courtesy : beli indonesia


Blitar, 10/08/2012. Ketika krisis 1997 terjadi, usaha kecil dan menengahlah yang dianggap sebagai penyelamat perekonomian nasional karena jenis usaha ini dinilai tahan terhadap krisis keuangan. Pertanyaannya mengapa mereka yang kecil itu tahan sementara yang besar-besar banyak yang rontok dan ikut merontokkan ekonomi nasional? Apakah karena posturnya kecil dan pendek sehingga tahan terhadap tiupan krisis dibandingkan yang berpostur tinggi besar. Bisa jadi. Tetapi yang membuat usaha kecil menengah tahan terhadap krisis karena mereka bermain di sektor riil, ada barangnya yang apabila mereka bergerak akan menyentuh dan menggerakkan kehidupan. Jika mereka tumbuh ada kehidupan yang terbangun, barang yang dibuat, dijual, dipakai, orang yang bekerja dan lain-lain.

Dalam ekonomi kapitalisme, uang diperoleh tidak melalui transaksi di sektor rill tetapi dengan cara permainan uang (money game). Angkanya luar biasa dan transaksinya mencapai triliyunan sehari. Tetapi di situ tidak ada barang yang dibuat, tidak ada orang yang bekerja membuat, menyalur dan menjual barang, dan tidak ada kehidupan yang terbangun. Karena transaksinya tidak menyentuh sektor rill. Uang diperoleh dengan cara gambling, spekulasi dan interest atau bunga. Maka kalaupun mereka memasukkan uang untuk investasi tidak untuk mengambil deviden dari usaha yang dibangun dengan uang itu tetapi karena ada bunga, ada spekulasi dan ada gambling di dalamnya. Begitu keadaan tidak menguntungkan dan permainan uang tidak memungkinkan lagi maka dengan serta merta uang itu ditarik yang menyebabkan terjadinya rush atau pelarian modal besar-besaran.

Pelarian modal atau capital flight itu terjadi karena adanya hutang yang harus dibayar dengan bunga-bunganya dan pemindahan uang ke luar negeri. Akibatnya terjadi kekurangan uang di dalam negeri yang membuat harga-harga barang melambung. “Harga melambung bukan karena besarnya demand dari supply tetapi karena ada permainan modal,” kata Pemimpin Gerakan Beli Indonesia, Heppy Trenggono. Celakanya, ketika permainan modal itu bermasalah, maka akan menyeret sektor riil dengan melambungnya harga-harga. Dan jika besar dan pertumbuhannya baik, tidak ada kehidupan yang terbangun. Angka-angka itu hanya gelembung udara (bubble economy) yang setiap saat bisa pecah dan kempes hanya karena ujung ilalang.

Uang-uang panas (Hot Money) yang dimasukkan ke sebuah negara untuk mendapat keuntungan melalui tiga cara tadi adalah cara yang kerap dilakukan oleh para pemodal seperti yang terjadi tahun 1997 itu. Mereka tidak akan masuk dalam proyek jangka panjang tetapi pada proyek jangka pendek melalui pembelian saham di pasar modal. Di atas kertas angka pertumbuhan ekonomi cukup signifikan karena adanya modal yang masuk. Tetapi angka besar itu tidak dirasakan oleh rakyat kebanyakan. “Angka itu ada di sektor keuangan dan tidak di sektor riil,” tegas Heppy.

Melihat postur ekonomi Indonesia hari ini, dengan bertumbangannya sektor-sektor riil dalam negeri, membanjirnya produk asing di pasar dalam negeri, kekayaan alam dan bahan mentah dari perut bumi Indonesia keluar tanpa kendali, barang import makin membuat negeri ini kecanduan, uang-uang panas terus mengalir deras mencari untung di pasar modal membuat negeri ini berada dalam bahaya. “Krisis ekonomi hanya soal waktu saja,” kata Heppy di depan pengusaha se -Karesidenan Kediri di aula rumah Bung Karno Blitar, Jawa Timur, Jum’at malam. Heppy meminta agar pengusaha melakukan sesuatu untuk menyelamatkan perekenomian rakyat agar dampak krisis tidak terlalu membebani mereka. “Teknisnya nanti kita bahas setelah acara ini,” lanjut Heppy. Di bagian akhir acara itu Heppy memaparkan konsep dan teknis yang harus dilakukan oleh setiap pengusaha ketika pulang ke daerah masing-masing. “Berbuatlah sesuatu untuk orang lain, dan hanya dengan menolong sesama maka pertolongan Tuhan akan datang kepada kita,” pesan Heppy mengakhiri. (AA)

selamatkan indonesia