Kaskus

News

citoxAvatar border
TS
citox
Kontras: Protes FPI Terkait Ahok Berlebihan & Memperlambat Proses Demokrasi di JKT
Kontras: Protes FPI Terkait Ahok Berlebihan
Itu hanya upaya memperlambat proses demokrasi yang terjadi di Jakarta.

Selasa, 9 Oktober 2012, 15:48 Desy Afrianti, Luqman Rimadi

VIVAnews - Aktivis Kontras Usman Hamid menilai protes Front Pembela Islam (FPI) yang mendesak penundaan pelantikan Jokowi-Ahok sebagai pasangan gubernur DKI Jakarta hanya upaya memperlambat proses demokrasi yang terjadi di Jakarta.

FPI meminta pelantikan ditunda lantaran ada tujuh tugas Basuki alias Ahok sebagai wakil gubernur terpilih, yang menaungi lembaga keagamaan (Islam).

"Masyarakat kita sudah cerdas dan makin rasional dalam berpolitik. Cara seperti itu hanya berkutat dalam perbedaan agama, saya kira kita hanya membuang peluang untuk membangun Jakarta ke arah yang positif," ujar Usman Hamid dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Selasa 9 Oktober 2012.

Menurut Usman, protes yang disampaikan oleh ormas Islam tersebut dianggap berlebihan, sebab masalah Ahok hanya menyangkut administrasi yang bersifat struktural.

"Ini kan masalah teknis aja, bisa saja secara teknis administratif nanti Jokowi langsung yang menjadi pembinanya. Jangan kemudian ini dijadikan kesempatan untuk menghambat-hambat," kata Usman.

Walaupun Ahok yang akan menjadi wakil gubernur namun jabatan ex officio tersebut tidak menjadi kewajibannya.

"Yang jadi masalah bukan Ahok-nya, tapi jabatannya. Kewajiban yang ada pada wagub adalah kewajiban jabatan, bukan kewajiban Ahok, bahwa Ahok sebagai orang yang diberi amanah iya, jadi ini bisa dimusyawarahkan," katanya.

Usman sendiri mengaku tidak terlalu mempermasalahkan bila jabatan di lembaga keislaman tersebut tetap dijabat oleh Ahok.

"Ahok beriman atau tidak beriman saya kira sekarang kita tidak ada pada era seperti itu. Misalnya saya sebagai seorang muslim, saya percaya bahwa yang disebut sebagai orang beriman itu ada 3 kriterianya percaya kepada tuhan, percaya kepada hari akhir dan berbuat baik," kata Usman.

"Janganlah kita terus mempersoalkan ini lagi, kemarin kita sudah bebas dari praktik politik SARA, sekarang masa mau diulangi lagi," lanjutnya. (umi)

SUMBER

Usman Hamid: FPI Harus Bisa Hargai Perbedaan
Penulis : Kurnia Sari Aziza | Selasa, 9 Oktober 2012 | 18:12 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Usman Hamid, menilai tuntutan Front Pembela Islam untuk menunda pelantikan Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta hanya terkait permasalahan administratif. Ia berharap desakan FPI itu tidak sampai menghambat pelantikan gubernur baru.

"Saya kira masyarakat kita sudah semakin cerdas dan makin rasional dalam berpolitik. Cara-cara tuntutan seperti itu silakan saja. Tetapi apabila kita hanya berkutat dalam perbedaan agama, saya kira kita bisa saja membuang peluang-peluang untuk membangun Jakarta ke arah yang lebih positif," kata Usman di Hotel Akmani, Jakarta, Selasa, (9/10/2012).

Tuntutan FPI kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI itu terkait jabatan Wakil Gubernur DKI Jakarta dan jabatan ex officio dalam sejumlah lembaga keislaman. Menurut FPI, Wagub DKI Jakarta terpilih Basuki Tjahaja Purnama tidak tepat menduduki jabatan-jabatan keislaman itu sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta sebelumnya soal jabatan Wakil Gubernur Jakarta.

FPI mendesak pimpinan DPRD DKI Jakarta untuk menunda pelantikan tersebut sebelum ada pencabutan semua peraturan perundangan dari pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang mengatur jabatan ex officio Wagub DKI. FPI juga mendesak DPRD DKI membuat peraturan daerah mengenai larangan bagi non muslim untuk memegang jabatan dalam lembaga Islam yang berada di bawah Pemprov DKI.

"Saya kira itu soal administratif saja, Jokowi (gubernur terpilih Joko Widodo, red) bisa ambil alih tugas itu. Yang jadi masalah bukan Ahok-nya, tapi jabatannya. Kewajiban yang ada pada Wagub adalah kewajiban jabatan, bukan kewajiban Ahok bahwa Ahok sebagai orang yang diberi amanah," kata Usman.

Usman berpendapat, FPI harus bisa belajar menghargai perbedaan, terutama di Indonesia yang menjunjung tinggi nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. "Saya kira itu bisa dibicarakan. Menurut saya, kita harus belajar mulai terbiasa menerima perbedaan," katanya.

Ia juga mengimbau agar warga Jakarta tidak lagi membawa isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) ke muka publik. Cukuplah sudah isu SARA bergulir pada pemilihan kepala daerah beberapa waktu lalu.

Sementara itu, Sekretaris Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI, Endah S Pardjoko, mengatakan apabila tuntutan FPI adalah meminta pencabutan semua peraturan perundangan terkait masalah tersebut, pihaknya tidak bisa menyanggupi. Begitu pula dengan permintaan penundaan pelantikan kepala daerah terpilih hingga ada kepastian perubahan aturan terkait masalah tersebut. Ia menilai hal itu tak mungkin dilakukan mengingat saat ini Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta sebagai Pelaksana Tugas Harian (Plh) Gubernur DKI tak bisa mengeluarkan keputusan strategis.

"Buat kami tuntutan ini normatif. Posisi Pak Ahok sebagai wagub, bisa digantikan dengan Sekda atau langsung oleh Gubernur. Jadi kalau diminta sebelum pelantikan harus ada konsensusnya, Komisi A cuma bisa memberikan rekomendasinya kepada Kesbang Pemprov DKI," kata Endah di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa.

SUMBER
Kali ini perkataannya benar2 mengena banget. emoticon-Malu
0
8.3K
103
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan