- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Buat yg masih mahasiswa wajib baca


TS
lampuhias
Buat yg masih mahasiswa wajib baca
ane baca2 berita nemu ini gan.. buat yang masih kuliah di baca..

just share
sumber


Quote:
Masih Pentingkah Skripsi ? – Sebuah pertanyaan yang relevan untuk dikaji dan dijawab dengan kacamata kedepan, kenapa saya mempertanyakan perlunya SKRIPSI sebagai persyaratan kelulusan calon sarjana.
Dari definisi SKRIPSI adalah ” sebuah karya ilmiah, dari hasil penelitian dan riset dibidang ilmu pengetahuan tertentu yang dilakukan oleh seorang mahasiswa kemudian ditulis dalam sebuah karya yang bernama SKRIPSI “
Dengan SKRIPSI tersebut diharapkan sang sarjana kelak menelorkan sebuah ide-ide hasil karyannya dibidang ilmu pengetahuan yang digelutinya. Namun apa kenyataannya, mungkin sudah ratusan ribu sarjana hingga professor dinegeri ini, namun sedikit sekali diantara para sarjana tersebut yang menelorkan ide-ide baru hasil karyanya demi membangun negeri ini.
Lulusan sarjana cenderung mencari lapangan kerja dibandingkan membuka lapangan kerja, sehingga amat disayangkan banyak sekali lulusan sarjana yang menganggur.
Dibidang hukum belum saya jumpai seorang profesor ahli hukum yang menelorkan ide hukum hasil pemikiran ilmiahnya, justru yang ada hanya para ahli plagiat atau melestarikan produk hukum peninggalan Belanda maupun hukum negara asing untuk diterapkan dinegeri ini.
Begitupula dibidang politik kecenderungan para profesor dan ahli politik yang ada dinegeri ini hanya mempopulerkan sebuah sistem perpolitikan karya orang asing dibandingkan membuat sistem politik baru hasil kajian ilmiahnya yang sesuai dengan adat dan budaya negeri ini.
Perekonomian yang carut marut adalah bukti para ahli ekonomi negeri ini hanya menguji coba strategi ekonomi dari ahli ekonomi asing untuk diterapkan dinegeri ini, dan lagi-lagi semuanya bukan karya sendiri. Mahasiswa selalu mencari semua dalam sebuah kumpulan jurnal yang banyak tersedia di internet saat ini.
Selain itu juga saya memiliki argumen kenapa skripsi sudah tidak relevan lagi untuk menjadi salah satu syarat kelulusan yaitu :
Saya yakin, hanya sedikit mahasiswa yang murni mengerjakan sendiri isi/materi skripsinya. Tanpa ada plagiat, copy–paste, ataupun membayar jasa seseorang untuk menyelesaikan skripsinya.
Apakah hasil penelitian benar dan jujur adanya ? Bukan lagi rahasia umum bahwa manipulasi data atau hasil penelitian kerap dilakukan mahasiswa dalam menyusun skripsinya. Jangankan skripsi, ironisnya, hasil penghitungan suara Pemilu saja dapat dimanipulasi.
Apakah di dunia kerja Anda dituntut untuk membuat skripsi ? Jawabannya adalah, Tidak. Hingga saat ini, saya tidak pernah melihat lowongan kerja untuk jabatan pembuat skripsi.
Pernahkah Anda mempersentase, berapa persen keuntungan yang diperoleh dalam menyusun skripsi. Lebih besar mana dengan pengalaman praktik kerja lapangan atau magang kerja?
Apakah skripsi tersebut bermanfaat? Untuk siapa? Masyarakat? Bangsa? Negara? Atau jangan-jangan untuk diri sendiripun kontribusinya hanya sedikit.
Pernahkah Anda menghitung lembaran kertas terbuang sia-sia hanya untuk menyelesaikan satu bab skripsi Anda? Berapa lembar yang direvisi dan digandakan? Silahkan hitung. Kemudian cukup Anda bayangkan, berapa mahasiswa yang sedang menyusun skripsi di kampus Anda? Kotamadya? Propinsi? Indonesia ? Lalu kaitkan dengan isu global warming, berapa juta pohon yang ditebang untuk memenuhi permintaan kertas tersebut ?
Layakkah mereka bergelar Sarjana atau Professor ? namun tiada sebuah karya ilmiah yang mereka munculkan ?
Skripsi sebagai karya ilmiah untuk mendapatkan gelar tersebut hanyalah seremonial belaka, ibarat buku tanpa makna.
Diera modern serba internet bila kita melalang buana didunia maya, tak jarang banyak kita jumpai sebuah situs yang memberikan jasa atau bahkan menjual skripsi.
Atau juga perilaku mahasiswa yang cenderung mensadur, mengcopas sebuah karya ilmiah [SKRIPSI] untuk disusun sebagai karyanya sendiri.
Bila kita kumpulkan Skripsi-skripsi dari beberapa universitas di Indonesia saya yakin pasti ada yang mirip atau bahkan sama persis, ini semua dikarenakan calon sarjana menyusun Skripsi bukan karena hasil karya ilmiahnya sendiri namun sebuah hasil saduran yang mereka peroleh dari berbagai fasilitas media yang ada saat ini.
SKRIPSI sebagai persyaratan kelulusan patut dipertanyakan, karena Skripsi yang banyak saat ini bukan lagi sebuah karya ilmiah yang asli.
Masih perlukah SKRIPSI ? kalau semuanya hanya akal-akalan semata ?
Silahkan jawab dengan kejujuran diri sendiri dan semoga ini bisa menjadi pertimbangan bagi para penentu kebijakan pendidikan di negeri kita ini.
Sedikit coretan dari orang awam semoga jadi renungan….
Dari definisi SKRIPSI adalah ” sebuah karya ilmiah, dari hasil penelitian dan riset dibidang ilmu pengetahuan tertentu yang dilakukan oleh seorang mahasiswa kemudian ditulis dalam sebuah karya yang bernama SKRIPSI “
Dengan SKRIPSI tersebut diharapkan sang sarjana kelak menelorkan sebuah ide-ide hasil karyannya dibidang ilmu pengetahuan yang digelutinya. Namun apa kenyataannya, mungkin sudah ratusan ribu sarjana hingga professor dinegeri ini, namun sedikit sekali diantara para sarjana tersebut yang menelorkan ide-ide baru hasil karyanya demi membangun negeri ini.
Lulusan sarjana cenderung mencari lapangan kerja dibandingkan membuka lapangan kerja, sehingga amat disayangkan banyak sekali lulusan sarjana yang menganggur.
Dibidang hukum belum saya jumpai seorang profesor ahli hukum yang menelorkan ide hukum hasil pemikiran ilmiahnya, justru yang ada hanya para ahli plagiat atau melestarikan produk hukum peninggalan Belanda maupun hukum negara asing untuk diterapkan dinegeri ini.
Begitupula dibidang politik kecenderungan para profesor dan ahli politik yang ada dinegeri ini hanya mempopulerkan sebuah sistem perpolitikan karya orang asing dibandingkan membuat sistem politik baru hasil kajian ilmiahnya yang sesuai dengan adat dan budaya negeri ini.
Perekonomian yang carut marut adalah bukti para ahli ekonomi negeri ini hanya menguji coba strategi ekonomi dari ahli ekonomi asing untuk diterapkan dinegeri ini, dan lagi-lagi semuanya bukan karya sendiri. Mahasiswa selalu mencari semua dalam sebuah kumpulan jurnal yang banyak tersedia di internet saat ini.
Selain itu juga saya memiliki argumen kenapa skripsi sudah tidak relevan lagi untuk menjadi salah satu syarat kelulusan yaitu :
Saya yakin, hanya sedikit mahasiswa yang murni mengerjakan sendiri isi/materi skripsinya. Tanpa ada plagiat, copy–paste, ataupun membayar jasa seseorang untuk menyelesaikan skripsinya.
Apakah hasil penelitian benar dan jujur adanya ? Bukan lagi rahasia umum bahwa manipulasi data atau hasil penelitian kerap dilakukan mahasiswa dalam menyusun skripsinya. Jangankan skripsi, ironisnya, hasil penghitungan suara Pemilu saja dapat dimanipulasi.
Apakah di dunia kerja Anda dituntut untuk membuat skripsi ? Jawabannya adalah, Tidak. Hingga saat ini, saya tidak pernah melihat lowongan kerja untuk jabatan pembuat skripsi.
Pernahkah Anda mempersentase, berapa persen keuntungan yang diperoleh dalam menyusun skripsi. Lebih besar mana dengan pengalaman praktik kerja lapangan atau magang kerja?
Apakah skripsi tersebut bermanfaat? Untuk siapa? Masyarakat? Bangsa? Negara? Atau jangan-jangan untuk diri sendiripun kontribusinya hanya sedikit.
Pernahkah Anda menghitung lembaran kertas terbuang sia-sia hanya untuk menyelesaikan satu bab skripsi Anda? Berapa lembar yang direvisi dan digandakan? Silahkan hitung. Kemudian cukup Anda bayangkan, berapa mahasiswa yang sedang menyusun skripsi di kampus Anda? Kotamadya? Propinsi? Indonesia ? Lalu kaitkan dengan isu global warming, berapa juta pohon yang ditebang untuk memenuhi permintaan kertas tersebut ?
Layakkah mereka bergelar Sarjana atau Professor ? namun tiada sebuah karya ilmiah yang mereka munculkan ?
Skripsi sebagai karya ilmiah untuk mendapatkan gelar tersebut hanyalah seremonial belaka, ibarat buku tanpa makna.
Diera modern serba internet bila kita melalang buana didunia maya, tak jarang banyak kita jumpai sebuah situs yang memberikan jasa atau bahkan menjual skripsi.
Atau juga perilaku mahasiswa yang cenderung mensadur, mengcopas sebuah karya ilmiah [SKRIPSI] untuk disusun sebagai karyanya sendiri.
Bila kita kumpulkan Skripsi-skripsi dari beberapa universitas di Indonesia saya yakin pasti ada yang mirip atau bahkan sama persis, ini semua dikarenakan calon sarjana menyusun Skripsi bukan karena hasil karya ilmiahnya sendiri namun sebuah hasil saduran yang mereka peroleh dari berbagai fasilitas media yang ada saat ini.
SKRIPSI sebagai persyaratan kelulusan patut dipertanyakan, karena Skripsi yang banyak saat ini bukan lagi sebuah karya ilmiah yang asli.
Masih perlukah SKRIPSI ? kalau semuanya hanya akal-akalan semata ?
Silahkan jawab dengan kejujuran diri sendiri dan semoga ini bisa menjadi pertimbangan bagi para penentu kebijakan pendidikan di negeri kita ini.
Sedikit coretan dari orang awam semoga jadi renungan….
just share
sumber
0
1.3K
Kutip
4
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan