Kaskus

Entertainment

kanesa03Avatar border
TS
kanesa03
Gerak Djarum di Bisnis IT, ternyata kaskus di Akuisis djarum gan
JAKARTA—http://indo.wsj.com. Generasi muda dari kelompok Grup Djarum Indonesia —salah satu penghasil rokok terbesar di dunia– mencoba peruntungannya dalam bisnis teknologi informasi , sebuah pasar baru dan sedang berkembang saat ini. Mereka mendanai sejumlah bisnis start-up High-tech.


Shibani Mahtani/The Wall Street Journal
Martin Hartono— anak dari Chief Executive Djarum, Budi Hartono, orang terkaya di Indonesia menurut majalah Forbes—menanamkan modal jutaan dolar pada dunia teknologi yang kini lagi tumbuh subur di Indonesia melalui investasi pribadinya, PT Global Digital Prima, yang juga dikenal sebagai GDP Venture.

Perusahaan ini menambahkan modal yang sangat dibutuhkan—dan memperkuat keyakina akan sektor ini. Bidang usaha seumur jagungini dipercayai akan menjadi salah satu terbesar di dunia, mengingat penduduk Indonesia yang mendekati 250 juta.

Didirikan pada tahun 2010, GDP Venture menjadi berita utama media ketika pada tahun 2011 mengakuisisi Kaskus, komunitas online lokal terbesar di Indonesia.

Kaskus, yang didirikan pada tahun 1999, memiliki lebih dari empat juta pengguna dan ratusan juta page view perharinya (data tahun 2011). Suntikan dana segar memungkinkan perusahaan tersebut menambah staf dan pindah ke kantor baru, mengembangkan sistem pembayaran online serupa dengan PayPal, dan menambahkan forum jual dan beli semacam pasar jual beli pada facebook.

Para spesialis di bidang teknologi mengatakan keputusan tersebut sama pentingnya bagi GDP Venture, yang mengokohkan Hartono sebagai salah satu guru tekno yang bisa dipercaya. Saat ini Hartono yang tetap menjadi direktur pada perusahaan ayahnya Djarum Grup, menghabiskan banyak waktunya untuk mengembangkan inkubator start-ups terbaru dari GDP Venture, MerahPutih, yang menanamkan kapital pada sekitar setengah dosen perusahaan start-up. Dia juga memainkan peran signifikan dalam mengembangkan Blibli.com, salah satu pemain paling sukses di pasar e-commerce Indonesia yang sesak. Indonesia.

“Kami tidak sedang membangun Google berikutnya,’’ kata Hartono kepada Wall Street Journal dalam sebuah wawancara di GDP Venture. “Kami ingin fokus pada konten berbasis Indonesia dengan memasukan nilai budaya kita. Ini adalah waktu yang tepat untuk melakukannya.’’

More In Ekonomi & Bisnis

Bakrie Ingin Pisah dengan Bumi PLC
Kesepakatan AirAsia-Batavia Mungkin Batal
Jakarta, Pasar Properti Paling Top di Asia
BI Rate Tetap 5,75%
PLN Siap Terbitkan Global Bond
Pendanaan awal GDP Venture berasal dari dana keluarga Hartono, meski dia menolak memberikan angka spesifik.

Masih perlu dilihat apakah investasi Hartono akan menunjukan hasil bagus atau sekadar proyek kebanggaan dari pewaris sebuah keluarga kaya. Yang pasti, para analis cukup optimis bahwa Indonesia akan menjadi kekuatan dalam tekno global. Saat ini Indonesia menjadi salah satu dari lima pasar utama Facebook dan Twitter, dengan capaian 15% tweet dunia berasal dari Indonesia.

Indonesia juga memiliki konektifitas internet yang menjangkau 44 juta orang, menurut perusahaan konsultan Accenture. Negeri ini juga diproyeksikan akan menjadi pengguna telepon genggam nomor empat di dunia pada tahun 2013 menurut Accenture.

Namun meski media sosial yang diimpor dari Amerika sukses di Indonesia banyak start-up lokal harus berjuang untuk menarik investor-investor besar.

Hartono mengakui kebanyakan start-ups hanya menyalin dari perusahaan Amerika atau perusahaan lainnya, dengan insinyur lokal yang tidak seahli mereka yang berada di Silicon Valley. Namun semua itu akan berubah seiring waktu.

“Saya kira dalam kurun waktu sepuluh tahun kita akan menemukan lebih banyak start up muncul dari Jakarta daripada Mountain View [Kalifornia],” ujar pengusaha dan investor bermarkas di Amerika Serikat investor Trevor Healy dalam sebuah wawancara.

Heally merupakan chief executive dari Amobee, perusahaan periklanan mobile yang bermarkas di Kalifornia Utara yang baru-baru ini mengakusisi Singtel, perusahaan telekomunikas terbesar di Asia berdasar pelanggan dalam kesepakatan seharga $ 321 juta.

Mengingat isu pendapatan yang rendah dan masalah konektifitas, terutama dalam negeri dengan 17,000 pulau-pulau, Hartono mengatakan dia belum memberi julukan Indonesia sebagai ‘’negara besar Internet.’’ Tapi dia mengatakan GDP Venture bersemangat untuk meraup keuntungan besar dalam kurang lebih setengah dekade mendatang, ketika pasar sudah matang, penetrasi smartphone kian mendalam, dan kekuatan belanja dari generasi muda meningkat ketika mereka menjadi dewasa. Saat ini belum semua start up menguntungkan.

“Tugas pertama dan utama kita adalah menumbuhkan start-ups yang kita miliki untuk menciptakan lebih banyak cerita sukses,’’ ungkap Chief Operating Officer dari GDP Venture Kusumo Martanto, yang juga merupakan manajer pengembangan bisnis dari grup Djarum.

Grup Djarum yang mengawali usaha sebagai pembuat kretek pada tahun 1950an, adalah salah satu konglomerat Indonesia terkaya. Keuntungan besar dari brand rokok Djarum memungkinkan kelompok ini menguasai saham pada Bank Central Asia (BCA) pada tahun 2002, di saat Indonesia baru saja pulih dari krisis keuangan Asia.

Keluarga Hartono melalui subsidiary juga menguasai pembangunan properti utama seperti bangunan iconic, hotel Grand Indonesia dan pusat perbelanjaanya. Plantation Indonesia milik keluarga Hartono mengelola perkebunan kelapa sawit, dan Hartono juga memiliki saham pada Sarana Menara Nusantara, perusahaan infrastrukture telekomunikasi. Budi Hartono diperkirakan memiliki kekayaan sebesar US$6.5 milyar, menurut Forbes.

Meski banyak pengamat bidang tekno mempertanyakan apakah investor yang memiliki hubungan dengan perusahaan lama semacam Djarum bisa berhasil dalam bisnis muda seperti high-tech, GDP Ventura yang terinspirasi dari Silicon Valley memiliki prospek tersebut.
0
5.5K
4
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan