- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
IDEOLOGI & TATANAN PERADABAN


TS
aulia54
IDEOLOGI & TATANAN PERADABAN
IDEOLOGI & TATANAN PERADABAN
Oleh : Aulia Agus Iswar
Dimuat di detik..com
[url]http://news.detik..com/read/2012/10/25/115625/2072683/471/ideologi-dan-tatanan-peradaban[/url]
Amerika liberal. Rusia dan China komunis. Indonesia Pancasilais. Sematan-sematan seperti itulah yg dianggap sebagai ideologi. Amerika berideologi liberal, Rusia dan China beriodeologi Komunis, Indonesia berideologi Pancasila.
Lalu apa itu ideologi? Kata ideologi sendiri diciptakan oleh Destutt de Tracy pada akhir abad ke-18 untuk mendefinisikan "sains tentang ide". Ideologi dapat dianggap sebagai visi yang komprehensif, sebagai cara memandang segala sesuatu, secara umum dan beberapa arah filosofis, atau sekelompok ide yang diajukan oleh kelas yang dominan pada seluruh anggota masyarakat. (Wikipedia)
Banyak sekali pakar yg mendefinisikan ideologi. Tapi dapat kita simpulkan, seperti sumber Wikipedia tadi, bahwa ideologi adalah sesuatu pemahaman dan pemikiran yg komprehensif yg mendasari segala tindakan hidup kita.
Ideologi yg paling berkembang saat ini adalah demokrasi, yaitu bentuk turunan liberalisme dalam ranah politik. Turunan liberalisme dalam ranah ekonomi dinamakan kapitalisme. Sedangkan ideologi yg menjadi antitesisnya adalah Marxisme yg kemudian melahirkan Komunisme dan Sosialisme dalam ranah politik dan ekonomi.
Ideologi-ideologi tadi adalah produk peradaban Eropa yg lahir setelah Renaissance, Revolusi Perancis dan Revolusi Industri (tahun 1700an) di Inggris. Karena masyarakat Eropa marah terhadap tatanan Gereja atas kondisi sosial pada saat itu, maka lahirlah ideologi liberalisme (demokrasi dan kapitalisme), Marxisme, Sosialisme, Individualisme, Nasionalisme, dst. Jika pada masa kegelapan (masa Gereja) tatanan bersifat teosentris, maka setelah Renaissance dan Revolusi Industri tatanan bersifat anthroposentris. Revolusi-revolusi inilah yg melahirkan imperialisme Eropa ke berbagai negara di Asia dan Afrika.
Lalu, ideologi liberalisme tadi diadopsi dan dibawa oleh orang-orang Inggris yg "hijrah" ke benua Amerika karena tidak bisa hidup "bebas" di Eropa. Mereka mendirikan negara Amerika. Hingga meletuslah Perang Dunia I dan II. Perang Dunia II dimenangkan oleh Amerika. Sedangkan ideologi Marxisme lebih diadopsi oleh negara-negara Eropa Timur termasuk Uni Sovyet dan China.
Sebagai pemenang PD II, Amerika telah berhasil membuka pasar. Mereka "jualan" demokrasi ke mana pun. Pada bidang ekonomi, pada tahun 1929, Amerika mengalami great depression, dengan berpedoman pada ekonomi aliran Klasik. Sebagai antitesisnya, kemudian aliran ekonomi yg diterapkan adalah Keynesian. Lalu direvisilah aliran ekonomi tersebut menjadi Neoklasik. Yg kemudian terevisi kembali menjadi neoliberalisme yg ditandai dengan munculnya Tatcherisme di Inggris dan Reaganisme di Amerika sekitar tahun 1980an.
Gelombang demokrasi cukup besar dan menyebar ke mana-mana. Sekarang pun ada gelombang sintesisnya, yaitu sosial demokrat di Eropa dan di negara-negara Amerika Selatan. Aliran ini, menurut Anthony Giddens dalam "The Third Way", disebut New Left (kiri baru), sebagai jalan ke-3 setelah jalan sosialisme dan jalan demokrasi. Bahkan pemerintah China masa Deng Xiao Ping pun pada tahun 1979 menerapkan kebijakan keterbukaan Gaige Kaifang, yaitu sistem politik komunis, tapi sistem ekonomi kapitalis. Hasilnya, seperti disebutkan David Harvey dalam "Neoliberalisme dan Restorasi Kelas Kapitalis", China mampu mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan yg tiada bandingnya dalam sejarah manusia. Soviet pun mengadaptasi demokrasi dalam bentuk Perestroika sebagai perlawanan terhadap terpuruknya kondisi sosial ekonomi di Uni Soviet kala itu (Gorbachev, Mikhail. "Perestroika, new thinking for our country and the world").
Demokrasi dan Kapitalisme : Tatanan Terakhir?
Demokrasi dan kapitalisme menjadi angin segar di mana-mana. Negara-negara yang tadinya miskin dan terbelakang, setelah mengadopsi demokrasi dan kapitalisme, menjadi berkembang. Johan Norberg dalam "In Defence of Global Capitalism" menjelaskan : "Pada saat ini hampir 60 orang sedang terangkat dari kemiskinan absolut mereka, setiap menit sepanjang hari.... Dalam waktu 25 tahun ke depan, standar hidup masyarakat di negara berkembang yg berukuran besar akan setara dengan standar hidup masyarakat Eropa...." Michael Backman dalam "Asia Future Shock" lebih konkret mengutarakan contoh negara Korea yg terbagi menjadi Korea Selatan dan Korea Utara. Korea Utara yg menganut komunisme menjadi negara yg terbelakang; Pyongyang seperti kota korban perang. Sebaliknya, Korea Selatan yg menganut demokrasi justeru menjadi negara maju.
Memang demokrasi memiliki efek positif bagi negara-negara. Tapi hal tersebut tidak bisa menegasikan ketimpangan yg besar antara negara-negara maju dengan negara-negara berkembang. Joseph Stiglitz dalam "Making Globalization Work" menyatakan bahwa kemiskinan di negara-negara berkembang meningkat. 40% dari 6.5 milyar penduduk dunia hidup dalam kemiskinan, seperenamnya hidup dalam kondisi sangat miskin. Afrika adalah negara yg kondisinya paling parah, di mana penduduk dengan kategori sangat miskin meningkat jumlahnya dari 41.6% menjadi 46.9% dalam kurun waktu 1981-2001.
Lalu pertanyaannya sekarang, apakah ideologi liberalisme (kapitalisme dan demokrasi) akan menjadi solusi bagi permasalahan global? Jika sejarah dan peradaban ideologi adalah sebuah proses pencarian tatanan, apakah tatanan liberalisme menjadi ideologi final dan klimaks dalam sejarah kejayaan global?
Francis Fukuyama dalam "The End of History and the Last Man" meyakini bahwa demokrasi liberal adalah sistem dan ideologi final dan terbaik dalam sejarah peradaban manusia. Artinya, setelah ini tidak ada lagi corak ideologi yg akan hidup kecuali liberalisme, yaitu politik demokrasi dan ekonomi kapital.
Untuk menjawab itu, mari kita telaah. Demokrasi tidak bisa terlepas dari yg namanya nasionalisme. Ideologi nasionalisme dimulai pada kuartal terakhir abad XVIII dan menyebar di Amerika dan Eropa, khususnya pada masa revolusi . Pada sepertiga terakhir abad XIX terjadilah nasionalisme gelombang kedua yg menyebar ke Eropa Timur dan Utara. Selanjutnya dekade awal dan pertengahan abad XX nasionalisme telah melanda Asia, Afrika, dst. (Smith, Anthony D. "Nationalism : Theory, Ideology and History").
Hasilnya kini penduduk dunia tersegregasi ke dalam negara-negara bangsa (nation state). Masing-masing memiliki otonomi penuh untuk mengelola negaranya sendiri. Namun kini eksistensi negara bangsa terancam. Negara bangsa tidak bisa memungkiri keharusan bergaul dengan dunia global. Dengan kemajuan teknologi yg sangat pesat, negara-negara kini telah terhubung dalam sebuah global village yg imajiner. Seolah-olah sekat negara sudah tidak terlalu menjadi penghalang; the borderless world. Kenichi Ohmae bahkan menggambarkannya ke dalam bentuk ekstrem sebagai "the end of the nation state", sebagai bangkitnya ekonomi regional/kawasan. Ken mengetengahkan contoh terbentuknya ekonomi kawasan seperti Uni Eropa, OPEC, ASEAN, NATO, G-70, dst. Nasionalisme jadi terancam di sini.
Kapitalisme berakar dari ajaran Protestan. Max Weber menjelaskan dalam "The Protestant ethic and the spirit of Capitalism" bahwa sebetulnya tidak ada pertentangan antara Protestanisme dan kapitalisme, bahkan Protestanismelah yg melahirkan kapitalisme. Lalu bagaimana dengan corak kapitalisme yg terus-menerus berganti dari Klasik ke Keynes, lalu ke Neoklasik / Neoliberalisme? Kini pun Neoklasik dianggap gagal dalam mensejahterakan seluruh penduduk dunia secara adil dan merata. Karena itu lahir sebuah pemikiran baru dalam dunia Kapitalisme, yaitu ekonomi kelembagaan.
Krisis demi krisis terus terjadi, karena ada bubble of economics. Sistem ekonomi kapitalisme seperti menunggu kehancurannya. Bahkan implikasi krisis ini juga berefek secara luas yg digambarkan oleh Francis Fukuyama sebagai "The great disruption" bahwa sekarang problem-problem sosial politik juga melanda Barat dalam stadiumnya yg kritis. Bahkan salah seorang pelaku kapitalisme, George Soros, dalam bukunya "The crisis of global capitalism : open society endangered", juga mengkritik kapitalisme itu sendiri. Soros menegaskan bahwa krisis-krisis yg terjadi dewasa ini adalah karena teori ekonomi yg tidak tepat. Teori ekonomi menenekankan pada titik ekuilibrium, padahal ekuilibrium tidak pernah terjadi dalam dunia nyata.
to be continued bellow
Oleh : Aulia Agus Iswar
Dimuat di detik..com
[url]http://news.detik..com/read/2012/10/25/115625/2072683/471/ideologi-dan-tatanan-peradaban[/url]
Amerika liberal. Rusia dan China komunis. Indonesia Pancasilais. Sematan-sematan seperti itulah yg dianggap sebagai ideologi. Amerika berideologi liberal, Rusia dan China beriodeologi Komunis, Indonesia berideologi Pancasila.
Lalu apa itu ideologi? Kata ideologi sendiri diciptakan oleh Destutt de Tracy pada akhir abad ke-18 untuk mendefinisikan "sains tentang ide". Ideologi dapat dianggap sebagai visi yang komprehensif, sebagai cara memandang segala sesuatu, secara umum dan beberapa arah filosofis, atau sekelompok ide yang diajukan oleh kelas yang dominan pada seluruh anggota masyarakat. (Wikipedia)
Banyak sekali pakar yg mendefinisikan ideologi. Tapi dapat kita simpulkan, seperti sumber Wikipedia tadi, bahwa ideologi adalah sesuatu pemahaman dan pemikiran yg komprehensif yg mendasari segala tindakan hidup kita.
Ideologi yg paling berkembang saat ini adalah demokrasi, yaitu bentuk turunan liberalisme dalam ranah politik. Turunan liberalisme dalam ranah ekonomi dinamakan kapitalisme. Sedangkan ideologi yg menjadi antitesisnya adalah Marxisme yg kemudian melahirkan Komunisme dan Sosialisme dalam ranah politik dan ekonomi.
Ideologi-ideologi tadi adalah produk peradaban Eropa yg lahir setelah Renaissance, Revolusi Perancis dan Revolusi Industri (tahun 1700an) di Inggris. Karena masyarakat Eropa marah terhadap tatanan Gereja atas kondisi sosial pada saat itu, maka lahirlah ideologi liberalisme (demokrasi dan kapitalisme), Marxisme, Sosialisme, Individualisme, Nasionalisme, dst. Jika pada masa kegelapan (masa Gereja) tatanan bersifat teosentris, maka setelah Renaissance dan Revolusi Industri tatanan bersifat anthroposentris. Revolusi-revolusi inilah yg melahirkan imperialisme Eropa ke berbagai negara di Asia dan Afrika.
Lalu, ideologi liberalisme tadi diadopsi dan dibawa oleh orang-orang Inggris yg "hijrah" ke benua Amerika karena tidak bisa hidup "bebas" di Eropa. Mereka mendirikan negara Amerika. Hingga meletuslah Perang Dunia I dan II. Perang Dunia II dimenangkan oleh Amerika. Sedangkan ideologi Marxisme lebih diadopsi oleh negara-negara Eropa Timur termasuk Uni Sovyet dan China.
Sebagai pemenang PD II, Amerika telah berhasil membuka pasar. Mereka "jualan" demokrasi ke mana pun. Pada bidang ekonomi, pada tahun 1929, Amerika mengalami great depression, dengan berpedoman pada ekonomi aliran Klasik. Sebagai antitesisnya, kemudian aliran ekonomi yg diterapkan adalah Keynesian. Lalu direvisilah aliran ekonomi tersebut menjadi Neoklasik. Yg kemudian terevisi kembali menjadi neoliberalisme yg ditandai dengan munculnya Tatcherisme di Inggris dan Reaganisme di Amerika sekitar tahun 1980an.
Gelombang demokrasi cukup besar dan menyebar ke mana-mana. Sekarang pun ada gelombang sintesisnya, yaitu sosial demokrat di Eropa dan di negara-negara Amerika Selatan. Aliran ini, menurut Anthony Giddens dalam "The Third Way", disebut New Left (kiri baru), sebagai jalan ke-3 setelah jalan sosialisme dan jalan demokrasi. Bahkan pemerintah China masa Deng Xiao Ping pun pada tahun 1979 menerapkan kebijakan keterbukaan Gaige Kaifang, yaitu sistem politik komunis, tapi sistem ekonomi kapitalis. Hasilnya, seperti disebutkan David Harvey dalam "Neoliberalisme dan Restorasi Kelas Kapitalis", China mampu mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan yg tiada bandingnya dalam sejarah manusia. Soviet pun mengadaptasi demokrasi dalam bentuk Perestroika sebagai perlawanan terhadap terpuruknya kondisi sosial ekonomi di Uni Soviet kala itu (Gorbachev, Mikhail. "Perestroika, new thinking for our country and the world").
Demokrasi dan Kapitalisme : Tatanan Terakhir?
Demokrasi dan kapitalisme menjadi angin segar di mana-mana. Negara-negara yang tadinya miskin dan terbelakang, setelah mengadopsi demokrasi dan kapitalisme, menjadi berkembang. Johan Norberg dalam "In Defence of Global Capitalism" menjelaskan : "Pada saat ini hampir 60 orang sedang terangkat dari kemiskinan absolut mereka, setiap menit sepanjang hari.... Dalam waktu 25 tahun ke depan, standar hidup masyarakat di negara berkembang yg berukuran besar akan setara dengan standar hidup masyarakat Eropa...." Michael Backman dalam "Asia Future Shock" lebih konkret mengutarakan contoh negara Korea yg terbagi menjadi Korea Selatan dan Korea Utara. Korea Utara yg menganut komunisme menjadi negara yg terbelakang; Pyongyang seperti kota korban perang. Sebaliknya, Korea Selatan yg menganut demokrasi justeru menjadi negara maju.
Memang demokrasi memiliki efek positif bagi negara-negara. Tapi hal tersebut tidak bisa menegasikan ketimpangan yg besar antara negara-negara maju dengan negara-negara berkembang. Joseph Stiglitz dalam "Making Globalization Work" menyatakan bahwa kemiskinan di negara-negara berkembang meningkat. 40% dari 6.5 milyar penduduk dunia hidup dalam kemiskinan, seperenamnya hidup dalam kondisi sangat miskin. Afrika adalah negara yg kondisinya paling parah, di mana penduduk dengan kategori sangat miskin meningkat jumlahnya dari 41.6% menjadi 46.9% dalam kurun waktu 1981-2001.
Lalu pertanyaannya sekarang, apakah ideologi liberalisme (kapitalisme dan demokrasi) akan menjadi solusi bagi permasalahan global? Jika sejarah dan peradaban ideologi adalah sebuah proses pencarian tatanan, apakah tatanan liberalisme menjadi ideologi final dan klimaks dalam sejarah kejayaan global?
Francis Fukuyama dalam "The End of History and the Last Man" meyakini bahwa demokrasi liberal adalah sistem dan ideologi final dan terbaik dalam sejarah peradaban manusia. Artinya, setelah ini tidak ada lagi corak ideologi yg akan hidup kecuali liberalisme, yaitu politik demokrasi dan ekonomi kapital.
Untuk menjawab itu, mari kita telaah. Demokrasi tidak bisa terlepas dari yg namanya nasionalisme. Ideologi nasionalisme dimulai pada kuartal terakhir abad XVIII dan menyebar di Amerika dan Eropa, khususnya pada masa revolusi . Pada sepertiga terakhir abad XIX terjadilah nasionalisme gelombang kedua yg menyebar ke Eropa Timur dan Utara. Selanjutnya dekade awal dan pertengahan abad XX nasionalisme telah melanda Asia, Afrika, dst. (Smith, Anthony D. "Nationalism : Theory, Ideology and History").
Hasilnya kini penduduk dunia tersegregasi ke dalam negara-negara bangsa (nation state). Masing-masing memiliki otonomi penuh untuk mengelola negaranya sendiri. Namun kini eksistensi negara bangsa terancam. Negara bangsa tidak bisa memungkiri keharusan bergaul dengan dunia global. Dengan kemajuan teknologi yg sangat pesat, negara-negara kini telah terhubung dalam sebuah global village yg imajiner. Seolah-olah sekat negara sudah tidak terlalu menjadi penghalang; the borderless world. Kenichi Ohmae bahkan menggambarkannya ke dalam bentuk ekstrem sebagai "the end of the nation state", sebagai bangkitnya ekonomi regional/kawasan. Ken mengetengahkan contoh terbentuknya ekonomi kawasan seperti Uni Eropa, OPEC, ASEAN, NATO, G-70, dst. Nasionalisme jadi terancam di sini.
Kapitalisme berakar dari ajaran Protestan. Max Weber menjelaskan dalam "The Protestant ethic and the spirit of Capitalism" bahwa sebetulnya tidak ada pertentangan antara Protestanisme dan kapitalisme, bahkan Protestanismelah yg melahirkan kapitalisme. Lalu bagaimana dengan corak kapitalisme yg terus-menerus berganti dari Klasik ke Keynes, lalu ke Neoklasik / Neoliberalisme? Kini pun Neoklasik dianggap gagal dalam mensejahterakan seluruh penduduk dunia secara adil dan merata. Karena itu lahir sebuah pemikiran baru dalam dunia Kapitalisme, yaitu ekonomi kelembagaan.
Krisis demi krisis terus terjadi, karena ada bubble of economics. Sistem ekonomi kapitalisme seperti menunggu kehancurannya. Bahkan implikasi krisis ini juga berefek secara luas yg digambarkan oleh Francis Fukuyama sebagai "The great disruption" bahwa sekarang problem-problem sosial politik juga melanda Barat dalam stadiumnya yg kritis. Bahkan salah seorang pelaku kapitalisme, George Soros, dalam bukunya "The crisis of global capitalism : open society endangered", juga mengkritik kapitalisme itu sendiri. Soros menegaskan bahwa krisis-krisis yg terjadi dewasa ini adalah karena teori ekonomi yg tidak tepat. Teori ekonomi menenekankan pada titik ekuilibrium, padahal ekuilibrium tidak pernah terjadi dalam dunia nyata.
to be continued bellow
Diubah oleh aulia54 14-11-2012 06:22
0
2.3K
14


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan