kiki28Avatar border
TS
kiki28
Toraja: Wisata Makam di Negeri Para Raja
Menurut pemandu kami, Tana Toraja berarti tanah para raja, tapi entahlah, yang pasti pada situs resmi Pemkab Tana Toraja dijelaskan arti kata TORAJA antara lain dari bahasa Bugis: TO = Orang, dan RIAJA = DARI UTARA. Ada pula yang berpendapat bahwa TO RIAJA berarti Orang Dari Barat. Begitu menurut pendapat dari Luwu pada permulaan Abad ke-19 ketika penjajah mulai merentangkan sayapnya ke daerah pedalaman Sulawesi Selatan.

Tempat yang kami kunjungi adalah Kabupaten Toraja Utara. Kabupaten Toraja Utara adalah sebuah kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, beribukota Rantepao. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008 yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Tana Toraja. Di kabupaten inilah kita bisa menemukan:

Ke’te’kesu

Letaknya cukup strategis, hanya 4KM dari Rantepao dan bisa dijangkau dengan kendaraan roda 4.

Permisi numpang nampang, hehe. Maklum, nggak mau rugi dengan melewatkan moment foto di tempat di mana para fotografer sering mengabadikannya.

Ini seperti pintu masuk ke pemakaman, di sinilah dilakukan upacara adat. Sayang, ketika kami ke sana, hanya tinggal sisa-sisa upacara adat.

Bangunan-bangun ini dibuat dari bambu. Menurut pemandu kami, bangunan ini akan dibiarkan rusak dengan sendirinya. Bangunan tidak akan dipugar atau dipindahkan ke tempat lain untuk digunakan lagi.

Memasuki areal makam, kita akan menemui tulang belulang manusia yang dipajang sedemikian rupa. Konon, kita tidak boleh menyentuh tulang-tulang tersebut karena kalau disentuh, kata anak yang kecil penjaja senter, kita bisa kesurupan. Entahlah, yang jelas kami juga tak ingin mencobanya.

Perjalan kami lanjutkan, menaiki anak tangga dengan pemandangan tulang belulang cukup unik bagi kami. Tak jarang diantara anak tangga tersebuh ada peti mati kuno. Mungkin di dalamnya ada tulang belulangnya, tapi sekali lagi, kami tak ingin mencoba menyentuhnya. hehe

Konon, di dalam gua ini ada jenazah sejumlah patung yang terlihat. Ketika kami bertanya kenapa dikunci? Kata pemandu, di dalam gua juga disertakan perhiasan berharga para jenazah tersebut. Entah berapa jumlah patung yang ada, yang jelas bisa dilihat ada banyak patung bahkan ada yang mengendong anak kecil dalam pangkuannya. Konon, untuk membuat patung satu orang tersebut tidak mudah, keluarga harus ‘mengorbankan’ 16 ekor kerbau. Jadi, dibutuhkan berapa ekor kerbau ya untuk membuat patung dalam gua ini?

Sejak kami masuk ke areal pemakaman, kami diikuti 2 anak kecil yang membawa senter. Sesekali mereka memberi penjelasan tanpa kita minta. Ternyata mereka menjajakan senter, sebagai penerang untuk masuk ke goa ini. Menurut anak-anak itu, goa ini memiliki kedalam 18M. Mereka meminya imbalan Rp 30.000 sebagai upah sewa atas senter serta menunjukkan jalan.

Tak banyak yang bisa dilihat di dalam, hanya goa. Kami pikir di dalamnya ada peti/makam, ternyata tidak. Namun, di atas mulut goa terdapat peti mati yang, katanya, masih ‘baru’. Ketika kami tanya, kenapa mulut goa kotor? Anak-anak itu tak tahu jawabannya.

Londa

Perjalanan kami berlanjut ke pemakaman berikutnya, Londa. Letaknya sekitar 5KM dari Rantepao. Di sini kami tidak masuk ke dalam goa, hanya melihat dari luar.

Puas melihat-lihat dari luar, kami pergi untuk menuju ke tempat berikutnya. Dalam perjalanan kembali ke parkiran, kami takjub, ada peti mati di lubang dinding yang tinggi. Bagaimana membawanya ke atas sana. Kamipun berimajinasi sendiri, mungkin lewat pintu di dalam goa. Teman lain berpendapat, “ditarik pakai helicopter”. Hahaha… entahlah.

Menhir/Situs Purbakala Bori’ Parinding

Saya cukup excited saat tahu tujuan kami selanjutnya adalah menhir. Selama ini kami hanya mendengar istilah menhir dari pelajaran sejarah sewaktu masih duduk di bangku SMP. Dan sekarang menyaksikan sendiri batu-batu purba yang menjulang tinggi.

Melihat batu-batu besar dengan lubang-lubang yang berisi jenazah adalah ketakjuban kami selanjutnya. Dan kami pun cukup penasaran, berapa lama kira-kira memahatnya?

Rupanya penasaran kami akan segera terjawab. Samar-samar kami mendengar ada bunyi seperti orang memahat. Kami terus menuju arah datangnya bunyi pahatan dan menemukan bapak-bapak sedang memahat batu besar.

Kata pemahat tersebut, dia mendapatkan upah Rp 26juta untuk memahat batu tersebut dengan tinggi 2 meter dan dalam 2 meter. ” Rp 24 juta sudah habis buat biaya anak kuliah di Bandung”, sambungnya. Wow… kami terharu mendengarnya. Semoga anaknya menjadi anak yang berguna, sebagaimanaharapan orang tuanya.

Lima bulan sudah dia memahat dan masih belum selesai. Konon, bisa sampai satu tahunan untuk membuat satu lubang di dalam batu.

Selanjutnya, kami menuju pohon yang digunakan sebagai tempat untuk memakamkan bayi. Pohon-pohon besar dengan penutup berupa anyaman kayu itulah tempat bayi-bayi suku toraja dimakamkan. Ada banyak makam bayi dalam satu pohon tersebut, kami cukup kagum, kok pohonnya nggak mati ya?
0
1.4K
2
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan