G 30 S PKI, Siapa yang salah?? mari ngobrol santai sembari mengingat sejarah
TS
AinkGenius
G 30 S PKI, Siapa yang salah?? mari ngobrol santai sembari mengingat sejarah
Iseng2 ane mengingat peristiwa yang menggegerkan bangsa indonesia, dan dunia juga.. Saat di Sekolah Dasar pun kita belajar akan sejarahnya, pasti kalian masih ingat juga foto2 brutal kekejaman mereka di buku sejarah..
iseng2 juga ane googling, liat di youtube banyak yang pro maupun kontra mengenai peristiwa ini gan, contohnya ada yang mempermasalahkan presiden kita soeharto yang memutar balikan fakta dan ada juga yang mempermasalahkan PKI benar2 melakukan hal kekejaman tersebut karena mereka benar2 atas dasar komunis (tak beragama) dan membenci agama..
ane menemukan salah satu dari banyak artikel hasil googling ane
ini artikel menegaskan bahwa PKI benar2 seperti yang dijelaskan dibuku sejarah kita (artikel dipersingkat)
Quote:
Kejahatan PKI Takkan Bisa Dihapuskan, Saksi Mata dan Korban Kekejaman PKI Bertemu di Surabaya
Kejahatan yang dilakukan oleh PKI takkan bisa dilupakan oleh seluruh bangsa Indonesia, apalagi dihapuskan begitu saja, meskipun ada pihak tertentu berusaha memutarbalikkan sejarah mengenai komunis di Indonesia. Pemerintah yang cerdas dan bijaksana harus mengantisipasi kemungkinan kembali suburnya komunis.
Demikian antara lain benang merah pendapat yang diungkapkan sejarahwan Anhar Gonggong dan Asisten Ketua Umum Majelis Pengurus Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Bismar Siregar kepada Pelita di Jakarta, Selasa (1/10), berkaitan dengan upacara "Mengenang Tragedi Nasional Akibat Pengkhianatan Terhadap Pancasila", dan atas penerbitan buku "Aku Bangga Jadi Anak PKI" karya dr Ribka Tjiptaning Proletariyati, kemarin. Dalam buku yang ditulisnya itu dia mengatakan bahwa PKI bukanlah pihak yang bersalah dalam peristiwa itu.
Menurut Bismar yang juga sebagai Majelis Pakar Partai Persatuan Pembangunan (PPP), sejarah tidak bisa diputarbalikkan, apalagi dinafikan. Partai Komunis Indonesia (PKI) terlibat dalam Gerakan 30 September (G-30-S) dengan segala kekejamannya.
"Saya adalah saksi sejarah yang hidup pada zaman itu, merasakan betul betapa kekejaman PKI itu tidak bisa dimaafkan oleh anak cucu bangsa Indonesia," tuturnya.
Dia mengaku sedih jika ada upaya menghapus citra PKI sebagai pengkhianat bangsa, yang menguasai kehidupan masyarakat melalui paham atheis. "Karena itu saya mengatakan, kalau ada orang yang mengatakan bangga sebagai anak PKI, maka berarti dia adalah anak setan. Karena PKI adalah setan yang menguasai kelompok masyarakat miskin," tegas mantan Hakim Agung itu lagi.
Sehubungan dengan itu, lanjut Bismar, kalangan petani, buruh dan nelayan jangan diabaikan. Pemerintahan yang cerdas dan bijaksana harus memberikan prioritas utama dalam upaya pengangkatan harakat, derajat, martabat, dan kesejahteraan mereka, karena kelompok inilah yang menjadi "sarang" paham komunis untuk tumbuh subur di Indonesia. "Pada masa lalu PKI adalah soko guru bagi petani. Mereka tampil sebagai pembela dan menjajikan tanah untuk petani," tandasnya.
"Kekhawatiran saya menjadi semakin besar ketika melihat kondisi parpol-parpol yang hanya mementingkan kekuasaan dan sangat rentan perpecahan," tandasnya.
Mestinya parpol-parpol yang ada semakin memperkuat diri, bukan malah terpecah-belah, yang berakibat semakin lemahnya kekuatan untuk memperkuat kondisi kehidupan bangsa dan negara. "Kemiskinan, ketidakpastian dan kelemahan sistem pemerintahan dan parpol-parpol memberikan peluang besar bagi komunis untuk menguasai masyarakat," tegasnya.
Tergantung posisi
Spoiler for buka:
Anhar Gonggong berpendapat bagaimana pun sejarah diputarbalikkan, tetap tidak akan terputar. Dia lantas menegaskan, biarkan masyarakat sendiri yang menilai nantinya apakah PKI itu bersalah atau tidak.
Dia menambahkan, penilaian seperti itu tergantung dari posisi mana dia melihatnya. Apabila yang menilai adalah anggota atau orang-orang dekat PKI, maka tentu mereka akan mengatakan bahwa PKI tidak bersalah. Tetapi sebaliknya, jika yang melihat adalah para korban PKI, maka tentu mereka tetap berpendapat bahwa PKI terlibat.
"Itu kan tergantung dari posisi mana dia melihatnya. Coba kalau sekarang kita katakan bahwa Oemar Dani itu bukan PKI, apa masyarakat akan percaya?" katanya.
Matinya demokrasi
Spoiler for buka:
Para anggota PKI atau pun orang-orang dekatnya saat ini merasa bahwa mereka diasingkan di negaranya sendiri, sehingga kebebasan mereka untuk berdemokrasi seolah-olah sudah mati. Dr Ribka Tjiptaning Proletariyati mengungkapkan hal itu dalam peluncuran bukunya berjudul "Aku Bangga Jadi Anak PKI" di Jakarta, kemarin.
Dia meyakini, demokrasi di negara kita saat ini sudah koma bahkan mati, sehingga mengantarkan dirinya dalam proses penyembuhan demokratisasi dengan ikut bergabung dalam arena pertarungan politik yang menurutnya, arena tersebut terkadang kotor, busuk, penuh kemunafikan dan menjurus pada kekejaman.
"Aku pantang mundur, oleh karena itu aku masuk dalam organisasi kemasyarakatan dan partai politik meskipun partai politik yang saat ini saya ikuti yaitu PDIP sudah kehilangan eksistensinya, sudah kehilangan semangatnya, dan sudah kehilangan warnanya," tegas anak salah seorang anggota PKI RM Soeripto Tjondrosaputro ini.
Dia mengingatkan, sejarah hitam tahun 1965 merupakan awal dari sebuah matinya demokrasi. Sebab, katanya, mengapa bangsa yang agamis dan beradab ini justru seenaknya sendiri membantai jutaan manusia dan tanpa proses pengadilan yang jelas langsung menahan orang seenaknya.
Dia mengatakan para anggota PKI maupun keluarganya sampai saat ini masih dianggap sebagai kelas nomor dua secara politik. Untuk itu, dirinya mengajak kepada seluruh anggota PKI maupun keluarganya agar menghilangkan rasa takut, minder, dan perasaan berdosa yang selama ini menghantui.
"Mari kita bangkit, mengungkapkan sebuah kebenaran, menguak tabir kematian, lalu membuat dan membina kehidupan baru," tegas Ribka.
Saksi kekejaman PKI
Spoiler for buka:
Sementara itu, sedikitnya 70 orang saksi mata berikut korban keganasan PKI tahun 1948 dan 1965, mengadakan pertemuan di Hotel Simpang Natour Surabaya, Jawa Timur, kemarin. Satu demi satu di antara mereka menceritakan bagaimana sanak saudaranya dibantai PKI, dalam acara yang diprakarsai Centre for Indonesia Comunism Studies (CICS). Mayoritas dari mereka menyatakan trauma akibat tragedi pembantaian itu dan mengingatkan kepada generasi muda untuk mewaspadai dan menjaga agar PKI jangan sampai bangkit kembali di Bumi Pertiwi Indonesia.
Isro' salah seorang keluarga korban dengan terbata-bata menceriterakan, setiap kali bulan September ingatannya selalu melayang ke tahun 1965. Ketika itu usianya baru 10 tahun pergi bersama sang ayah ke sawah. Namun dalam perjalanan keduanya dicegat segerombolan yang memakai atribut janur kuning sambil membawa senjata tajam berupa parang dan pedang. Pemandangan mengerikan terjadi di depan sang anak, ayahnya diseret ke tengah sawah dan dipukuli beramai-ramai tanpa mengetahui apa kesalahannya.
Ikhwal Isro' sendiri karena merasa takut langsung lari pulang dan tak tahu lagi bagaimana nasib sang ayah.
Sampai tujuh hari, Isro' tidak menjumpai ayahnya pulang, Baru pada hari ke delapan, orang-orang kampung mendapati tubuh ayah Isro' tergeletak di sawah dengan kondisi mengenaskan. Tubuhnya tercerai berai dan seperti habis dibakar. "Tubuh bapak saya hanya bisa dipunguti dan dimasukkan ke dalam kaleng. Kalau melihat ciri-cirinya seperti bekas dibakar dan dimakan anjing," tuturnya.
Hal yang sama juga dirasakan Maslukin, warga Blitar Selatan, korban keganasan PKI tahun 1967. Saat itu bulan September dan bertepatan dengan bulan Ramadhan. Setiap malam, rumah Maslukin selalu digunakan untuk sholat Tarawih. "Waktu itu masih awal-awal bulan puasa. Sehabis sholat Tarawih, pintu rumah saya digedor-gedor sejumlah orang hingga jebol. Saya dan bapak diborgol. Rumah diobrak-abrik," kenangnya.
Belum puas, tujuh orang yang berpakaian pamong dan militer itu menyeret Maksum, ayah Maslukin dan menembaknya sebanyak dua kali. Satu peluru tembus di dada hingga punggung, dan satu lagi bersarang di dada. "Dengan sekuat tenaga, saya lari, melompat pagar, dan mengambil kentongan milik tetangga. Saya pukul kentongan itu kuat-kuat hingga para tetangga datang," papar Maslukin yang saat itu berusia 22 tahun.
Cerita-cerita lain langsung ke linknya aja gan, nggak muat dithread / googling aja
Masih banyak cerita para korban keganasan PKI yang kemarin dituturkan secara singkat. Sayang, masing-masing hanya diberi waktu tujuh menit untuk menuturkan pengalamannya masing-masing. Dan di akhir penuturan, mereka selalu berseru untuk menghadang setiap gejala kebangkitan komunisme dalam bentuk apa pun. "Kalian pemuda-pemuda saat ini. Jangan sok tahu dan membela komunisme. Kami yang telah merasakan keganasan mereka. Jangan sampai kalian menyesal jika komunisme bangkit dan berkembang di mana-mana," teriak Mahfud berapi-api.(m4/kh/jon/sub)
sumber : http://www.pelita.or.id/cetakartikel.php?id=1889
kalo ini dari salah satu artikel yang menegaskan bahwa soeharto patut dipermasalahkan akan peristiwa ini
Quote:
nggak muat artikelnya dipajang dimari langsung aja ke link berikut, no jebmen
sumber : http://serbasejarah.wordpress.com/2009/06/25/shadow-play-film-mengenai-penjatuhan-soekarno-dan-pembantaian-massal-1965-1966/
sedikit cerita dari keluarga ane nih, sebelum embah ane meninggal, beliau juga pernah cerita bahwa beliau pernah dikejar-kejar oleh sekelompok PKI gan, setiap orang yang nyari di lengkapi dengan senjata-senjata, embah ane hanya bermodalkan doa dan pinter melarikan diri dan bersembunyi
ane minta kita ngobrol santai, debat santai, dan tidak ada pertumpahan darah gan