakan dan relokasi program S1 ke daerah Sindangsari, supaya lokasi kampus yang saat ini, di fokuskan untuk program pasca sarjana (S2) saja. Memang tidak ada yang salah dengan ini, sekali lagi saya mencoba menganalis apa yang saya tangkap untuk membedah otak Bapak Mochamad Naim guna di teliti bersama.
Fakultas Kedokteran memang sangat sensitiv bagi Untirta jika benar – benar di bangun, pasti akan sangat mendobrak kredibilitasnya sebagai Universitas Negeri untuk di sejajarkan dengan PTN lainnya. Tapi sayangnya, sekali lagi sayangnya Bapak Mochamad Naim tidak sadar bahwa untuk membangun itu butuh perhatian khusus dan lama, pasti akan berdampak pada masalah internal dan eksternal (mengingat bahwa masuk jurusan kedokteran membutuhkan biaya yang sangat mahal) Saya yakin Rektor Untirta punya alasan kuat mengapa hal ini masih belum di kobar – kobarkan. Penulis mencoba membakar semangat warga untuk segera di bangun fakultas ini, padahal itu adalah tindakan yang kurang tepat di nilai dari aspek pikiran warga yang gampang tersulut sesuatu.
Kelima, Sebagai seorang negarawan, seharusnya Bapak Mochamad Naim mengetahui secara kasat mata apa yang di butuhkan saat ini di Untirta, bukan malah membuatnya berkesan harus banyak ber”Intropeksi”, sepertinya Bapak Mochamad Naim sadar betul apa kekurangan di kampus itu, namun Beliau ragu untuk mengungkapkan semua dan terlanjur menulis kata “INTROPEKSI” saja (untuk hal ini saya menunggu jawaban dari Bapak Mochamad Naim).
Tidak berniat ingin mengintimidasi siapapun, mengingat saya dan Bapak Mochamad Naim sama – sama menjejakan kaki di kampus yang sama, satu Almamater. Saya hanya menyanyangkan sikap seorang alumni yang sudah tau ranah perjuangan kampus di ranah para sultan ini, seharusnya lebih menempatkan diri sebagai orang yang mengajak dan menggelorakan hal yang menjadi penyemangat beliau saat menjadi mahasiswa. Bukan malah merendahkan pembaca dengan pemikiran dan ideologi yang bisa di patahkan dengan logika dan naluri warga.

*Penulis adalah Mahasiswa Semester I Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA) dan sedang mendalami Mata Kuliah Ilmu Politik.

0
2K
21
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan