- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
8 Kebohongan Seorang Ibu Dalam Hidupnya
TS
StarFow
8 Kebohongan Seorang Ibu Dalam Hidupnya
Halooooo.......
ane lumayan terharu nih pas baca-nya
sesuai judul "8 kebohongan seorang ibu dalam hidupnya"
Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita percaya bahwa kebohongan akan membuat manusia terpuruk dalam penderitaan yang mendalam, tetapi kisah berikut ini justru kebalikannya. Dengan adanya kebohongan ini, justru dapat membuka mata hati kita seperti sebuah energi yang mampu mendorong mekarnya sekuntum bunga yang paling indah di dunia.
langsung aja
kalo udah baca ini jangan ada yang nyakitin hati you mother okay
ane lumayan terharu nih pas baca-nya
sesuai judul "8 kebohongan seorang ibu dalam hidupnya"
Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita percaya bahwa kebohongan akan membuat manusia terpuruk dalam penderitaan yang mendalam, tetapi kisah berikut ini justru kebalikannya. Dengan adanya kebohongan ini, justru dapat membuka mata hati kita seperti sebuah energi yang mampu mendorong mekarnya sekuntum bunga yang paling indah di dunia.
langsung aja
Quote:
Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan porsi nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata: "Makanlah nak, aku tidak lapar". [Kebohongan Ibu yang pertama]
Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekiat rumah, ibu berharap dari ikan hasil pancingan, ia bisa memberikan sedikit makanan bergizi untuk petumbuhan anaknya. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk disamping saya dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan sumpitku dan memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata: "Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan". [Kebohongan Ibu Yang Kedua]
Sekarang aku sudah masuk SMP, demi membiayai sekolah aku dan kakak-kakakku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak korek api untuk ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi kebutuhan hidup. Di kala musim dingin tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaannya menempel kotak korek api. Aku berkata: "Ibu tidurlah, sudah malam, besok pagi ibu masih harus kerja." Ibu tersenyum dan berkata: "Cepatlah tidur nak, aku tidak capek". [Kebohongan Ibu Yang Ketiga]
Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama beberapa jam. Ketika bunyi lonceng berbunyi, menandakan ujian sudah selesai. Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang
dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk ibu sambil menyuruhnya minum. Ibu berkata: "Minumlah nak, aku tidak haus". [Kebohongan Ibu Yang Keempat]
Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap sebagai kepala keluarga. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia harus membiayai kebutuhan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kami pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang paman yang baik hati yang tinggal di dekat rumahku pun turut membantu ibuku baik masalah besar maupun masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kita yang begitu sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka, ibu berkata: "Saya tidak butuh cinta". [Kebohongan Ibu Yang Kelima]
Setelah aku dan kakak-kakakku semuanya sudah tamat dari sekolah dan bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya pensiun. Tetapi ibu tidak mau, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kakakku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi kebutuhan ibu, tetapi ibu bersikukuh tidak mau menerima uang tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata: "Saya punya cukup uang". [Kebohongan Ibu Yang Keenam]
Setelah lulus dari S1, aku pun melanjutkan studi ke S2 dan kemudian memperoleh gelar master di sebuah universitas ternama di Amerika berkat sebuah beasiswa di sebuah perusahaan. Akhirnya aku pun bekerja di perusahaan itu dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi ibu yang baik hati, bermaksud tidak mau merepotkan anaknya, ia berkata kepadaku: "Aku tidak terbiasa". [Kebohongan Ibu Yang Ketujuh]
Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanker lambung, harus dirawat di rumah sakit, aku yang berada jauh di seberang samudera atlantik langsung segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani operasi. Ibu yang keliatan sangat tua, menatap aku dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perih, sakit sekali melihat ibuku dalam kondisi seperti ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata: "Jangan menangis anakku, Aku tidak kesakitan" . [Kebohongan Ibu Yang Kedelapan]
Setelah mengucapkan kebohongannya yang kedelapan, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya.
Dari cerita di atas, saya percaya teman-teman sekalian pasti merasa tersentuh dan ingin sekali mengucapkan: " Terima kasih ibu ". Coba dipikir-pikir teman, sudah berapa lamakah kita tidak menelepon ayah ibu kita? Sudah berapa lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita untuk berbincang dengan ayah ibu kita? Di tengah-tengah aktivitas kita yang padat ini, kita selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk meninggalkan ayah ibu kita yang kesepian. Kita selalu lupa akan ayah dan ibu yang ada di rumah. Jika dibandingkan dengan pasangan kita, kita pasti lebih peduli dengan pacar kita. Buktinya, kita selalu cemas akan kabar pacar kita, cemas apakah dia sudah makan atau belum, cemas apakah dia bahagia bila di samping kita. Namun, apakah kita semua pernah mencemaskan kabar dari orang tua kita? Cemas apakah keduanya sudah makan atau belum? Cemas apakah orang tua kita sudah bahagia atau belum? Apakah ini benar? Kalau ya, coba kita renungkan kembali. Di waktu kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi orang tua kita, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata "MENYESAL" di kemudian hari.
Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekiat rumah, ibu berharap dari ikan hasil pancingan, ia bisa memberikan sedikit makanan bergizi untuk petumbuhan anaknya. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk disamping saya dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan sumpitku dan memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata: "Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan". [Kebohongan Ibu Yang Kedua]
Sekarang aku sudah masuk SMP, demi membiayai sekolah aku dan kakak-kakakku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak korek api untuk ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi kebutuhan hidup. Di kala musim dingin tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaannya menempel kotak korek api. Aku berkata: "Ibu tidurlah, sudah malam, besok pagi ibu masih harus kerja." Ibu tersenyum dan berkata: "Cepatlah tidur nak, aku tidak capek". [Kebohongan Ibu Yang Ketiga]
Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama beberapa jam. Ketika bunyi lonceng berbunyi, menandakan ujian sudah selesai. Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang
dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk ibu sambil menyuruhnya minum. Ibu berkata: "Minumlah nak, aku tidak haus". [Kebohongan Ibu Yang Keempat]
Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap sebagai kepala keluarga. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia harus membiayai kebutuhan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kami pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang paman yang baik hati yang tinggal di dekat rumahku pun turut membantu ibuku baik masalah besar maupun masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kita yang begitu sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka, ibu berkata: "Saya tidak butuh cinta". [Kebohongan Ibu Yang Kelima]
Setelah aku dan kakak-kakakku semuanya sudah tamat dari sekolah dan bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya pensiun. Tetapi ibu tidak mau, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kakakku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi kebutuhan ibu, tetapi ibu bersikukuh tidak mau menerima uang tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata: "Saya punya cukup uang". [Kebohongan Ibu Yang Keenam]
Setelah lulus dari S1, aku pun melanjutkan studi ke S2 dan kemudian memperoleh gelar master di sebuah universitas ternama di Amerika berkat sebuah beasiswa di sebuah perusahaan. Akhirnya aku pun bekerja di perusahaan itu dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi ibu yang baik hati, bermaksud tidak mau merepotkan anaknya, ia berkata kepadaku: "Aku tidak terbiasa". [Kebohongan Ibu Yang Ketujuh]
Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanker lambung, harus dirawat di rumah sakit, aku yang berada jauh di seberang samudera atlantik langsung segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani operasi. Ibu yang keliatan sangat tua, menatap aku dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perih, sakit sekali melihat ibuku dalam kondisi seperti ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata: "Jangan menangis anakku, Aku tidak kesakitan" . [Kebohongan Ibu Yang Kedelapan]
Setelah mengucapkan kebohongannya yang kedelapan, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya.
Dari cerita di atas, saya percaya teman-teman sekalian pasti merasa tersentuh dan ingin sekali mengucapkan: " Terima kasih ibu ". Coba dipikir-pikir teman, sudah berapa lamakah kita tidak menelepon ayah ibu kita? Sudah berapa lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita untuk berbincang dengan ayah ibu kita? Di tengah-tengah aktivitas kita yang padat ini, kita selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk meninggalkan ayah ibu kita yang kesepian. Kita selalu lupa akan ayah dan ibu yang ada di rumah. Jika dibandingkan dengan pasangan kita, kita pasti lebih peduli dengan pacar kita. Buktinya, kita selalu cemas akan kabar pacar kita, cemas apakah dia sudah makan atau belum, cemas apakah dia bahagia bila di samping kita. Namun, apakah kita semua pernah mencemaskan kabar dari orang tua kita? Cemas apakah keduanya sudah makan atau belum? Cemas apakah orang tua kita sudah bahagia atau belum? Apakah ini benar? Kalau ya, coba kita renungkan kembali. Di waktu kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi orang tua kita, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata "MENYESAL" di kemudian hari.
kalo udah baca ini jangan ada yang nyakitin hati you mother okay
0
1.3K
Kutip
7
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan