- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
{G 30 S PKI} Kehidupan Hanya Karna Menari Lagu Genjer-Genjer PKI Dance
TS
catpowder
{G 30 S PKI} Kehidupan Hanya Karna Menari Lagu Genjer-Genjer PKI Dance
Quote:
Malam Agan-agan dan Sista-sista yang makin lama makin kaskuser ,dalam memperingati G 30 S/PKI,ane cuma mau share pengalaman para korban yang tidak bersalah dalam mencari keadilan di tengah pemerintahan yang ababil. point terpentingnya sih kita harus tetap mencintai negara kita apapun yang terjadi jangan ada diskriminasi ras,agama dan apapun sebangsanya ,dan berharap keadilan pemerintah terhadap rakyatnya akan slalu ada,wokeh deh pemirsa thread ini ane buat hasil terjemahan sendiri di bantu mbah gugel translate .Source di sono
Quote:
Untuk pertama kalinya, sebuah penyelidikan yang disponsori negara telah menyimpulkan bahwa pembunuhan 1965-1966 setelah kudeta tahun 1965 yang diduga merupakan "pelanggaran berat hak asasi manusia". Di bawah ini adalah laporan oleh tim The Jakarta Post, sebagai lanjutan dari laporan kemarin dari Medan dan Jakarta.
Quote:
Matahari bersinar cerah pada pagi hari di Yogyakarta yang dingin. Sumilah, 60, sedang mempersiapkan warungnya sate nya, "Bu Milah", ruangan dengan lebar enam meter persegi di pasar Prambanan di Sleman. Dia menuangkan gulai, sup kelapa pedas untuk hidangan daging kambing, menyiapkan api untuk panggangan sate dan tergantung daging kambing. pembeli di kiosnya terlihat cukup banyak seperti lainnya.
mungkin hanya Beberapa orang saja menebak bahwa kegiatan duniawi ini telah menjadi bagian dari rutinitas sehari-hari Sumilah sejak dia dibebaskan dari penjara Plantungan di Kendal, Jawa Tengah, pada tahun 1979.
Pada 19 November 1965, Sumilah mengatakan dia ditahan karna menjadi pendukung Partai Komunis Indonesia (PKI), yang dipersalahkan atas kudeta dibatalkan 30 September 1965. Dia adalah salah satu dari puluhan ribu orang yang ditangkap, disiksa dan ditahan tanpa proses hukum.
*"Saya hanya menari Genjer-genjer [sebuah lagu rakyat Jawa] saat konser di desa," ujar wanita mungil, yang meninggalkan sekolah dasar setelah kelas empat.
Pada umur 14, dia secara alami tidak memiliki dan mengetahui tentang politik yang ada di indonesia. Peristiwa yang terjadi padatahun-tah8un berikutnya untuk stigmatisasi apapun terkait dengan PKI - termasuk lagu Genjer-genjer yang dikaitkan dengan Gerwani, kelompok perempuan PKI, yang juga kemudian dilarang.
"Saya hanya bergabung dan menari karena musik gamelan yang menarik untuk menari," kata Sumilah, seorang ibu dari dua anak.
Sebagai seorang tahanan politik selama 16 tahun, ia pindah dari penjara Wirogunan, salah satu dari yang disebutkan dalam laporan tentang pembunuhan 1965-1966 dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) ke penjara Bulu di Semarang, dan akhirnya ke penjara Plantungan - di mana dia makan nasi untuk pertama kalinya sejak 1973, hanya makan jagung dan ubi jalar.
Cara dia mengatakan itu, sulit untuk membayangkan emosi yang tampaknya telah memudar selama beberapa tahun.
Di depan semua laki-laki yang menginterograsi, Sumilah mengatakan ia terus-menerus disiksa dan mengalami pelecehan seksual. "Saya selalu dipukuli selama interogasi, mengatakan ke saya untuk telanjang dan mereka mencari tanda yanga saya sendiri juga tidak tahu tanda apa yang mereka cari," katanya datar.
Sumilah yang sudah menjanda, mengatakan dia tidak menanggung dendam,dan mengatakan hidupnya adalah apa yang Mahakuasa takdirkan untuknya.
*Dia memiliki sedikit bukti laporannya - menyusul laporan rinci temuan, Komnas HAM mengusulkan dua pilihan, bersalah atau tidak,komnas HAM akan mencari keadilan.
Sumilah terdiam, dan kemudian mengatakan dia ingin pernyataan resmi bahwa ia tidak melakukan kesalahan. "Saya ingin pemerintah memperhatikan hidup saya, saya butuh modal untuk bisnis saya." jualan Sate bukanlah cara mudah untuk mencari nafkah, apalagi sekarang suaminya sudah meninggal, katanya.
mungkin hanya Beberapa orang saja menebak bahwa kegiatan duniawi ini telah menjadi bagian dari rutinitas sehari-hari Sumilah sejak dia dibebaskan dari penjara Plantungan di Kendal, Jawa Tengah, pada tahun 1979.
Pada 19 November 1965, Sumilah mengatakan dia ditahan karna menjadi pendukung Partai Komunis Indonesia (PKI), yang dipersalahkan atas kudeta dibatalkan 30 September 1965. Dia adalah salah satu dari puluhan ribu orang yang ditangkap, disiksa dan ditahan tanpa proses hukum.
*"Saya hanya menari Genjer-genjer [sebuah lagu rakyat Jawa] saat konser di desa," ujar wanita mungil, yang meninggalkan sekolah dasar setelah kelas empat.
Quote:
buat yang belum tau lagu genjer-genjer yang di populerkan (alm)Bing Slamet
Pada umur 14, dia secara alami tidak memiliki dan mengetahui tentang politik yang ada di indonesia. Peristiwa yang terjadi padatahun-tah8un berikutnya untuk stigmatisasi apapun terkait dengan PKI - termasuk lagu Genjer-genjer yang dikaitkan dengan Gerwani, kelompok perempuan PKI, yang juga kemudian dilarang.
"Saya hanya bergabung dan menari karena musik gamelan yang menarik untuk menari," kata Sumilah, seorang ibu dari dua anak.
Sebagai seorang tahanan politik selama 16 tahun, ia pindah dari penjara Wirogunan, salah satu dari yang disebutkan dalam laporan tentang pembunuhan 1965-1966 dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) ke penjara Bulu di Semarang, dan akhirnya ke penjara Plantungan - di mana dia makan nasi untuk pertama kalinya sejak 1973, hanya makan jagung dan ubi jalar.
Cara dia mengatakan itu, sulit untuk membayangkan emosi yang tampaknya telah memudar selama beberapa tahun.
Di depan semua laki-laki yang menginterograsi, Sumilah mengatakan ia terus-menerus disiksa dan mengalami pelecehan seksual. "Saya selalu dipukuli selama interogasi, mengatakan ke saya untuk telanjang dan mereka mencari tanda yanga saya sendiri juga tidak tahu tanda apa yang mereka cari," katanya datar.
Sumilah yang sudah menjanda, mengatakan dia tidak menanggung dendam,dan mengatakan hidupnya adalah apa yang Mahakuasa takdirkan untuknya.
*Dia memiliki sedikit bukti laporannya - menyusul laporan rinci temuan, Komnas HAM mengusulkan dua pilihan, bersalah atau tidak,komnas HAM akan mencari keadilan.
Sumilah terdiam, dan kemudian mengatakan dia ingin pernyataan resmi bahwa ia tidak melakukan kesalahan. "Saya ingin pemerintah memperhatikan hidup saya, saya butuh modal untuk bisnis saya." jualan Sate bukanlah cara mudah untuk mencari nafkah, apalagi sekarang suaminya sudah meninggal, katanya.
Quote:
Yogyakarta juga rumah bagi Kristina "Mamik" Sumarniati,, 67 yang sama ditahan di Wirogunan, Bulu, dan kemudian penjara Plantungan.
"Saya ditahan selama menjadi aktivis Asosiasi Indonesia Pemuda dan Mahasiswa [IPPI] yang dianggap sebagai afiliasi dari PKI," kata Mamik, yang menjual barang-barang rumah tangga di daerah Umbulharjo. Mamik sendiri bingung karna presiden Sukarno sendiri adalah sumber ideologi IPPI itu - tapi kemudian waktulah dan politik yang berbalik melawan presiden pertama tersebut.
Mamik menceritakan kembali kisahnya di rumahnya yang sederhana dan bersih.Sesekali menyeka air mata. Dia bilang dia masih merasa sakit di dadanya ketika mengingat pengalamannya selama interogasi berulang kali antara tahun 1965-1968.
*"Mereka melucuti saya selama interogasi . Mereka membakar rambut saya. "
Dia menghadapi stigma kehidupan dan diskriminasi, karena dia tidak diizinkan untuk bergabung dengan arisan lokal. "Stigma tersebut seperti hukuman mati kepada korban 1965," katanya. Suaminya, yang meninggal pada tahun 2010, adalah mantan tahanan politik juga.
Bagaimanapun juga menjadi korban membuat saya kuat dalam kehidupan, katanya. Keluarga bertahan hidup dengan menjual gorengan, sampai mereka memiliki cukup modal untuk membuka kios minyak tanah kecil, dan membayar pendidikan untuk anak-anaknya. Mamik tetap skeptis atas apa yang akan di lakukan komna HAM dalam mencari keadilan untuk dirinya, dan mengatakan tidak ada cara lain apakah pemimpin negara akan peduli terhadap orang-orang seperti dia, karena mereka fokus berkorupsi.
Namun, Mamik menambahkan bahwa dia tidak berharap pemerintah akan datang dengan sesuatu yang konkret, mengingat banyak sekali ribuan orang tak berdosa bernasib sama seperti dirinya.
Mamik mengatakan ia tidak mencari penyelesaian hukum yang rumit, mengingat bahwa sebagian besar pihak yang bertanggung jawab yang disebutkan dalam laporan itu sekarang sudah mati.
*"Aku butuh rehabilitasi nama saya, karena saya yakin saya tidak bersalah," kata Mamik. Dia juga mengatakan bahwa korban yang sekarang sudah tua membutuhkan jaminan kesehatan dan jaminan hari tua, setelah sekian lama tersiksa.
"Saya ditahan selama menjadi aktivis Asosiasi Indonesia Pemuda dan Mahasiswa [IPPI] yang dianggap sebagai afiliasi dari PKI," kata Mamik, yang menjual barang-barang rumah tangga di daerah Umbulharjo. Mamik sendiri bingung karna presiden Sukarno sendiri adalah sumber ideologi IPPI itu - tapi kemudian waktulah dan politik yang berbalik melawan presiden pertama tersebut.
Mamik menceritakan kembali kisahnya di rumahnya yang sederhana dan bersih.Sesekali menyeka air mata. Dia bilang dia masih merasa sakit di dadanya ketika mengingat pengalamannya selama interogasi berulang kali antara tahun 1965-1968.
*"Mereka melucuti saya selama interogasi . Mereka membakar rambut saya. "
Dia menghadapi stigma kehidupan dan diskriminasi, karena dia tidak diizinkan untuk bergabung dengan arisan lokal. "Stigma tersebut seperti hukuman mati kepada korban 1965," katanya. Suaminya, yang meninggal pada tahun 2010, adalah mantan tahanan politik juga.
Bagaimanapun juga menjadi korban membuat saya kuat dalam kehidupan, katanya. Keluarga bertahan hidup dengan menjual gorengan, sampai mereka memiliki cukup modal untuk membuka kios minyak tanah kecil, dan membayar pendidikan untuk anak-anaknya. Mamik tetap skeptis atas apa yang akan di lakukan komna HAM dalam mencari keadilan untuk dirinya, dan mengatakan tidak ada cara lain apakah pemimpin negara akan peduli terhadap orang-orang seperti dia, karena mereka fokus berkorupsi.
Namun, Mamik menambahkan bahwa dia tidak berharap pemerintah akan datang dengan sesuatu yang konkret, mengingat banyak sekali ribuan orang tak berdosa bernasib sama seperti dirinya.
Mamik mengatakan ia tidak mencari penyelesaian hukum yang rumit, mengingat bahwa sebagian besar pihak yang bertanggung jawab yang disebutkan dalam laporan itu sekarang sudah mati.
*"Aku butuh rehabilitasi nama saya, karena saya yakin saya tidak bersalah," kata Mamik. Dia juga mengatakan bahwa korban yang sekarang sudah tua membutuhkan jaminan kesehatan dan jaminan hari tua, setelah sekian lama tersiksa.
Quote:
Korban lain, Bondan Nusantara, 60, adalah seorang seniman tradisional terkemuka di Yogyakarta. karena ibunya, wanita terkemuka rombongan budaya, adalah anggota Lekra kelompok budaya yang terkait dengan PKI. Theresia Kadariyah, ibunya, bintang dari Kridho Mardi Ketoprak, kelompok komedi Jawa, ditahan selama tujuh tahun.
Bondan menjadi korban karna ibunya yang seorang tahanan politik terkait PKI,mungkin seperti anak-anak lainnya yang menjadi korban mereka mendapatkan perlakuan dan diskriminasi,ada yang pergi menjauh dari tempat asalnya ada mengisolasikan diri.
"Hal utama adalah bahwa pemerintah harus mengakui bahwa ada korban yang tidak bersalah," katanya saat diwawancarai di Pusat Kebudayaan Yogyakarta. Dia menambahkan bahwa diskriminasi seumur hidup membuatnya menjadi orang yang lebih kuat, dan mengatakan ia tidak pendendam.
Namun, ia menolak rekomendasi komisi dari percobaan hak asasi manusia ad hoc. Karna tindakan demikian "akan dipolitisasi oleh kelompok tertentu", katanya. "Kemudian teman-teman saya dan saya akan menghadapi lebih banyak kesulitan, kami akan dituduh 'mengaduk sesuatu' dan menghidupkan kembali [komunis] gerakan lagi."
Pasca-Soeharto lengser telah mendorong beberapa korban untuk berbicara bersama dengan pendukung mereka, yang menyebabkan kekhawatiran akan adalagi "kebangkitan komunis".
Pengakuan salah dari pemerintah setidaknya akan menjadi langkah pertama untuk rekonsiliasi, kata Bondan. "Ini saatnya untuk memikirkan masa depan Indonesia," katanya.
Bondan menjadi korban karna ibunya yang seorang tahanan politik terkait PKI,mungkin seperti anak-anak lainnya yang menjadi korban mereka mendapatkan perlakuan dan diskriminasi,ada yang pergi menjauh dari tempat asalnya ada mengisolasikan diri.
"Hal utama adalah bahwa pemerintah harus mengakui bahwa ada korban yang tidak bersalah," katanya saat diwawancarai di Pusat Kebudayaan Yogyakarta. Dia menambahkan bahwa diskriminasi seumur hidup membuatnya menjadi orang yang lebih kuat, dan mengatakan ia tidak pendendam.
Namun, ia menolak rekomendasi komisi dari percobaan hak asasi manusia ad hoc. Karna tindakan demikian "akan dipolitisasi oleh kelompok tertentu", katanya. "Kemudian teman-teman saya dan saya akan menghadapi lebih banyak kesulitan, kami akan dituduh 'mengaduk sesuatu' dan menghidupkan kembali [komunis] gerakan lagi."
Pasca-Soeharto lengser telah mendorong beberapa korban untuk berbicara bersama dengan pendukung mereka, yang menyebabkan kekhawatiran akan adalagi "kebangkitan komunis".
Pengakuan salah dari pemerintah setidaknya akan menjadi langkah pertama untuk rekonsiliasi, kata Bondan. "Ini saatnya untuk memikirkan masa depan Indonesia," katanya.
Quote:
Maap kalo agak panjang ,buat flashback aja gan bahwa dalam mencari keadilan buat orang yang tidak bersalah itu gak gampang di negri tercinta ini.
BTW ane tetep Cinta dan tentunya dan aus pastinya
Spoiler for Check this out:
0
5.2K
Kutip
20
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan