- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Hidayah, Apa Harus Menunggunya Menghampiri Kita?
TS
syaukaniismail
Hidayah, Apa Harus Menunggunya Menghampiri Kita?
Seperti biasa di pagi subuh ini aku berusaha untuk melaksanakan kewajiban shalat berjamaah di masjid dekat rumahku, dan seperti biasanya pula aku melalui jalan yang melewati pangkalan ojek. Selalu saja ketika aku melewati pangkalan ojek tersebut selalu sudah ada satu atau dua orang tukang ojek yang siap dengan motornya, menunggu penumpang yang naik. Kemungkinan aku dan mereka bersamaan saat keluar rumah masing-masing atau bahkan mungkin mereka lebih dahulu. Bedanya hanya di tujuan perjalanan kami, kalau mereka ke pangkalan ojek, sementara aku menuju masjid. Alangkah sayangnya pikirku dalam hati, sudah menyempatkan diri bangun pagi-pagi tetapi tidak dimanfaatkan waktunya untuk menunaikan perintah Allah. Bahkan kadang malah ada yang tidak shalat subuh. Padahal setiap hari mereka mendengar dengan jelas sekali seruan adzan dari masjid, dan melihat orang yang lalu lalang di depan mata mereka menuju masjid untuk melaksanakan shalat jamaah, bahkan kadang ada yang berlari lari mempercepat langkah karena takut ketinggalan shalat berjamaah. Rupanya semua itu tidak menjadikan hati mereka melunak untuk menuntun kakinya menuju masjid bersama dengan orang-orang, tetapi hatinya tetap keras membatu. Tidak mau berubah. Padahal itu pemandangan yang mereka lihat setiap hari selama berbulan bulan atau mungkin malah bertahun tahun. Tetapi tidak ada niat dan upaya mereka untuk ikut bersama orang-orang menuju masjid.
Ada kisah serupa dengan di atas tapi berbeda di akhir cerita. Ada seorang teman, sebut saja Fulan, yang ketika masih kuliah rajin ke masjid untuk mengikuti kegiatan keislaman. Suatu saat karena pekerjaan Fulan harus pindah ke luar jawa. Akhirnya sampailah Fulan di sebuah daerah yang baru yang Ia tidak kenal siapa pun. Mau meneruskan pengajian tapi ke siapa mesti melapor, ada godaan setan yang membuat Fulan lama vakum dalam kegiatan keislaman. Padahal ia melihat suasana yang diinginkan tersebut. Sampai akhirnya Fulan berusaha menghubungi teman yang dulu aktif juga di masjid, yang kerjanya tidak jauh darinya, ingin bertemu dan main ke sana. Singkat cerita bertemulah mereka, dan dari bincang-bincang mereka, akhirnya temannya tadi siap membantu untuk mempertemukan Fulan dengan temannya yang tinggal se daerah dengan Fulan. Akhirnya tidak lama dari pertemuan tersebut, Fulan didatangi oleh orang yang kemudian mengajak pada kegiatan-kegiatan seperti yang pernah dilakukan di kampus dulu. Dan Fulan kembali menemukan dunianya yang sempat hilang hampir selama 6 bulan.
Dua kisah di atas ada kemiripan, tentang bagaimana orang yang dihadapkan pada sebuah kebaikan dan kebaikan itu ada di depan mata, jelas kelihatan. Tapi ternyata ujung dari kisah tadi berbeda, yang satu tetap istiqamah pada kebiasaan yang salah, apapun yang terjadi di depan mata tidak mampu merubah hatinya. Hatinya tetap keras seperti batu. Sementara pada kisah yang kedua berujung pada perubahan yang terjadi pada diri Fulan, perubahan menuju kepada kebaikan. Mengapa berbeda ujungnya? Jawabannya adalah karena yang satu pasrah pada keadaan, tidak ada usaha, sementara satu berusaha untuk mendapatkannya, dengan usaha. Itulah hidayah.
Ibarat buah mangga yang ranum yang masih menempel pada ranting pohonnya, sementara di bawah pohon tadi ada bocah kecil yang mengharapkan dapat memakan buah mangga tersebut. Apa yang harus dilakukan bocah kecil tadi? Apakah cukup dengan berdiam diri saja menunggu mangga jatuh? Tidak. Itu sama saja dengan menunggu hujan emas turun dari langit. Bagaimana seharusnya yang ia lakukan? Tentu bocah tadi berusaha mencari bambu untuk mendapatkan mangga atau dengan memanjat pohon lalu memetiknya. Begitulah gambaran hidayah. Hidayah sudah ada dan di depan kita, tinggal bagaimana usaha kita untuk mendapatkannya. Tanpa ada sebuah usaha jangan harap hidayah akan turun kepada kita.
Betapa banyak disuguhkan di depan kita hal-hal yang dapat membawa kepada kebaikan, membawa kepada perintah Allah atau menjauhkan dari laranganNya. Betapa banyak ayat-ayat kauliyah dan kauniyah yang jelas terpampang di depan batang hidung kita, tetapi semua itu seakan tidak nampak, tidak terasakan oleh jiwa kita. Atau kadang terasakan, tapi pada saat-saat tertentu. Seperti saat terjadi angin puting beliung yang mengobrak abrik rumah dan pepohonan, saat itu semua orang berteriak Allah, Allah Sesaat saja, begitu angin berlalu mereka lupa dengan apa yang mereka teriakan tadi. Padahal semua jelas terjadi dan semua merasakan peringatan alam, setelah itu semua tinggal kenangan.
Tentunya kita paham, seberapa besar keutamaan yang akan Allah berikan kepada orang-orang yang bangun di sepertiga malam, kemudian menangis karena takut dengan Allah SWT. Mereka dijamin aman dari teriknya matahari ketika dikumpulkan di padang mahsyar, dimana saat itu matahari diletakkan di atas kita sehingga ada yang keringatnya sampai lutut, dada, bahkan ada yang tenggelam oleh keringatnya sendiri. Tapi orang yang rajin shalat malam selamat. Tapi berapa gelintir umat muslim yang rutin mau bangun di sepertiga malam dan meneteskan air mata ? Sementara kalau untuk menonton pertandingan sepak bola, mereka mampu bangun dan melotot selama dua jam. Inilah kalau kita tidak melakukan usaha ke arah sana, hanya membaca dan mendengarkan ceramah tentang keutamaan shalat malam, tetapi tidak ada niat dan usaha untuk bangun malam.
Setiap masjid pasti menyerukan adzan lima kali dalam sehari, dan semua masjid sekarang memakai pengeras suara dalam adzan. Tentunya semua orang mendengar panggilan suci Allah ini, untuk segera menunaikan kewajiban shalat berjamaah di masjid. Tetapi, coba lihatlah di masjid-masjid ketika shalat lima waktu. Berapa shaf kah? Rata-rata cuma dua, tiga, atau empat shaf. Apalagi ketika waktu subuh, satu shaf sudah bagus. Ke mana umat muslim saat itu? Tidak mungkin mereka tidak mendengar adzan, tidak mungkin mereka sakit semua, tidak mungkin mereka sedang melakukan safar semua? Itulah hidayah apabila tidak disertai sebuah usaha untuk meraihnya, akan lepas begitu saja.
Allah SWT melalui kekuasaanya sudah menunjukkan berbagai hidayah dan jalan kepada kita untuk meraihnya, dan jalan itu adalah jalan kebaikan, jalan kebahagiaan, tetapi kenapa hati kita masih keras untuk menggapainya? Niat dan berusaha lah untuk menggapai hidayah.
SUMBER
Cendolnya klw berkenan....
Terima kasih.....
_______________________________
Ada kisah serupa dengan di atas tapi berbeda di akhir cerita. Ada seorang teman, sebut saja Fulan, yang ketika masih kuliah rajin ke masjid untuk mengikuti kegiatan keislaman. Suatu saat karena pekerjaan Fulan harus pindah ke luar jawa. Akhirnya sampailah Fulan di sebuah daerah yang baru yang Ia tidak kenal siapa pun. Mau meneruskan pengajian tapi ke siapa mesti melapor, ada godaan setan yang membuat Fulan lama vakum dalam kegiatan keislaman. Padahal ia melihat suasana yang diinginkan tersebut. Sampai akhirnya Fulan berusaha menghubungi teman yang dulu aktif juga di masjid, yang kerjanya tidak jauh darinya, ingin bertemu dan main ke sana. Singkat cerita bertemulah mereka, dan dari bincang-bincang mereka, akhirnya temannya tadi siap membantu untuk mempertemukan Fulan dengan temannya yang tinggal se daerah dengan Fulan. Akhirnya tidak lama dari pertemuan tersebut, Fulan didatangi oleh orang yang kemudian mengajak pada kegiatan-kegiatan seperti yang pernah dilakukan di kampus dulu. Dan Fulan kembali menemukan dunianya yang sempat hilang hampir selama 6 bulan.
Dua kisah di atas ada kemiripan, tentang bagaimana orang yang dihadapkan pada sebuah kebaikan dan kebaikan itu ada di depan mata, jelas kelihatan. Tapi ternyata ujung dari kisah tadi berbeda, yang satu tetap istiqamah pada kebiasaan yang salah, apapun yang terjadi di depan mata tidak mampu merubah hatinya. Hatinya tetap keras seperti batu. Sementara pada kisah yang kedua berujung pada perubahan yang terjadi pada diri Fulan, perubahan menuju kepada kebaikan. Mengapa berbeda ujungnya? Jawabannya adalah karena yang satu pasrah pada keadaan, tidak ada usaha, sementara satu berusaha untuk mendapatkannya, dengan usaha. Itulah hidayah.
Ibarat buah mangga yang ranum yang masih menempel pada ranting pohonnya, sementara di bawah pohon tadi ada bocah kecil yang mengharapkan dapat memakan buah mangga tersebut. Apa yang harus dilakukan bocah kecil tadi? Apakah cukup dengan berdiam diri saja menunggu mangga jatuh? Tidak. Itu sama saja dengan menunggu hujan emas turun dari langit. Bagaimana seharusnya yang ia lakukan? Tentu bocah tadi berusaha mencari bambu untuk mendapatkan mangga atau dengan memanjat pohon lalu memetiknya. Begitulah gambaran hidayah. Hidayah sudah ada dan di depan kita, tinggal bagaimana usaha kita untuk mendapatkannya. Tanpa ada sebuah usaha jangan harap hidayah akan turun kepada kita.
Betapa banyak disuguhkan di depan kita hal-hal yang dapat membawa kepada kebaikan, membawa kepada perintah Allah atau menjauhkan dari laranganNya. Betapa banyak ayat-ayat kauliyah dan kauniyah yang jelas terpampang di depan batang hidung kita, tetapi semua itu seakan tidak nampak, tidak terasakan oleh jiwa kita. Atau kadang terasakan, tapi pada saat-saat tertentu. Seperti saat terjadi angin puting beliung yang mengobrak abrik rumah dan pepohonan, saat itu semua orang berteriak Allah, Allah Sesaat saja, begitu angin berlalu mereka lupa dengan apa yang mereka teriakan tadi. Padahal semua jelas terjadi dan semua merasakan peringatan alam, setelah itu semua tinggal kenangan.
Tentunya kita paham, seberapa besar keutamaan yang akan Allah berikan kepada orang-orang yang bangun di sepertiga malam, kemudian menangis karena takut dengan Allah SWT. Mereka dijamin aman dari teriknya matahari ketika dikumpulkan di padang mahsyar, dimana saat itu matahari diletakkan di atas kita sehingga ada yang keringatnya sampai lutut, dada, bahkan ada yang tenggelam oleh keringatnya sendiri. Tapi orang yang rajin shalat malam selamat. Tapi berapa gelintir umat muslim yang rutin mau bangun di sepertiga malam dan meneteskan air mata ? Sementara kalau untuk menonton pertandingan sepak bola, mereka mampu bangun dan melotot selama dua jam. Inilah kalau kita tidak melakukan usaha ke arah sana, hanya membaca dan mendengarkan ceramah tentang keutamaan shalat malam, tetapi tidak ada niat dan usaha untuk bangun malam.
Setiap masjid pasti menyerukan adzan lima kali dalam sehari, dan semua masjid sekarang memakai pengeras suara dalam adzan. Tentunya semua orang mendengar panggilan suci Allah ini, untuk segera menunaikan kewajiban shalat berjamaah di masjid. Tetapi, coba lihatlah di masjid-masjid ketika shalat lima waktu. Berapa shaf kah? Rata-rata cuma dua, tiga, atau empat shaf. Apalagi ketika waktu subuh, satu shaf sudah bagus. Ke mana umat muslim saat itu? Tidak mungkin mereka tidak mendengar adzan, tidak mungkin mereka sakit semua, tidak mungkin mereka sedang melakukan safar semua? Itulah hidayah apabila tidak disertai sebuah usaha untuk meraihnya, akan lepas begitu saja.
Allah SWT melalui kekuasaanya sudah menunjukkan berbagai hidayah dan jalan kepada kita untuk meraihnya, dan jalan itu adalah jalan kebaikan, jalan kebahagiaan, tetapi kenapa hati kita masih keras untuk menggapainya? Niat dan berusaha lah untuk menggapai hidayah.
SUMBER
Cendolnya klw berkenan....
Terima kasih.....
Quote:
_______________________________
Quote:
0
1.1K
11
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan