TS
Bgr356
kisah guru sufi mencari tuhan [harus simak]
Quote:
ARTIKEL BERIKUT INI ADALAH PENUTURAN GURU SUFI BAWA MUHAIYADDEEN (ASLINYA BERJUDUL “DIVINE ASSEMBLY” DITERJEMAHKAN DARI BUKU THE TREE THAT FELL TO THE WEST) YANG SUDAH BEREDAR DI DUNIA MAYA YANG MENCERITAKAN TENTANG PERJALANAN SPIRITUALNYA. MONGGO DISIMAK UNTUK MEMPERKAYA WAWASAN KITA BERSAMA
KISAH
Quote:
Pencarian saya akan Tuhan berlangsung 21 tahun lamanya pada tahap pertama: tahapan syari’at. Saya pergi mencari Tuhan di pura dan candi-candi, gereja, masjid-masjid — tanpa makan, minum dan tidur, selama 21 tahun. Dan sepanjang itu pula saya menemui para tokoh, swami atau yogi. Pengalaman bersama mereka seperti meyakinkan saya bahwa walaupun apa yang mereka ajarkan tampak benar, namun terasa seperti tanpa garam, tak berasa apa-apa. Saat saya tanyakan apakah mereka melihat Tuhan, mereka tak sanggup menjelaskan-Nya. Kata-kata mereka hambar. Mereka sempat mengatakan bahwa satu-satunya jalan untuk melihat Tuhan adalah dengan bersemedi. Maka saya pun mendaki bukit di hutan, duduk di bawah sebuah pohon, menutup mata dan bersemedi 41 tahun lamanya. Namun saya tetap tak melihat Tuhan. Meski banyak hal tampil di sana, kerlap-kerlip, kilau cahaya dan berbagai keajaiban, namun kala saya acungkan senjata yang diberikan guru, mereka pun habis terbakar, pupus.
Saya telah bertemu banyak tokoh agama, swami, orang-orang suci yang datang meminta tolong kepada saya, karena tak mampu menunjuki apapun. Mereka mohon perlindungan. Mereka meminta agar saya tak menghancurkan mereka. Lantaran tak seorang pun sanggup memenuhi apa yang saya inginkan, saya pun mengurung diri ke pegunungan Himalaya selama 12 tahun. Di puncak gunung, di atas sana, saya berdiri dengan satu kaki pada bekas tetesan air yang telah membeku yang kelihatan seperti akar sebuah pohon. Saya berdiri seperti itu 12 tahun lamanya, berharap untuk dapat melihat Tuhan. Jika kalian mencoba berdiri dengan posisi yoga seperti itu, kalian tak akan sanggup membengkokkan tubuh.
Setelah 12 tahun waktu berjalan, saya pun terbangun dan menemukan tubuh saya telah tertutup es dan ditangkupi kabut tebal. Saya gunakan senjata dari guru untuk memecah es itu, dan seketika itu pun saya menyaksikan sebuah pemandangan yang luar biasa. Saya melihat banyak orang, yakni mereka yang telah begitu lama berada di tempat itu, mereka yang berdiri dengan dua kaki, dan mereka yang tertidur atau yang sekedar beristirahat beberapa tahun. Kebanyakan mereka tak sanggup bertahan dan meninggalkan tempat itu setelah sekian lama. Saya juga melihat bangkai-bangkai orang mati di sekeliling saya. Beberapa di antaranya tanpa jantung atau bahkan tak lagi berdaging, sementara yang lainnya benar-benar hanya tinggal tengkorak. Mereka adalah orang-orang yang datang untuk yoga, namun mereka tak lagi bernyawa. Saya katakan kepada pikiran saya sendiri, “Lihatlah, pikiranku, engkau telah menyia-nyiakan masa hidupku. Aku menghabiskan 70 tahun mencoba menemukan Tuhan, namun tak sedikit pun suara-Nya, kata-kata-Nya atau bahkan gaung-Nya terdengar. Kita berdua telah membuang waktu sia-sia. Demikian pula orang-orang di sini, mereka binasa di tengah jalan. Tuhan tidak di sini, aku harus mencarinya lebih jauh.” Saya pun turun dan pergi dari tempat itu.
Lalu terdengarlah sebuah suara. Saya acungkan senjata ke arah suara itu. Saya mendengarnya seperti sebuah nyanyian, tapi bukan nyanyian sihir, bukan nyanyian yang memperdayakan. Ternyata kemudian, itulah waktu ketika hati (qalb) saya menerima Hikmah Agung. Diri saya disulut oleh Al-Hikmah. Segalanya menjadi terang benderang dan saya melihat segalanya, segala yang ada! Seluruh misteri ditampakkan di hadapan saya. Lewat pemahaman akan misteri-Nya dan rahasia-rahasia dari ciptaan-Nya itu, saya melihat Tuhan Sendiri bagai pelita suci yang terang benderang.
Itulah tahapan ketika saya menjadi guru di wilayah empat agama, bekerja sekuat tenaga mempelajari makna dari agama-agama ini. Dari keempat agama ini, masing-masing terpilih 60 orang yang telah mencapai tahapan hikmah yang sangat tinggi, dan saya menjadi guru bagi mereka, mencerahkan mereka dengan hikmah yang lebih dalam. Saya bertemu mereka dalam keberagamaan mereka masing-masing, di pura atau candi-candi, di gereja, di masjid, mencoba memberi mereka pemahaman tentang Tuhan dan kebenaran-Nya. Saya mengajari mereka tentang apa yang mereka cari selama ini. Mereka masih hidup sampai kini, tidak mati. Meski mereka telah meninggalkan wujud fisik mereka, tapi mereka tetap hidup, walau tersembunyi. Mereka tidak mati.
Mereka termasuk ke dalam sebuah majelis yang mengatur bumi. Seperti halnya Kongres di negeri ini, ada sebuah kongres Ketuhanan, Majelis Agung. Dan seperti halnya Kongres yang terdiri dari Senat dan dewan-dewan perwakilan, Majelis Agung ini yang berisi orang-orang suci di dalamnya, juga terbagi ke dalam dewan-dewan yang memiliki urusan yang berbeda-beda. Sebagian berurusan dengan penyakit, bagaimana ia menjangkiti, dan apa penyebabnya. Sementara bagian lain bertanggungjawab pada produksi dan distribusi makanan. Ada juga yang berurusan dengan penyebaran hikmah dan pengetahuan. Sementara yang lainnya lagi, yakni para utusan Tuhan, gnani dan wali-wali bertugas menyampaikan pesan-pesan Tuhan bagi dunia ini. Mereka berada di pucuk gunung, bertugas menjaga kebutuhan fisik dan spiritual kaumnya. Yang lainnya adalah para wali yang ditugaskan untuk melaksanakan urusan tertentu. Seperti itulah alam ini berjalan.
Barangsiapa menyerahkan tubuh fisiknya untuk masuk ke wilayah hikmah, maka ia akan masuk ke dalam kelompok ini, Majelis Agung, menjalankan tugas-tugas di 18.000 alam. Majelis ini bertanggungjawab atas hujan, bagaimana dan di mana ia turun, seperti apa pengendaliannya. Mereka bertanggungjawab atas makanan, siapa yang menanam, di mana, dan bagaimana ia didistribusikan. Mereka mengawasi penyakit-penyakit, paceklik, dan wabah, bagaimana datangnya, bagaimana cara mengendalikannya. Seluruh aspek kehidupan dijalankan oleh mereka yang berada di majelis ini, termasuk pula di dalamnya para malaikat yang agung: Jibril a.s., Mikail a.s., Izrail a.s. sang pencabut nyawa, Israfil a.s., Munkar a.s. dan Nakir a.s., Raqib a.s. dan Atid a.s. Para malaikat ini membawa perintah Tuhan kepada majelis untuk didiskusikan, dan ketika sesuatu hal selesai dibahas, berbagai keputusan pun diambil.
Saya telah bertemu banyak tokoh agama, swami, orang-orang suci yang datang meminta tolong kepada saya, karena tak mampu menunjuki apapun. Mereka mohon perlindungan. Mereka meminta agar saya tak menghancurkan mereka. Lantaran tak seorang pun sanggup memenuhi apa yang saya inginkan, saya pun mengurung diri ke pegunungan Himalaya selama 12 tahun. Di puncak gunung, di atas sana, saya berdiri dengan satu kaki pada bekas tetesan air yang telah membeku yang kelihatan seperti akar sebuah pohon. Saya berdiri seperti itu 12 tahun lamanya, berharap untuk dapat melihat Tuhan. Jika kalian mencoba berdiri dengan posisi yoga seperti itu, kalian tak akan sanggup membengkokkan tubuh.
Setelah 12 tahun waktu berjalan, saya pun terbangun dan menemukan tubuh saya telah tertutup es dan ditangkupi kabut tebal. Saya gunakan senjata dari guru untuk memecah es itu, dan seketika itu pun saya menyaksikan sebuah pemandangan yang luar biasa. Saya melihat banyak orang, yakni mereka yang telah begitu lama berada di tempat itu, mereka yang berdiri dengan dua kaki, dan mereka yang tertidur atau yang sekedar beristirahat beberapa tahun. Kebanyakan mereka tak sanggup bertahan dan meninggalkan tempat itu setelah sekian lama. Saya juga melihat bangkai-bangkai orang mati di sekeliling saya. Beberapa di antaranya tanpa jantung atau bahkan tak lagi berdaging, sementara yang lainnya benar-benar hanya tinggal tengkorak. Mereka adalah orang-orang yang datang untuk yoga, namun mereka tak lagi bernyawa. Saya katakan kepada pikiran saya sendiri, “Lihatlah, pikiranku, engkau telah menyia-nyiakan masa hidupku. Aku menghabiskan 70 tahun mencoba menemukan Tuhan, namun tak sedikit pun suara-Nya, kata-kata-Nya atau bahkan gaung-Nya terdengar. Kita berdua telah membuang waktu sia-sia. Demikian pula orang-orang di sini, mereka binasa di tengah jalan. Tuhan tidak di sini, aku harus mencarinya lebih jauh.” Saya pun turun dan pergi dari tempat itu.
Lalu terdengarlah sebuah suara. Saya acungkan senjata ke arah suara itu. Saya mendengarnya seperti sebuah nyanyian, tapi bukan nyanyian sihir, bukan nyanyian yang memperdayakan. Ternyata kemudian, itulah waktu ketika hati (qalb) saya menerima Hikmah Agung. Diri saya disulut oleh Al-Hikmah. Segalanya menjadi terang benderang dan saya melihat segalanya, segala yang ada! Seluruh misteri ditampakkan di hadapan saya. Lewat pemahaman akan misteri-Nya dan rahasia-rahasia dari ciptaan-Nya itu, saya melihat Tuhan Sendiri bagai pelita suci yang terang benderang.
Itulah tahapan ketika saya menjadi guru di wilayah empat agama, bekerja sekuat tenaga mempelajari makna dari agama-agama ini. Dari keempat agama ini, masing-masing terpilih 60 orang yang telah mencapai tahapan hikmah yang sangat tinggi, dan saya menjadi guru bagi mereka, mencerahkan mereka dengan hikmah yang lebih dalam. Saya bertemu mereka dalam keberagamaan mereka masing-masing, di pura atau candi-candi, di gereja, di masjid, mencoba memberi mereka pemahaman tentang Tuhan dan kebenaran-Nya. Saya mengajari mereka tentang apa yang mereka cari selama ini. Mereka masih hidup sampai kini, tidak mati. Meski mereka telah meninggalkan wujud fisik mereka, tapi mereka tetap hidup, walau tersembunyi. Mereka tidak mati.
Mereka termasuk ke dalam sebuah majelis yang mengatur bumi. Seperti halnya Kongres di negeri ini, ada sebuah kongres Ketuhanan, Majelis Agung. Dan seperti halnya Kongres yang terdiri dari Senat dan dewan-dewan perwakilan, Majelis Agung ini yang berisi orang-orang suci di dalamnya, juga terbagi ke dalam dewan-dewan yang memiliki urusan yang berbeda-beda. Sebagian berurusan dengan penyakit, bagaimana ia menjangkiti, dan apa penyebabnya. Sementara bagian lain bertanggungjawab pada produksi dan distribusi makanan. Ada juga yang berurusan dengan penyebaran hikmah dan pengetahuan. Sementara yang lainnya lagi, yakni para utusan Tuhan, gnani dan wali-wali bertugas menyampaikan pesan-pesan Tuhan bagi dunia ini. Mereka berada di pucuk gunung, bertugas menjaga kebutuhan fisik dan spiritual kaumnya. Yang lainnya adalah para wali yang ditugaskan untuk melaksanakan urusan tertentu. Seperti itulah alam ini berjalan.
Barangsiapa menyerahkan tubuh fisiknya untuk masuk ke wilayah hikmah, maka ia akan masuk ke dalam kelompok ini, Majelis Agung, menjalankan tugas-tugas di 18.000 alam. Majelis ini bertanggungjawab atas hujan, bagaimana dan di mana ia turun, seperti apa pengendaliannya. Mereka bertanggungjawab atas makanan, siapa yang menanam, di mana, dan bagaimana ia didistribusikan. Mereka mengawasi penyakit-penyakit, paceklik, dan wabah, bagaimana datangnya, bagaimana cara mengendalikannya. Seluruh aspek kehidupan dijalankan oleh mereka yang berada di majelis ini, termasuk pula di dalamnya para malaikat yang agung: Jibril a.s., Mikail a.s., Izrail a.s. sang pencabut nyawa, Israfil a.s., Munkar a.s. dan Nakir a.s., Raqib a.s. dan Atid a.s. Para malaikat ini membawa perintah Tuhan kepada majelis untuk didiskusikan, dan ketika sesuatu hal selesai dibahas, berbagai keputusan pun diambil.
[B]LANJUT BAWAH
tata604 memberi reputasi
1
7.6K
Kutip
3
Balasan
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan