Quote:
JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) memutar rekaman hasil penyadapan dalam persidangan kasus dugaan penyuapan ke Bupati Buol Amran Batalipu, terkait kepengurusan hak guna usaha (HGU) perkebunan di Buol, Sulawesi Tengah, dengan terdakwa Yani Anshori di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (4/10/2012). Dalam persidangan tersebut, Direktur Utama PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP), Hartati Murdaya Poo menjadi saksi untuk Yani.
Rekaman hasil penyadapan yang diputar tersebut antara lain pembicaraan Hartati dengan Amran dan dengan anak buahnya, Arim. Jaksa merasa perlu memperdengarkan rekaman tersebut karena Hartati dianggap berbelit-belit menyampaikan keterangan.
Kepada majelis hakim, Hartati mengatakan bahwa uang dari perusahannya yang diserahkan ke Amran bukanlah uang suap melainkan untuk mengamankan pabrik dan lahan sawitnya di Buol yang diduduki preman.
"Amran minta Rp 3 miliar, tapi yang Rp 1 miliar adalah dana bantuan sosial kita untuk warga bukan untuk Pilkada. Saya katakan ke Arim, kamu jagain yah, Amran minta bansos untuk bayar usir preman, supaya duitnya enggak dia ambil, karena kalau enggak, preman-premanan minta uang kita lagi," kata Hartati.
Jawaban Hartati tersebut pun diragukan jaksa. Dalam rekaman pembicaraan Hartati dengan Financial Controller PT HIP, Arim terungkap kalau Hartati mengejar agar kepengurusan HGU seluas 4.500 hektar di Buol segera diselesaikan. Untuk memuluskan kepengurusan HGU tersebut, Hartati memerintahkan Arim memberikan uang pelicin ke Tim Lahan Pemkab Buol.
"Itu (Tim Lahan) kan satu-satu perlu dikasih. Kamu kasih berapa?" tanya Hartati dalam rekaman sadapan KPK yang diperdengarkan di hadapan majelis yang diketuai Herdi Agusten.
Atas pertanyaan Hartati itu Arim menjawab pelan. "Ya, per orang 10 juta," kata Arim, seperti yang terdengar dalam rekaman.
Hartati pun meminta agar anak buahnya itu bertahan di Buol hingga pengurusan HGU untuk PT HIP selesai.
"Ya pokoknya cepat saja. Kamu kasih dululah. Tapi kamu jangan pulang sebelum suratnya selesai," ujar Hartati.
Rekamana pembicaraan itu juga mengungkapkan adanya perintah Hartati ke Arim untuk memberi uang Rp 3 miliar ke Amran sebagai bagian dari komitmen Rp 4 miliar yang disepakati.
"Kasih aja. Kita kan baru kasih satu kilo kan? Masih ada tiga kilo lagi. Nanti dia (Amran) masih akan kejar kita," kata Hartati seperti dalam rekaman.
Adapun yang dimaksud dengan kilo dalam pembicaraan itu diakui Hartati sebagai kata ganti untuk bilangan miliar.
Atas rekaman yang diputar tersebut, Hartati mengakui kalau yang ada dalam sadapan itu memang suaranya. Namun mantan anggota dewan Pembina Partai Demokrat itu tetap membantah memerintahkan anak buahnya menyuap Amran.
Menurut Hartati, perusahannya terpaksa memberi uang yang diminta Amran karena kondisi keamanan pabriknya di Buol yang tidak kondusif.
Dalam persidangan tadi, tim jaksa KPK juga memutar rekaman pembicaraan Hartati dengan Amran. Hasil penyadapan itu mengungkap kalau Hartati meminta Amran mengutamakan perusahaannya. Dia juag meminta Amran tidak membiarkan PT Sonokelling Buana milik putra Artalyta Suryani dapat hak atas tanah perkebunan di Buol .
"Saya pahlawan lho di situ. Di situ masih kosong saya sudah di sana. Bapak tahu investasi di situ berat sekali. sekarang sudah maju kok kitanya dibeginikan," kata Hartati ke Amran seperti dalam rekaman.
Hartati pun minta ke Amran agar segera menyelesaikan surat usulan HGU bagi PT HIP.
"Bapak bisa selesaikan dalam waktu seminggu enggak?" tanya Hartati dalam rekaman tersebut.
Atas rekaman ini, Hartati tidak membantah kalau itu suaranya. Namun menurut Hartati, saat bertelepon dengan Amran itu dia hanya bersandiwara.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Hartati, Yani, Amran, dan direktur PT HIP, Gondo Sudjono sebagai tersangka. Gondo dan Yani didakwa baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama Hartati Murdaya (Direktur Utama PT HIP), Arim (Financial Controller PT HIP), dan Totok Lestiyo (Direktur PT HIP)
http://nasional.kompas.com/read/2012...m.Rekaman.Suap
KPK tidak mungkin menetapkan sesorang sebagai tersangka dan langsung menahan seseorang tanpa bukti yg kuat.
nasehat saya buat bu angelina dan Mirana Goeltom udahlah mengaku saja eneg liat para tersangka yang tidak ngaku
buat kasus bung Anas memang rada sulit tidak ada rekaman soalnya, karena bung Anas sudah tahu cara kerja KPK wong menurut kesaksian Nazarudin bung Anas pernah disebut dekat dengan Chandra Hamzah
