Ah lagi-lagi ada kasus pemerasan di industri telekomunikasi kita.
Quote:
detik..com
Dinyatakan Pailit, Telkomsel Tak Merasa Hutang Rp 5,3 Miliar
Minggu, 16/09/2012 16:01 WIB
Achmad Rouzni Noor II
Jakarta - Operator seluler Telkomsel yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat (PN Jakpus) menyatakan bahwa kasus hutang sebesar Rp 5,3 miliar yang dituntut oleh PT Prima Jaya Informatika, belum terjadi sama sekali.
"Telkomsel menghormati keputusan Pengadilan Niaga Jakpus tersebut, meskipun perusahaan berpendapat belum terjadi hutang piutang sebesar Rp 5,3 miliar sebagaimana dimaksud karena masih dalam proses sengketa," ujar Corporate Secretary Telkomsel, Asli Brahmana, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (16/9/2012).
Dalam keterangannya, Telkomsel memberikan keyakinan bahwa mereka masih sebagai perusahaan yang reputable dan capable secara financial. Mereka akan menjamin kepentingan seluruh stakeholders, termasuk mitra-mitra bisnis, khususnya PT Prima Jaya Informatika, dan akan menyelesaikan dengan itikad baik.
Pernyataan ini muncul setelah Telkomsel divonis pailit oleh PN Jakpus, atas gugatan PT Prima Jaya Informatika. Putusan ini bisa ketuk palu karena dalam gugatan tersebut PT Prima Jaya juga menyertakan fakta hutang Telkomsel dengan perusahaan lain, yaitu PT Extend Media Indonesia.
Jika piutang dengan PT Prima sebanyak Rp 5,3 miliar, piutang dengan Extend Media hampir mencapai Rp 50 miliar. Dalam Pasal 2 ayat 2 Undang-undang Pailit menyebutkan syarat pailit adalah jika ada utang jatuh tempo dari dua pihak atau lebih.
Kisruh Telkomsel dengan PT Prima Jaya berawal dari dihentikannya pasokan produk prabayar Kartu Prima mulai Juni 2012 lalu. PT Prima sebagai mitra mengajukan gugatan pailit kepada Telkomsel karena dianggap mempunyai utang jatuh tempo atas penyediaan kartu Prima.
Permohonan pailit bermula pada perjanjian di bulan Juli 2011 yang menyebut PT Prima Jaya berhak mendistribusikan Kartu Prima voucher isi ulang dan kartu perdana prabayar Kartu Prima berdesain atlet nasional selama dua tahun.
Telkomsel memiliki kewajiban menyediakan voucher isi ulang bertema khusus olahraga sedikitnya 120 juta lembar. Anak usaha Telkom ini juga berkewajiban menyediakan kartu perdana prabayar bertema olahraga sebanyak 10 juta per tahun untuk dijual PT Prima.
Namun, sejak Juni lalu, kewajiban masing-masing pihak terhenti dengan Telkomsel melakukan pemutusan hubungan terlebih dahulu meskipun kontrak belum berakhir.
Meski demikian, keputusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang memailitkan Telkomsel dinilai telah mencederai hukum dan akan menjadi preseden buruk bagi dunia usaha di Indonesia.
"Keputusan pailit Telkomsel ini, harus dipertanyakan karena bermuatan intervensi terhadap hakim. Atau bahkan hakim ikut bermain dalam kasus tersebut," kata Said Didu, mantan Sekretaris Kementerian BUMN.
Menurut Said, dalam menyelesaikan sengketa bisnis, seharusnya Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dapat menggunakan UU Perdata biasa, tapi pada prakteknya pengadilan menggunakan UU lain, yaitu UU Kepailitan.
Seharusnya UU Pailit baru bisa digunakan apabila ada sengketa utang yang nilainya sudah dapat dikategorikan membangkrutkan perusahaan."Bagaimana mungkin, Telkomsel yang punya aset dan sehat secara keuangan bisa disebut bangkrut. Ini berarti ada sesuatu yang tidak beres pada aparat pengadilan," kata Said penuh selidik.
Menurut Said, secara logika saja, Telkomsel tidak mungkin bangkrut hanya cuma sekedar utang sekitar Rp 5 miliar, bandingkan dengan pendapatan perusahaan yang sangat besar dengan aset ratusan triliun rupiah. "Kalau seperti ini jadinya, akhirnya kepercayaan saya kepada penegak hukum rendah," sesalnya.
Untuk itu tambah Said, Telkomsel melalui induk usahanya Telkom, harus melawan ketidakadilan itu. "Lawan sampai habis. Telkom harus melakukan upaya hukum. Jangan pakai jalan damai, lawan lewat jalur hukum juga," ujarnya.
Kementerian BUMN selaku kuasa pemegang saham Telkom juga seharusnya cepat bergerak menghadap Jaksa Agung, agar menggunakan UU Perdata. "Kementerian harus cepat menunjuk pengacara negara untuk menyelesaikannya," ujarnya.
Demikian juga Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial sudah bisa langsung masuk dan menyelesaikan kasus ini karena memang sudah melenceng dari yang seharusnya. "MA harus menegur hakim-hakim tersebut. Kalau tidak, dunia usaha di Indonesia akan berperkara terus. Kita juga akan ditertawakan dunia internasional," tegasnya.
( rou / rou )
[URL="http://inet.detik..com/read/2012/09/16/160142/2021005/399/dinyatakan-pailit-telkomsel-tak-merasa-hutang-rp-53-miliar?991104topnews"]Sumber[/URL]
Hmm, Ujung-ujungnya pasti Prima Jaya Informatika bakalan nuntut kerugian inmaterial dengan angka yang fantastis. main mata dengan hakim kah?
Toni Jaya Laksana si CEO perusahan yang menuntut telkomsel itu ternyata memang sepertinya mafia hukum, di kasus korupsi Kemensos saja dia dapat lolos, sedang menterinya masuk penjara
Quote:
yustisi.com
Bekas Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah bisa dipenjara 20 tahun
Selasa, 23 November 2010 pukul 15:4
Nto
Terdakwa Bachtiar Chamsyah dijerat pasal alternatif dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Selasa (23/11) ini. Jaksa Zet Todung Alo menjerat Bachtiar dengan Pasal 3 junto Pasal 18 Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 dan Pasal 65 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pasal alternatif yang digunakan jaksa adalah Pasal 2 ayat 1 junto Pasal 18 Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat 1 ke 1 junto Pasal 65 KUHP. Dengan pasal tersebut, bekas menteri sosial dari Partai Persatuan Pembangunan ini terancam penjara 20 tahun.
Jaksa menjerat terdakwa dengan pasal-pasal tersebut, karena dia didakwa tiga perkara korupsi; pengadaan mesin jahit, pengadaan sapi potong, dan kain sarung. Dalam korupsi itu, Bachtiar dituduh menggunakan modus penunjukan perusahaan rekanan secara langsung.
Pada 2003-2008, Bachtiar didakwa menguntungkan Yayasan Insan Cendikia, miliknya, Rp800 juta, Musfar Azis Rp19 miliar, Iken Boru Nasution Rp324 juta, Jonair Rp641 juta, Toni Jaya Laksana Rp1,5 miliar, Simon Siregar Rp131 juta, dan Chep Rukyat Rp12 miliar.
Akibat korupsinya itu, kata jaksa, negara rugi Rp36,6 miliar atau sedikitnya Rp33,7 miliar. Ini sesuail laporan Badan Pemeriksa Keuangan. nto
sumber
Kalau sampai merugikan puluhan juta konsumen Telkomsel, si Toni ini benar-benar keterlaluan ya. #prihatin
dan apa ujung-ujungnya berhubungan dengan saling jegal antar provider dalam tender ulang kanal 3G?