KULONPROGO, suaramerdeka.com – Kepastian nasib dua situs bersejarah di calon lokasi pembangunan bandara di wilayah Kecamatan Temon harus dipindah atau bisa dipertahankan masih menunggu Izin Penetapan Lokasi (IPL) dan pengukuran kadasteral.
Menurut Sekretaris Daerah (Sekda) Kulonprogo, Budi Wibowo, bila nantinya berdasarkan pengukuran kadasteral ternyata situs Gunung Lanang dan situs Sidorejo tersebut berada di wilayah runway (landasan) maka tidak bisa dipertahankan dan perlu dipindahkan. Tapi bila berada di luar perkantoran, meskipun berada di dalam wilayah bandara masih ada kemungkinan dipertahankan.
"Kalau diluar perkantoran bisa, asal ketinggiannya tidak lebih dari 40 meter. Karena di zona 1 dengan radius dua km dari runway tidak boleh ada bangunan-bangunan yang ketinggiannya lebih dari 40 m," katanya, hari ini.
Situs tersebut nantinya akan terkena pembangunan atau bisa dilewati baru bisa diketahui secara pasti setelah dilakukan pengukuran kadasteral oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Budi mengatakan, pengukuran kadasteral sendiri baru akan dilakukan setelah Kementerian Perhubungan mengeluarkan IPL.
"Diharapkan akhir tahun ini IPL sudah keluar dari Kementerian Perhubungan. Kemudian dilanjutkan penghitungan kadasteral, pembebasan lahan pada 2013 dan akhir 2013 mulai relokasi," tuturnya.
Sebelumnya diberitakan, keberadaan dua situs warisan budaya di lokasi rencana pembangunan bandara di Kecamatan Temon diusulkan menjadi bahan kebijakan pihak pemrakarsa. Pemkab Kulonprogo telah menyerahkan dokumen sejarah situs tersebut kepada pemerintah provinsi.
Kedua situs tersebut yakni Gunung Lanang yang merupakan petilasan Raja Mataram, Sunan Amangkurat I, terletak di Dusun Bayeman, Desa Sindutan, dan situs Sidorejo di Dusun Sidorejo, Desa Glagah, berupa tubuh stupa lengkap dengan landasannya terbuat dari batu andesit, peninggalan masa Hindu-Budha.

Sumber

Buat agan yng uda ISO dan baik hati berkenan memberikan dan

Jangan timpukin ane pake