- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Effek hilangnya PMP (Pendidikan Moral Pancasila)


TS
Hernav41
Effek hilangnya PMP (Pendidikan Moral Pancasila)
Agan2,
Saya merasa Prihatin dengan kejadian2 Tawuran Pelajar dan Mahasiswa, Pelecehan-pelecehan moral , dan hilangnya sikap Hormat anak kepada Orangtuanya ( tidak semua anak sih )....
Menurut agan apa lagi hal2 yang dinilai positif / Negatif dengan dihilangkannya Pendidikan PMP apalagi dari tingkat Dasar....
Quote:
Quote:
HILANGNYA PENDIDIKAN MORAL PANCASILA BERDAMPAK MENURUNNYA PATRIOTISME DAN CINTA TANAH AIR BAGI SISWA
Garuda Pancasila akulah pendukungmu patriot proklamasi, bsedia berkorban untukmu, Pancasila dasar Negara, rakyat adil makmur sentosa, pribang-pribangsaku (pribadi bangsaku), ayo maju-maju, ayo maju-maju, ayo maju-maju
Syair lagu diatas mengingatkan kita pada masa 70-an hingga 80-an, dimana kesalahan nasional dalam menyanyikan lagu ini telah mendarah-daging dan turun temurun. Aroma perjuangan dalam mempertahankan sang merah-putih masih begitu terasa. Suasana pedesaan yang damai pada masa itu, membuat kita enggan memasuki era global seperti sekarang.
***
Dalam lipatan lusuh sejarah Republik, lagu-lagu kebangsaan yang memunculkan mental patriotisme dan cinta tanah air memang selalu terngiang dalam ingatan kolektif masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan. Pun kalau saat ini lagu-lagu tersebut masih mencuat dan masih menyisakan sedikit kenangan, itu berkat sisa-sisa indoktrinisasi masa orde baru yang begitu ketat menjaga agar nyawa perjuangan selalu diingat oleh seluruh pelosok negeri agar tidak terpengaruh terhadap kebudayaan asing yang masuk membabi-buta di Indonesia.
Hijrahnya budaya barat yang membumi-hanguskan budaya bangsa saat ini menyisakan penghianat-penghianat kecil yang kapitalis dan borjuis yang malu menjadi bagian dari bangsa Indonesia. Penghianatan itu dilakukan hanya sebagai aktualisasi diri agar tidak dikatakan kuno dan tidak gaul. Mereka lebih memilih menjadi budak negeri orang dari pada menjadi tuan dinegeri sendiri.
Saat ini, lagu-lagu perjuangan tidak pernah terdengar berkumandang, cibiran dan bahkan pelecehan terhadap lagu-lagu kebangsaan dengan dipelesetkan kerap dilakukan oleh generasi-genarasi sekarang. Di sekolah misalnya, setiap hari Senin selalu diadakan upacara bendera, yang tujuan awalnya adalah menumbuhkan rasa disiplin, patriotisme dan cinta tanah air sebagai wujud bakti dalam menghargai perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih dan mempertahankan kemerdekaan, namun sikap menghargai itu sama sekali tidak tampak adanya keseriusan dalam mengikuti jalannya prosesi upacara bendera. Mulai dari tidak sempurna sikap hormat pada sang Merah Putih hingga pada saat menyanyikan syair lagu kebanggsaan termasuk lagu Indonesia Raya.
Hilangnya kebanggaan terhadap negeri sendiri semakin terasa seiring dengan hilangnya Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan Pendidikan Sejarah dan Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai salah satu mata pelajaran yang ada disekolah. Siswa akan merasa memiliki semangat perjuangan dan terlibat dalam perjuangan mempertahankan negara dari naungan para penjajah.
Mata pelajaran tersebut dirasa sangat punya andil dalam memberikan pengetahuan dan pembelajaran terhadap sikap toleransi antar sesama warga Negara dan sikap bela Negara sebagai aplikasi dari sila-sila dalam Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Kala itu, siswa akan berhenti dari semua aktifitasnya ketika mendengarkan kumandang lagu kebangsaan, terlebih lagu Indonesia Raya. Polisi dan ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) pun akan marah dan memberi hukuman push up jika mengetahui orang beraktifitas pada saat ada pengibaran bendera Merah Putih dan nyanyian lagu Indonesia Raya.
Tetapi keadaan sekarang menjadi terbalik, sikap patriotisme tidak dimiliki oleh generasi sekarang, sang Merah Putih bukan lagi menjadi hal disakralkan, mental individualis cenderung dominan yang sebenarnya bukan cerminan sikap bangsa Indonesia. Sikap patriotisme dan cinta tanah air saat ini hanya dimiliki Polisi dan TNI.
Sekolah sebagai pusat pembelajaran dan pelatihan tidak lagi menyentuh materi yang demikian. Pendidikan Moral Pancasila tak lagi menjadi bagian dari pendidikan, lagu kebangsaan sudah tidak sakral untuk didengar. Apakah ini adalah awal dari kehancuran bangsa ini?.
Perilaku menyimpang yang tidak mencerminkan moral Pancasila justru banyak dilakukan sebagai pengaruh hijrahnya budaya barat dan pesatnya teknologi informasi yang tidak disikapi dengan positif. Anak akan meniru atau moncontoh dari apa yang dilihat, kecenderungan anak akan meniru sesuatu yang menurut persepsinya baik. Anak akan memvisualisasikan kegelisahan dan melampiaskan dalam bentuk tingkah laku yang didapat dari berbagai media. Banyaknya kasus kejahatan yang diekspos oleh media massa, pelecehan seksual, intimidasi, penguasaan hak, penerapan hukum yang tidak seimbang adalah merupakan dampak dari hilangnya pendidikan moral Pancasila.
Mereka termakan mode, penjajahan moral bangsa yang tidak pernah disadari, hingga hari ini belum ada solusi untuk mencegahnya. Kebanggaan menggunakan budaya bangsa lain merupakan bahaya latenyang harus segera dihilangkan.
Betapa sulitnya bangsa Indonesia mendapatkan pengakuan dari bangsa-bangsa didunia sebagai bangsa yang besar dan bangsa yang yang bermartabat, namun lebih sulit lagi mempertahankan pengakuan sebagai bangsa yang bermartabat Haruskah pergerakan nasional dilakukan kembali seperti awal munculnya pergerakan nasional waktu itu?.
Pergerakan nasional sebagai awal kebangkitan nasional yang seharusnya memacu kita untuk lebih kompak dalam mempertahankan budaya bangsa agar tidak terjadi pergeseran sikap patriotis dan cinta terhadap tanah air. Keteladanan dari generasi terdahulu termasuk guru harus semakin ditingkatkan. Yang muda harus mau belajar untuk meneruskan cita-cita perjuangan bangsa. Pendidikan Moral Pancasila seharusnya menjadi motor penggerak pergerakan nasional yang mampu memunculkan pejuang-pejuang kecil melalui lembaga pendidikan baik formal maupun informal.
Garuda Pancasila akulah pendukungmu patriot proklamasi, bsedia berkorban untukmu, Pancasila dasar Negara, rakyat adil makmur sentosa, pribang-pribangsaku (pribadi bangsaku), ayo maju-maju, ayo maju-maju, ayo maju-maju
Syair lagu diatas mengingatkan kita pada masa 70-an hingga 80-an, dimana kesalahan nasional dalam menyanyikan lagu ini telah mendarah-daging dan turun temurun. Aroma perjuangan dalam mempertahankan sang merah-putih masih begitu terasa. Suasana pedesaan yang damai pada masa itu, membuat kita enggan memasuki era global seperti sekarang.
***
Dalam lipatan lusuh sejarah Republik, lagu-lagu kebangsaan yang memunculkan mental patriotisme dan cinta tanah air memang selalu terngiang dalam ingatan kolektif masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan. Pun kalau saat ini lagu-lagu tersebut masih mencuat dan masih menyisakan sedikit kenangan, itu berkat sisa-sisa indoktrinisasi masa orde baru yang begitu ketat menjaga agar nyawa perjuangan selalu diingat oleh seluruh pelosok negeri agar tidak terpengaruh terhadap kebudayaan asing yang masuk membabi-buta di Indonesia.
Hijrahnya budaya barat yang membumi-hanguskan budaya bangsa saat ini menyisakan penghianat-penghianat kecil yang kapitalis dan borjuis yang malu menjadi bagian dari bangsa Indonesia. Penghianatan itu dilakukan hanya sebagai aktualisasi diri agar tidak dikatakan kuno dan tidak gaul. Mereka lebih memilih menjadi budak negeri orang dari pada menjadi tuan dinegeri sendiri.
Saat ini, lagu-lagu perjuangan tidak pernah terdengar berkumandang, cibiran dan bahkan pelecehan terhadap lagu-lagu kebangsaan dengan dipelesetkan kerap dilakukan oleh generasi-genarasi sekarang. Di sekolah misalnya, setiap hari Senin selalu diadakan upacara bendera, yang tujuan awalnya adalah menumbuhkan rasa disiplin, patriotisme dan cinta tanah air sebagai wujud bakti dalam menghargai perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih dan mempertahankan kemerdekaan, namun sikap menghargai itu sama sekali tidak tampak adanya keseriusan dalam mengikuti jalannya prosesi upacara bendera. Mulai dari tidak sempurna sikap hormat pada sang Merah Putih hingga pada saat menyanyikan syair lagu kebanggsaan termasuk lagu Indonesia Raya.
Hilangnya kebanggaan terhadap negeri sendiri semakin terasa seiring dengan hilangnya Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan Pendidikan Sejarah dan Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai salah satu mata pelajaran yang ada disekolah. Siswa akan merasa memiliki semangat perjuangan dan terlibat dalam perjuangan mempertahankan negara dari naungan para penjajah.
Mata pelajaran tersebut dirasa sangat punya andil dalam memberikan pengetahuan dan pembelajaran terhadap sikap toleransi antar sesama warga Negara dan sikap bela Negara sebagai aplikasi dari sila-sila dalam Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Kala itu, siswa akan berhenti dari semua aktifitasnya ketika mendengarkan kumandang lagu kebangsaan, terlebih lagu Indonesia Raya. Polisi dan ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) pun akan marah dan memberi hukuman push up jika mengetahui orang beraktifitas pada saat ada pengibaran bendera Merah Putih dan nyanyian lagu Indonesia Raya.
Tetapi keadaan sekarang menjadi terbalik, sikap patriotisme tidak dimiliki oleh generasi sekarang, sang Merah Putih bukan lagi menjadi hal disakralkan, mental individualis cenderung dominan yang sebenarnya bukan cerminan sikap bangsa Indonesia. Sikap patriotisme dan cinta tanah air saat ini hanya dimiliki Polisi dan TNI.
Sekolah sebagai pusat pembelajaran dan pelatihan tidak lagi menyentuh materi yang demikian. Pendidikan Moral Pancasila tak lagi menjadi bagian dari pendidikan, lagu kebangsaan sudah tidak sakral untuk didengar. Apakah ini adalah awal dari kehancuran bangsa ini?.
Perilaku menyimpang yang tidak mencerminkan moral Pancasila justru banyak dilakukan sebagai pengaruh hijrahnya budaya barat dan pesatnya teknologi informasi yang tidak disikapi dengan positif. Anak akan meniru atau moncontoh dari apa yang dilihat, kecenderungan anak akan meniru sesuatu yang menurut persepsinya baik. Anak akan memvisualisasikan kegelisahan dan melampiaskan dalam bentuk tingkah laku yang didapat dari berbagai media. Banyaknya kasus kejahatan yang diekspos oleh media massa, pelecehan seksual, intimidasi, penguasaan hak, penerapan hukum yang tidak seimbang adalah merupakan dampak dari hilangnya pendidikan moral Pancasila.
Mereka termakan mode, penjajahan moral bangsa yang tidak pernah disadari, hingga hari ini belum ada solusi untuk mencegahnya. Kebanggaan menggunakan budaya bangsa lain merupakan bahaya latenyang harus segera dihilangkan.
Betapa sulitnya bangsa Indonesia mendapatkan pengakuan dari bangsa-bangsa didunia sebagai bangsa yang besar dan bangsa yang yang bermartabat, namun lebih sulit lagi mempertahankan pengakuan sebagai bangsa yang bermartabat Haruskah pergerakan nasional dilakukan kembali seperti awal munculnya pergerakan nasional waktu itu?.
Pergerakan nasional sebagai awal kebangkitan nasional yang seharusnya memacu kita untuk lebih kompak dalam mempertahankan budaya bangsa agar tidak terjadi pergeseran sikap patriotis dan cinta terhadap tanah air. Keteladanan dari generasi terdahulu termasuk guru harus semakin ditingkatkan. Yang muda harus mau belajar untuk meneruskan cita-cita perjuangan bangsa. Pendidikan Moral Pancasila seharusnya menjadi motor penggerak pergerakan nasional yang mampu memunculkan pejuang-pejuang kecil melalui lembaga pendidikan baik formal maupun informal.
Saya merasa Prihatin dengan kejadian2 Tawuran Pelajar dan Mahasiswa, Pelecehan-pelecehan moral , dan hilangnya sikap Hormat anak kepada Orangtuanya ( tidak semua anak sih )....
Menurut agan apa lagi hal2 yang dinilai positif / Negatif dengan dihilangkannya Pendidikan PMP apalagi dari tingkat Dasar....
0
11.6K
Kutip
24
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan