[quote=]


JAKARTA, KOMPAS.com — Dunia komodo (Varanus komodoensis) pun mengenal ketimpangan. Jika didudukkan dalam masalah jender seperti pada manusia, komodo betina lebih tertindas serta merana.

Hal tersebut terungkap dalam penelitian yang dipublikasikan di jurnal PLoS ONE pada 19 September 2012. Penelitian dipimpin oleh Tim S Jessop, zoolog dari Universitas Melbourne dan pakar di Kebun Binatang Victoria, Australia.

Sejumlah peneliti asal Indonesia juga terlibat dalam penelitian yang dilakukan selama lebih kurang delapan tahun tersebut. Peneliti Indonesia tersebut di antaranya Deni Purwandana dari Komodo Survival Program, Denpasar, Bali.

"Kami terkejut menemukan perbedaan antarjenis kelamin, terutama berkaitan dengan umur, antara komodo jantan dan betina," kata Jessop mengungkapkan hasil penelitian seperti dikutip Scientific American, Rabu (24/10/2012).

Deni mengungkapkan, "Berdasarkan model yang dikembangkan dari penelitian, perkiraan umur betina mencapai 30 tahun. Sementara yang jantan umurnya bisa lebih dari 50 tahun, bahkan ada yang diperkirakan mencapai 60 atau 70 tahun."

Publikasi di jurnal PLoS ONE sendiri mengungkap, berdasarkan 400 individu yang diteliti, umur betina paling tua adalah 32 tahun. Tak ada satu pun betina yang ditemukan berumur lebih dari 33 tahun.

Untuk ukuran tubuh, betina paling besar berukuran panjang 1,2 meter dengan berat sekitar 22 kilogram. Sementara pejantan berukuran lebih besar dengan panjang 1,5 meter dan berat bisa mencapai 70 kg.

Deni mengungkapkan, ukuran yang lebih kecil serta umurnya yang lebih pendek mencerminkan besarnya tantangan hidup yang dihadapi betina. Betina menghabiskan energi untuk kimpoi, bertelur, menggali sarang, menjaga telur, dan berburu.

"Setelah bertelur, betina terlihat sangat kurus. Ini kita bisa lihat dari pangkat ekornya. Sebelum bertelur, ekor tampak berbentuk bulat cembung, tetapi setelah bertelur tampak cekung," papar Deni saat dihubungi Kompas.com.

Saat menjaga telur, betina juga kurang asupan makanan, walaupun masih berburu. Karena sebab tersebut, betina menjadi rentan terhadap penyakit atau serangan komodo lainnya. Betina tampak memprihatinkan dan sangat merana.

Jantan, di sisi lain, memiliki kondisi yang menguntungkan untuk tumbuh lebih besar. Tantangan hidup pejantan tak seberat betina. Selain itu, jantan juga harus menghadapi pejantan lain berebut betina sehingga seolah dipaksa berevolusi menjadi lebih besar.

Jessop mengatakan, "Perbedaan ini terdengar mengerikan. Tapi, itulah strategi yang bekerja pada spesies itu. Dalam evolusinya, komodo telah menggunakan strategi ini selama ribuan tahun di pulau kecil, jadi jelas bahwa strategi itu bekerja. Jika tidak, pasti komodo sudah punah."

Deni pun mengungkapkan, perbedaan tersebut sebenarnya alami. Dengan perbedaan itu, bisa diperkirakan jumlah pejantan lebih banyak dari betina. Rasio populasi jantan dan betina sekitar 2 : 1.

"Ini alamiah saja. Bisa dibayangkan kalau jumlah betina lebih banyak, semua bertelur dan menetas. Berapa jumlah komodo nantinya, berapa rusa yang dibutuhkan untuk dimakan. Lalu, berapa rumput yang dibutuhkan rusa?" jelasnya.

Saat ini, habitat komodo mengalami perubahan. Perubahan iklim memperbesar curah hujan di sekitar Pulau Komodo. Akibatnya, terjadi perubahan pada ekosistem padang rumput dimana rusa hidup. Jumlah rusa berkurang dan dampaknya adalah kurangnya stok pakan komodo.

Kondisi tersebut membuat komodo betina lebih merana lagi. Rasio jenis kelamin dalam suatu spesies penting. Saat ini, rasio jantan betina masih dianggap normal. Namun, jika suatu saat jumlah betina sangat sedikit, eksistensi komodo bakal di ujung tanduk.
[/quote]

[quote=]
sumber: http://sains.kompas.com/read/2012/11...das.dan.Merana [/quote]

[quote=]
Jangan lupa di dan KOMENG gan,, supaya jd Hot Thread [/quote]