- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Bagaimana tidak "GILA" kalau dipaksa?


TS
aqlupaid
Bagaimana tidak "GILA" kalau dipaksa?
Cuma mau share aja, maaf kalau 
Jakarta, Tak sedikit anak-anak atau remaja yang terpaksa melakukan sesuatu karena kemauan dari sang orang tua. Jika memang hal tersebut tidak sesuai dengan keinginannya maka bisa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa.
"Orang tua yang memaksakan kehendaknya pada anak bisa memicu gangguan jiwa, meski tergantung dari anak itu sendiri," ujar dr Sylvia, D Elvira, SpKJ(K) dari Klinik Empati Departemen Psikiatri FKUI/RSCM saat dihubungi detikHealth dan ditulis Rabu (24/10/2012).
Orang 'gila' yang dimaksud adalah mereka yang memiliki masalah kejiwaan alias ODMK (orang dengan masalah kejiwaan) berat.
dr Sylvia menuturkan kondisi anak itu sendiri turut mempengaruhi. Misalnya saja ada anak yang memang penurut mau melakukan sesuatu demi membahagiakan orang tuanya, tapi ada juga anak yang menolak dan terpaksa melakukannya.
Salah satu pemaksaan yang sering dilakukan orang tua terhadap anaknya adalah ketika memilih jurusan saat sekolah menengah atas. Kebanyakan orang tua merasa bangga jika anaknya bisa masuk IPA, padahal belum tentu bakat dan minat anak ada di situ, bisa saja ia lebih memilih IPS atau sastra. Tekanan bisa muncul karena bakat anak di bidang sastra namun 'dipaksa' belajar kimia.
Jika anak terus dipaksa untuk melakukan hal yang tidak disukainya, ditambah dengan beratnya pelajaran yang harus ia terima bisa membuatnya jadi tertekan atau stres. Lebih jauh hal ini dapat memicu gangguan jiwa, seperti gangguan kecemasan atau depresi.
"Namun pemaksaan ini tetaplah tidak baik karena harus sesuai dengan kemampuan dan perkembangan si anak, serta bagaimana orang tua bersikap atau menyikapinya itu juga turut mempengaruhi," ujar dokter yang mengambil Pendidikan spesialis Psikiatri Universitas Indonesia pada tahun 1992 ini.
dr Sylvia menyarankan orang tua perlu mengetahui bagaimana ia harus bersikap dan cara menyikapi perilaku anak, serta mengajarkan anak bagaimana cara ia mengatasi stresnya.
Sementara menurut dr Suzy Yusnadewi, SpKJ yang berpraktik di RSJ Grogol, ketika seorang anak dipaksa untuk melakukan sesuatu, maka itu bisa menyebabkan terjadinya krisis identitas yang dapat menjadi trigger atau pemicu gangguan jiwa.
Selain itu ada beberapa faktor risiko yang bisa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa pada remaja yaitu meliputi faktor biologis, faktor psikologis dan juga lingkungan.
"Untuk yang biologis seperti genetik, untuk psikologis bagaimana orang tuanya membesarkan si anak dan perilakunya termasuk bagaimana mengajarkan anak cara mengatasi stres, dan faktor lingkungan seperti dari teman-temannya," ungkap dr Sylvia.
Agar remaja terhindar dari gangguan jiwa seperti stres, depresi, gangguan kecemasan atau kondisi lainnya, diperlukan komunikasi yang baik antara orang tua dan anak sehingga bisa mengembangkan kemampuan anak dan tidak ada pemaksaan kehendak.
Jakarta, Gangguan jiwa bisa dialami siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, kelas sosial, ataupun tingkat pendidikan. Bahkan anak-anak dan kaum remaja juga bisa mengalami gangguan jiwa. Orang 'gila' ini bisa ditemui di manapun, di desa maupun di kota.
Orang 'gila' yang dimaksud adalah mereka yang memiliki masalah kejiwaan alias ODMK (orang dengan masalah kejiwaan) berat. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2007, ada 11,6 persen penduduk Indonesia yang berusia di atas 15 tahun mengalami masalah gangguan kesehatan jiwa.
Suatu desa di Ponorogo, Jawa Timur, disebut sebagai 'kampung gila' lantaran banyak warganya yang mengalami gangguan jiwa. Konon, satu dari 100 penduduk di desa tersebut mengalami gangguan kejiwaan. Diduga masalah ekonomi menjadi pemicu munculnya ODMK.
Seorang perempuan berusia sekitar 20 tahun di suatu desa Kabupaten Kediri, Jawa Timur, bahkan harus dirantai lantaran gangguan jiwanya dianggap sudah sangat mengganggu orang lain.
Haryoto adalah sosok lain contoh orang desa yang mengalami gangguan kejiwaan. Umurnya sekarang sudah puluhan tahun tapi masih setia mengenakan seragam SMA. Gangguan jiwa dialaminya sejak masih duduk di bangku SMA. Menurut sang ibu saat ditemui detikhealth, Haryoto 'berubah' karena keinginannya masuk SMA tidak terpenuhi. Alih-alih belajar di SMA yang diidamkan, Haryoto malah belajar di SMEA yang menjadi pilihan orang tuanya.
Tak hanya di desa, masyarakat kota juga rentan mengalami gangguan kejiwaan. Direktur Medik dan Keperawatan RSJ Soeharto Heerdjan, Dr Reza, beberapa waktu lalu mengatakan saat ini Jakarta adalah kota dengan angka gangguan kesehatan jiwa tertinggi. Di mana gangguan jiwa berat pada usia di atas 15 tahun mencapai angka 2,03 persen. Kemacetan dan tekanan pekerjaan ditengarai menjadi salah satu penyebab meningkatnya jumlah orang yang mengalami gangguan jiwa.
1,9 Persen masyarakat di kota Banda Aceh juga mengalami gangguan kejiwaan. Hal ini disebabkan trauma akibat gempa dan tsunami yang menerjang pada 2004 lalu.
Seseorang bisa mengalami gangguan jiwa karena berbagai macam sebab. Faktor somatogenik (fisik biologis), faktor psikogenik (psikologis), dan faktor sosiogenik (sosial-budaya) adalah tiga faktor yang menyebabkan gangguan kejiwaan.

Quote:
Jakarta, Tak sedikit anak-anak atau remaja yang terpaksa melakukan sesuatu karena kemauan dari sang orang tua. Jika memang hal tersebut tidak sesuai dengan keinginannya maka bisa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa.
"Orang tua yang memaksakan kehendaknya pada anak bisa memicu gangguan jiwa, meski tergantung dari anak itu sendiri," ujar dr Sylvia, D Elvira, SpKJ(K) dari Klinik Empati Departemen Psikiatri FKUI/RSCM saat dihubungi detikHealth dan ditulis Rabu (24/10/2012).
Orang 'gila' yang dimaksud adalah mereka yang memiliki masalah kejiwaan alias ODMK (orang dengan masalah kejiwaan) berat.
dr Sylvia menuturkan kondisi anak itu sendiri turut mempengaruhi. Misalnya saja ada anak yang memang penurut mau melakukan sesuatu demi membahagiakan orang tuanya, tapi ada juga anak yang menolak dan terpaksa melakukannya.
Salah satu pemaksaan yang sering dilakukan orang tua terhadap anaknya adalah ketika memilih jurusan saat sekolah menengah atas. Kebanyakan orang tua merasa bangga jika anaknya bisa masuk IPA, padahal belum tentu bakat dan minat anak ada di situ, bisa saja ia lebih memilih IPS atau sastra. Tekanan bisa muncul karena bakat anak di bidang sastra namun 'dipaksa' belajar kimia.
Jika anak terus dipaksa untuk melakukan hal yang tidak disukainya, ditambah dengan beratnya pelajaran yang harus ia terima bisa membuatnya jadi tertekan atau stres. Lebih jauh hal ini dapat memicu gangguan jiwa, seperti gangguan kecemasan atau depresi.
"Namun pemaksaan ini tetaplah tidak baik karena harus sesuai dengan kemampuan dan perkembangan si anak, serta bagaimana orang tua bersikap atau menyikapinya itu juga turut mempengaruhi," ujar dokter yang mengambil Pendidikan spesialis Psikiatri Universitas Indonesia pada tahun 1992 ini.
dr Sylvia menyarankan orang tua perlu mengetahui bagaimana ia harus bersikap dan cara menyikapi perilaku anak, serta mengajarkan anak bagaimana cara ia mengatasi stresnya.
Sementara menurut dr Suzy Yusnadewi, SpKJ yang berpraktik di RSJ Grogol, ketika seorang anak dipaksa untuk melakukan sesuatu, maka itu bisa menyebabkan terjadinya krisis identitas yang dapat menjadi trigger atau pemicu gangguan jiwa.
Selain itu ada beberapa faktor risiko yang bisa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa pada remaja yaitu meliputi faktor biologis, faktor psikologis dan juga lingkungan.
"Untuk yang biologis seperti genetik, untuk psikologis bagaimana orang tuanya membesarkan si anak dan perilakunya termasuk bagaimana mengajarkan anak cara mengatasi stres, dan faktor lingkungan seperti dari teman-temannya," ungkap dr Sylvia.
Agar remaja terhindar dari gangguan jiwa seperti stres, depresi, gangguan kecemasan atau kondisi lainnya, diperlukan komunikasi yang baik antara orang tua dan anak sehingga bisa mengembangkan kemampuan anak dan tidak ada pemaksaan kehendak.
Quote:
[URL="http://health.detik..com/read/2012/10/24/092728/2071209/775/bagaimana-tidak-gila-bakatnya-sastra-dipaksa-belajar-kimia?l771108bcj"]sumber[/URL]
Spoiler for berita serupa:
Quote:
Jakarta, Gangguan jiwa bisa dialami siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, kelas sosial, ataupun tingkat pendidikan. Bahkan anak-anak dan kaum remaja juga bisa mengalami gangguan jiwa. Orang 'gila' ini bisa ditemui di manapun, di desa maupun di kota.
Orang 'gila' yang dimaksud adalah mereka yang memiliki masalah kejiwaan alias ODMK (orang dengan masalah kejiwaan) berat. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2007, ada 11,6 persen penduduk Indonesia yang berusia di atas 15 tahun mengalami masalah gangguan kesehatan jiwa.
Suatu desa di Ponorogo, Jawa Timur, disebut sebagai 'kampung gila' lantaran banyak warganya yang mengalami gangguan jiwa. Konon, satu dari 100 penduduk di desa tersebut mengalami gangguan kejiwaan. Diduga masalah ekonomi menjadi pemicu munculnya ODMK.
Seorang perempuan berusia sekitar 20 tahun di suatu desa Kabupaten Kediri, Jawa Timur, bahkan harus dirantai lantaran gangguan jiwanya dianggap sudah sangat mengganggu orang lain.
Haryoto adalah sosok lain contoh orang desa yang mengalami gangguan kejiwaan. Umurnya sekarang sudah puluhan tahun tapi masih setia mengenakan seragam SMA. Gangguan jiwa dialaminya sejak masih duduk di bangku SMA. Menurut sang ibu saat ditemui detikhealth, Haryoto 'berubah' karena keinginannya masuk SMA tidak terpenuhi. Alih-alih belajar di SMA yang diidamkan, Haryoto malah belajar di SMEA yang menjadi pilihan orang tuanya.
Tak hanya di desa, masyarakat kota juga rentan mengalami gangguan kejiwaan. Direktur Medik dan Keperawatan RSJ Soeharto Heerdjan, Dr Reza, beberapa waktu lalu mengatakan saat ini Jakarta adalah kota dengan angka gangguan kesehatan jiwa tertinggi. Di mana gangguan jiwa berat pada usia di atas 15 tahun mencapai angka 2,03 persen. Kemacetan dan tekanan pekerjaan ditengarai menjadi salah satu penyebab meningkatnya jumlah orang yang mengalami gangguan jiwa.
1,9 Persen masyarakat di kota Banda Aceh juga mengalami gangguan kejiwaan. Hal ini disebabkan trauma akibat gempa dan tsunami yang menerjang pada 2004 lalu.
Seseorang bisa mengalami gangguan jiwa karena berbagai macam sebab. Faktor somatogenik (fisik biologis), faktor psikogenik (psikologis), dan faktor sosiogenik (sosial-budaya) adalah tiga faktor yang menyebabkan gangguan kejiwaan.
Quote:
[URL="http://health.detik..com/read/2012/10/24/082503/2071145/775/di-desa-amp-di-kota-sama-saja-orang-gila-di-mana-mana?l771108bcj"]sumber[/URL]
0
2.4K
Kutip
17
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan