I Made Wiryana

[URL="http://inet.detik..com/read/2012/05/25/105335/1924505/455/i-made-wiryana-anak-band-yang-jadi-cyber-paspampres"]detikINET[/URL] Jakarta - I Made Wiryana tampak hilir mudik di depan auditorium Universitas Gunadarma. Sesekali, dia menerima panggilan masuk atau membalas email melalui smartphonenya, menyapa orang yang datang dan mengobrol sebentar.

Made, demikian dia akrab disapa, saat ditemui sedang punya 'hajatan', yakni mengurus pemanfaatan teknologi di industri keuangan. Di sela kesibukannya, Made meluangkan waktunya berbincang dengan detikINET.

Profesi 'Gado-gado'



Jika ditanya apa profesinya, pria yang punya ciri khas mengenakan ransel kemana-mana ini lebih sering menyebutkan dirinya sebagai dosen. Namun di balik itu, ada banyak profesi digelutinya.

"Saya sehari-hari ya begini, campur-campur kerjaannya," kelakar Made. Ya, ibarat kutu loncat, dalam satu hari penyandang gelar Doktor dari Universitas Bielefeld, Jerman ini bisa berada di banyak tempat dengan profesi berbeda.

Selain mengajar, pria berkacamata ini kerap sibuk mengurus berbagai pertemuan atau seminar. Sebagai Koordinator Kerja Sama Luar Negeri di Universitas Gunadarma, Made juga aktif melakukan pertemuan guna mencarikan beasiswa bagi para mahasiswanya.

Jika sedang tidak di kampus, Made sibuk dengan tugas sebagai 'cyber Paspampres'. Maklum saja, dia bertanggung jawab dalam desain dan pengelolaan teknis situs kepresidenan. Tak hanya mengembangkan program, salah satu pelopor perkembangan Linux di Indonesia ini juga aktif menulis tentang teknologi.

Anak Band Kecebur Jadi Hacker



Di tengah kesibukan segudang, Made tak pernah melewatkan waktu senggangnya untuk jalan-jalan bersama sang istri tercinta Ernianti Hasibuan serta si cilik Madhava Nitisara Wiryana. Satu lagi, mungkin banyak yang tidak menyangka jika pria asli Bali ini juga sesekali menyalurkan hobinya bermain musik.

"Saya suka musik, hobi ngeband. Bahkan pernah cari duit dari main musik. Jenis musiknya apa saja tergantung job. Tapi itu sih jaman dahulu kala ya. Sekarang tidak sempat. Sesekali saja lah," kata Made seraya tertawa.

Ada cerita menarik mengenai hobinya tersebut. Siapa sangka, reputasinya sekarang sebagai salah satu hacker ternama dan penggiat teknologi justru dimulai dari kecintaannya terhadap musik.

"Dari SD memang suka otak-atik elektro. Tapi yang buat saya akhirnya benar-benar terjun ke IT sebenarnya karena saya suka musik, perkenalan dengan MIDI," kenangnya.

Made yang kala itu aktif bermain musik, kepincut dengan MIDI (Musical Instrument Digital Interface), standar hardware dan software internasional untuk saling bertukar data--seperti kode musik -- di antara perangkat musik elektronik dan komputer dari merek yang berbeda.

"MIDI waktu itu mulai ngetop, sekitar tahun 87-an di Indonesia itu masih sedikit yang menggeluti. Saya penasaran, bagaimana ya bisa bikin program seperti ini. Saya baca source code, lalu diulik. Akhirnya jadi suka komputer juga," tuturnya.

Pengalamannya itu diterapkan pria berkumis ini kepada mahasiswanya. Karena menurutnya, kesukaan akan membuat orang asyik menggeluti apa yang sedang ditekuninya.

"Makanya kalau bimbing skripsi mahasiswa pertanyaan saya, kamu suka apa? Hobi kamu apa? Kalau penelitiannya terkait dengan hobi tidak akan bosan, karena suka. Tapi kalau tidak hobi, penelitian akan bikin bete," ujarnya.

'Oleh-oleh' dari Jerman

Tinggal dan mengenyam pendidikan selama 10 tahun di Jerman, membuat Made punya banyak 'oleh-oleh' untuk dibagikan di kampung halaman. Selama di negeri Kanselir tersebut, Made banyak mempelajari apa yang positif di sana untuk diterapkan di Tanah Air.

Hasil pembelajaran dan pemikirannya itu pun dituangkan dalam berbagai tulisan, salah satunya buku berjudul 'From Germany With IT'. Di dalamnya, Made memaparkan proses yang dilakukan orang-orang Jerman hingga mencapai titik kesuksesannya.

"Di buku itu diceritakan bagaimana mereka mulai mengadopsi teknologi dari pemikiran ekonomis, kinerja tinggi dan keinginan mengontrol diri sendiri," ungkapnya.

Kemandirian penggunaan IT, adalah salah satu dari sekian banyak mimpinya yang ingin diwujudkan di negeri ini. Diakui Made, sepulang dari Jerman dirinya ingin mengerahkan apa yang dia bisa untuk memberikan lebih banyak kontribusi bagi Indonesia.

Itu pula salah satu pertimbangan Made menampik tawaran tinggal di Jerman. "Saya memutuskan untuk pulang. Lebih enak di sini," ujarnya seraya tertawa. Bukan tanpa sebab, Made merasa, dengan pulang kampung dia bisa berbuat banyak bagi masyarakat.

Selain itu, dari sisi finansial jujur diakuinya akan lebih baik jika dia tinggal di negara sendiri. "Di sana bisa dibilang gaji saya jauh lebih besar. Tapi biaya hidupnya kan juga tinggi. Ya, untuk hidup saya lebih suka di sini lah," katanya pria humoris ini.

Menyinggung banyaknya peneliti di luar negeri yang memutuskan untuk tidak kembali ke Indonesia, Made berpendapat hal itu tidak masalah. Yang terpenting menurutnya adalah berkontribusi bagi negeri sendiri.

"Dalam bentuk apapun. Misalnya, sekarang bisa melakukan pengajaran jarak jauh, kasih akses orang-orang kita untuk penelitian di sana. Tidak harus pulang, yang penting kontribusinya," jelas pria yang juga pernah mengenyam pendidikan S1 Fisika Universitas Indonesia dan S1 Teknik Informatika STIMIK Gunadarma ini.

Kontribusi Made juga dilakukan dengan rajin menulis buku dan artikel populer tentang teknologi. Tujuannya, berbagi ilmu dan memenuhi kebutuhan bacaan para pembelajar. Untuk itu dia berharap ada semakin banyak orang berilmu Indonesia yang membagi pengetahuannya.

"Masih sedikit peneliti yang membagi ilmu melalui tulisan populer, kebanyakan menulis paper akademik. Padahal masih banyak orang yang butuh. Ini menjadi tanggung jawab intelektual kepada masyarakat," simpulnya.


Smoga TS ane dapat memberikan infomasi dan inspirasi bagi agan-agan semua . . .

Jangan lupa ya biar makin HOT Gan #Okesip