nunogeograf
TS
nunogeograf
Hukum jual - beli kulit hewan sembelihan Qurban
Idul Adha sebentar lagi tiba. Kaum muslimin akan merayakannya dengan mendirikan shalat dan menyembelih qurban, sebagai bentuk syukur kepada Allah dan menjalankan sunnah Nabi-Nya Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
Menyambut datangnya hari raya qurban, biasanya, masjid-masjid membentuk panitia penyembelihan dan penyaluran hewan qurban. Tujuannya, untuk membantu jama'ah dalam menjalankan penyembelihan hewan qurbannya.
Dalam hal ini, panitia sebagai wakil dari para mudhihhiin (orang-orang yang berqurban). Karenanya mereka memiliki kewenangan untuk memutuskan pembagian dari hewan qurban, di antaranya kulitnya. Sulitnya mengurusi dan memperlakukan kulit, ada sebagian panitia yang memutuskan untuk menjual kulit. Hasil penjualannya diserahkan kepada masjid sebagai uang kas untuk kebutuhan masjid. Bagaimana hukum menjual kulit hewan qurban untuk kepentingan seperti ini?

Dalam masalah ini terdapat beberapa hadits, sebagaimana tersebut dibawah ini.

1. Hadits Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu.

عَنْ عَلِي رضي اللّه عنْه أَن النبِي صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمَ أَمَرَهُ أَنْ يَقُومَ علَى بًدْنِهِ وَأَنْ يَقْسِمَ بُدْنَهُ كُلهَا لُحُو مَهَا وَجُلُو دَهَا وَجِلاَلَهَا (فِي الْمَسَا كِيْنِ) وَلاَ يُغْطِيَ فِي جِزَارَتِهَا شَيْئًا

“Artinya : Dari Ali Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya agar dia mengurusi budn (onta-onta hadyu) Beliau , membagi semuanya, dan jilalnya (pada orang-orang miskin). Dan dia tidak boleh memberikan sesuatupun (dari kurban itu) kepada penjagalnya”. [HR Bukhari no. 1717, tambahan dalam kurung riwayat Muslim no. 439/1317]

Hadyu : Binatang ternak yang mudah didapatkan, berupa onta, sapi, atau kambing, yang disembelih oleh orang yang berhaji dan dihadiahkan kepada orang-orang miskin di Mekkah. Hadyu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu itu 100 ekor onta. Hadyu ada yang hukumnya wajib, ada yang sunnah. Lihat Minhajus Salik hal.396, 405 karya Syaikh Muhammad Al-Bayyumi, Tahqiq Dr Shalih bin Ghanim As-Sadlan.
Jilal : kain yang ditaruh pada punggung onta untuk menjaga diri dari dingin dan semacamnya, seperti pakaian pada manusia.

Pada riwayat lain disebutkan, Ali Radhiyallahu ‘anhu berkata.

أَمَرَ نِي رَسُولُ اللّه صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أَتَصَدقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلتِهَا وَأَنْ لاَ أُعْطِيَ الْجَزارَ مِنْهَا قَالَ نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا

“Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku agar aku mengurusi onta-onta kurban Beliau, menshadaqahkan dagingnya, kulitnya dan jilalnya. Dan agar aku tidak memberikan sesuatupun (dari kurban itu) kepada tukang jagalnya. Dan Beliau bersabda : “Kami akan memberikan (upah) kepada tukang jagalnya dari kami” [HR Muslim no. 348, 1317]

Hadits ini secara jelas menunjukkan, bahwa Ali diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menshadaqahkan daging hadyu, kulitnya, bahkan jilalnya. Dan tidak boleh mengambil sebagian dari binatang kurban itu untuk diberikan kepada tukang jagalnya sebagai upah, karena hal ini termasuk jual beli. Dari hadits ini banyak ulama mengambil dalil tentang terlarangnya menjual sesuatu dari binatang kurban, termasuk menjual kulitnya.

2. Hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَن رضسُو لَ اللّه صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمَ قَالَ : مَنْ باعَ جِلْدَ أُضْحِيتِهِ فَلاَ أُضْحِيةَ لَهُ

“Artinya : Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :”Barangsiapa menjual kulit binatang kurbannya, maka tidak ada kurban baginya”.

Syaikh Abul Hasan As-Sulaimani menjelaskan, hadits ini diriwayatkan oleh Al-Hakim (2/389-390) dan Al-Baihaqi (99/294) dihasankan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Al-Jami’ush Shagir, no. 6118. Namun di dalam sanadnya terdapat perawi bernama Abdullah bin Ayyasy, dan dia seorang yang jujur namun berbuat keliru, perawi yang tidak dijadikan hujjah.

3. Hadits Abi Sa’id Al-khudri Radhiyallahu ‘anhu. Diriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

(...وَلاَ تَبِيْعُوْا لُحُوْمَ الْهَدْيِ وَاْلأَضَا حِي فَكُلُوْا وتَصَدقُوْا وَاستَمْتِعُوْا بِجُلُودِهَا وَلاَ تَبِيْعُو هَا....)

“Artinya : Janganlah kamu menjual daging hadyu dan kurban. Tetapi makanlah, bershadaqahlah, dan gunakanlah kesenangan dengan kulitnya, namun janganlah kamu menjualnya” [Hadits dha’if, riwayat Ahmad 4/15] [6]

PERKATAAN PARA ULAMA
1. Imama Asy-Syafi’i rahimahullah berkata : “Jika seseorang telah menetapkan binatang kurban, wolnya tidak dicukur. Adapun binatang yang seseorang tidak menetapkannya sebagai kurban, dia boleh mencukur wolnya. Binatang kurban termasuk nusuk (binatang yang disembelih untuk mendekatkan diri kepada Allah), dibolehkan memakannya, memberikan makan (kepada orang lain) dan menyimpannya. Ini semua boleh terhadap seluruh (bagian) binatang kurban, kulitnya dan dagingnya. Aku membenci menjual sesuatu darinya. Menukarkannya merupakan jual beli”.

Beliau juga mengatakan : “Aku tidak mengetahui perselisihan di antara manusia tentang ini, yaitu : Barangsiapa telah menjual sesuatu dari binatang kurbannya, baik kulit atau lainnya, dia (harus) mengembalikan harganya –atau nilai apa yang telah dia jual, jika nilainya labih banyak dari harganya- untuk apa yang binatang kurban dibolehkan untuknya. Sedangkan jika dia menshadaqahkannya, (maka) lebih aku sukai, sebagaimana bershadaqah dengan daging binatang kurban lebih aku sukai”

2. Imam Nawawi rahimahullah berkata : “Dan madzhab (pendapat) kami (Syafi’iyah), tidak boleh menjual kulit hadyu atau kurban, dan tidak boleh pula (menjual) sesuatu dari bagian-bagiannya. Inilah madzhab kami. Dan ini pula pendapat Atho, An-Nakha’i, Malik, Ahmad dan Ishaq. Namun Ibnul Mundzir menghikayatkan dari Ibnu Umar, Ahmad dan Ishaq, bahwa tidak mengapa menjual kulit hadyu dan menshadaqahkan harga (uang)nya. Abu Tsaur memberi keringanan di dalam menjualnya. An-Nakha’i dan Al-Auza’i berkata : ‘Tidak mengapa membeli ; ayakan, saringan, kapak, timbangan dan semacamnya dengannya (uang penjualan kulitnya, -pent), Al-Hasan Al-Bashri mengatakan ; “Kulitnya boleh diberikan kepada tukang jagalnya’. Tetapi (perkataannya) ini membuang sunnah, wallahu a’lam. [Lihat Syarah Muslim 5/74-75, Penerbit Darul Hadits Cairo]

3. Imam Ash-Shan’ani rahimahullah berkata : “Ini (hadits Ali di atas) menunjukkan bahwa dia (Ali) bershadaqah dengan kulit dan jilal (pakaian onta) sebagaimana dia bershadaqah dengan daging. Dan Ali tidak sedikitpun mengambil dari hewan sembelihan itu sebagai upah kepada tukang jagal, karena hal itu termasuk hukum jual-beli, karena dia (tukang jagal) berhak mendapatkan upah. Sedangkan hukum kurban sama dengan hukum hadyu, yaitu tidak boleh diberikan kepada tukang jagalnya sesuatupun dari binatang sembelihan itu (sebagai upah). Penulis Nihayatul Mujtahid berkata : “Yang aku ketahui, para ulama sepakat tidak boleh menjual dagingnya”. Tetapi mereka berselisih tentang kulit dan bulunya yang dapat dimanfaatkan. Jumhur (mayoritas) ulama mengatakan tidak boleh. Abu Hanifah mengatakan boleh menjualnya dengan selain dinar dan dirham. Yakni (ditukar) dengan barang-barang. Atha’ berkata, boleh dengan semuanya, dirham atau lainnya” [8] Abu Hanifah membedakan antara uang dengan lainnya, hanya karena beliau memandang bahwa menukar dengan barang-barang termasuk kategori memanfaatkan (binatang sembelihan), karena ulama sepakat tentang bolehnya memanfaatkan dengannya’. [Lihat Subulus Salam 4/95, Syarah Hadits Ali]

4. Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam mengatakan : “Di antara faidah hadits ini menunjukkan, bahwa kulit binatang kurban tidak dijual. Bahkan penggunaan kulitnya adalah seperti dagingnya. Pemilik boleh memanfaatkannya, menghadiahkannya atau menshadaqahkannya kepada orang-orang fakir dan miskin. [Lihat Taudhihul Ahkam Min Bulughul Maram 6/70]

Beliau juga berkata : “Para ulama sepakat tidak boleh menjual daging kurban atau hadyu (hewan yang disembelih oleh orang yang haji). Jumhur (mayoritas) ulama juga berpendapat tidak boleh menjual kulit binatang kurban, wolnya (bulu kambing), wabar (rambut onta) dan rambut binatangnya. Sedangkan Abu Hanifah membolehkan menjual kulitnya, rambutnya dan semacamnya dengan (ditukar) barang-barang, bukan dengan uang, karena menukar dengan uang merupakan penjualan yang nyata” [Lihat Taudhihul Ahkam Min Bulughul Maram 6/71]

KESIMPULAN
Dari perkataan para ulama di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.
1. Orang yang berkurban boleh memanfaatkan kurbannya dengan memakan sebagiannya, menshadaqahkan sebagiannya, memberi makan orang lain dan memanfaatkan apa yang dapat dimanfaatkan.
2. Para ulama sepakat, orang yang berkurban dilarang menjual dagingnya.
3. Tentang menjual kulit kurban, para ulama berbeda pendapat.

a). Tidak boleh. Ini pendapat mayoritas ulama. Dan ini yang paling selamat, insya Allah
b). Boleh asal dengan barang, bukan dengan uang. Ini pendapat Abu Hanifah, Tetapi Asy-Syafi’i menyatakan, bahwa menukar dengan barang juga merupakan jual-beli.
c). Boleh. Ini pendapat Abu Tsaur. Tetapi pendapat ini menyelisihi hadits-hadits diatas.

4. Jika kulit dijual, maka –yang paling selamat- uangnya (hasil penjualan) dishadaqahkan. Wallahu ‘alam bish shawab.

Pengelola/panitia penyembelihan binatang kurban tidak boleh gegabah dan serampangan mengambil kesimpulan hukum tentang kulit. Misalnya mengambil inisiatif menjual kulit yang hasilnya untuk kepentingan masjid atau diluar lingkup ketentuan yang diperbolehkan. Wallahu a’lam
0
1.5K
5
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan