- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Wisata Siguragura dan PLTA Sumut
TS
Permamax
Wisata Siguragura dan PLTA Sumut
Wisata Siguragura Waterpool Sumut dengan Pembangkit Listrik Tenaga Air
Quote:
Beberapa Objek Wisata Yang Sering di Manfaatkan Para Turis asing maupun Turis Lokal untuk menikmati Keindahan Pesona Alam di Wilayah Sumatra utara memang begitu banyak, yang sudah dikenali hingga manca negara hingga yang masih belum ter Ekspos. Wisata Alam memang sangatlah Diminati Para masyarakat sekarang ini, terutama bagi mereka yang sehariannya disibukkan dengan rutinitas kegiatan kantor yang hanya dapat menikmati Alam melalui berbagai pemberitaan Electronik maupun surat kabar. Bagai mana tidak seperti itu jika kesehariannya hanya bisa berada di dalam ruangan ber AC kesehariannya. Pada Saat hari libur kerja, mereka akan menyempatkan diri untuk merepresingkan diri dengan berwisata alam. salah satu tujuan wisata yang menarik Seperti Wisata Waterpool (Air Terjun), Danau, dan Wisata alam Pegunungan.
Wisata Alam Siguragura Merupakan salah satu wisata yang ada di sumatera utara yang tidak begitu jauh dari kota medan sebagai ibukota sumatera utara.
Wisata Alam siguragura merupakan sebuah Bendungan Penadah Air (Siguragura Intake Dam) yang terletak di daerah kab.Asahan dan berfungsi sebagai sumber air yang stabil untuk stasiun pembangkit listrik. Air yang ditampung di bendungan ini dipergunakan di Stasiun pembangkit listrik Siguragura (Siguragura Power Station) yang berada 200 m di dalam perut bumi dengan 4 unit generator dan total kapasitas tetap dari keempat generator tersebut adalah 203 MW dan merupakan PLTA bawah tanah pertama di Indonesia, Tipe bendungan ini adalah beton massa dengan ketinggian 47 meter. Selain Sebagai Objek wisata dan Pembangkit Tenaga Listrik, Aliran Sungai Siguragura yang mengalir mengikuti sungai Asahan sering digunakan para pecinta Olah raga Arung Jeram dalam Festival Perlombaan Arung Jeram.
Di Kuala Tanjung, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara, ada juga pabrik peleburan aluminium yang luasnya 200 hektar. Pabrik ini mampu memproduksi aluminium hingga 240.000 ton per tahun. Listrik dari PLTA Siguragura dan PLTA Tangga disalurkan ke sini. Sayangnya, itu semua belum menjadi milik sepenuhnya bangsa ini. PLTA Siguragura, PLTA Tangga, dan Pabrik Peleburan Aluminium Kuala Tanjung milik perusahaan patungan Indonesia dengan 12 perusahaan penanaman modal Jepang, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum).
Perbandingan saham antara Pemerintah Indonesia dan 12 perusahaan Jepang bersama pemerintahan Jepang saat didirikan adalah 10 persen:90 persen. Oktober 1978 perbandingannya menjadi 25 persen:75 persen dan sejak Juni 1987 menjadi 41,13 persen:58,87 persen. Sejak 10 Februari 1998 menjadi 41,12 persen:58,88 persen.
Proyek kerja sama ini akan berakhir 2013. Namun, sebelum masa itu terjadi, akan ada pembicaraan ulang, dimulai 2010.
Potensi hidrolistrik Sungai Asahan dan reservoir alamiah Danau Toba mencapai 1.050 MW. Potensi hidrolistrik ini bisa menghasilkan energi untuk industri peleburan aluminium berkapasitas 400.000 ton per tahun (AR Soehoed, Asahan Peluang yang Bisa Terbuang). Berarti potensi itu baru 60 persen termanfaatkan. Itu pun masih patungan dengan Jepang.
Di bagian hulu Sungai Asahan ada juga PLTA Simorea yang berkapasitas 180 MW. PLTA ini di luar pengelolaan PT Inalum. Namun, PLTA ini baru berfungsi 2010. Di bagian hilir ada PLTA di Tratak berkapasitas 200 MW yang masih dalam perencanaan.
Wisata Alam Siguragura Merupakan salah satu wisata yang ada di sumatera utara yang tidak begitu jauh dari kota medan sebagai ibukota sumatera utara.
Wisata Alam siguragura merupakan sebuah Bendungan Penadah Air (Siguragura Intake Dam) yang terletak di daerah kab.Asahan dan berfungsi sebagai sumber air yang stabil untuk stasiun pembangkit listrik. Air yang ditampung di bendungan ini dipergunakan di Stasiun pembangkit listrik Siguragura (Siguragura Power Station) yang berada 200 m di dalam perut bumi dengan 4 unit generator dan total kapasitas tetap dari keempat generator tersebut adalah 203 MW dan merupakan PLTA bawah tanah pertama di Indonesia, Tipe bendungan ini adalah beton massa dengan ketinggian 47 meter. Selain Sebagai Objek wisata dan Pembangkit Tenaga Listrik, Aliran Sungai Siguragura yang mengalir mengikuti sungai Asahan sering digunakan para pecinta Olah raga Arung Jeram dalam Festival Perlombaan Arung Jeram.
Di Kuala Tanjung, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara, ada juga pabrik peleburan aluminium yang luasnya 200 hektar. Pabrik ini mampu memproduksi aluminium hingga 240.000 ton per tahun. Listrik dari PLTA Siguragura dan PLTA Tangga disalurkan ke sini. Sayangnya, itu semua belum menjadi milik sepenuhnya bangsa ini. PLTA Siguragura, PLTA Tangga, dan Pabrik Peleburan Aluminium Kuala Tanjung milik perusahaan patungan Indonesia dengan 12 perusahaan penanaman modal Jepang, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum).
Perbandingan saham antara Pemerintah Indonesia dan 12 perusahaan Jepang bersama pemerintahan Jepang saat didirikan adalah 10 persen:90 persen. Oktober 1978 perbandingannya menjadi 25 persen:75 persen dan sejak Juni 1987 menjadi 41,13 persen:58,87 persen. Sejak 10 Februari 1998 menjadi 41,12 persen:58,88 persen.
Proyek kerja sama ini akan berakhir 2013. Namun, sebelum masa itu terjadi, akan ada pembicaraan ulang, dimulai 2010.
Potensi hidrolistrik Sungai Asahan dan reservoir alamiah Danau Toba mencapai 1.050 MW. Potensi hidrolistrik ini bisa menghasilkan energi untuk industri peleburan aluminium berkapasitas 400.000 ton per tahun (AR Soehoed, Asahan Peluang yang Bisa Terbuang). Berarti potensi itu baru 60 persen termanfaatkan. Itu pun masih patungan dengan Jepang.
Di bagian hulu Sungai Asahan ada juga PLTA Simorea yang berkapasitas 180 MW. PLTA ini di luar pengelolaan PT Inalum. Namun, PLTA ini baru berfungsi 2010. Di bagian hilir ada PLTA di Tratak berkapasitas 200 MW yang masih dalam perencanaan.
Spoiler for PLTA:
Kalkulasi Untung Rugi
Sejak pertama kali beroperasi tahun 1983, listrik dari PLTA Siguragura dan PLTA Tangga tak pernah benar-benar bisa dinikmati rakyat. Selama kurun waktu 2002-2007, masyarakat Sumut justru mengalami krisis listrik. PLTA Siguragura dan PLTA Tangga tidak banyak membantu. Kapasitas pembangkit yang dimiliki PLN di Sumut pun hanya 900-1.000 MW, Kebutuhan listrik saat beban puncak (pukul 18.00-23.00) mencapai 1.200 MW. Tak heran, masyarakat Sumut selalu mengalami pemadaman listrik bergilir. Kondisi itu berdampak pada ekonomi karena banyak pabrik yang tutup atau mengurangi jam produksinya. Konsumen rumah tangga juga mengeluh karena peralatan elektroniknya cepat rusak akibat listrik sering mati tiba-tiba.
Saat krisis itulah rakyat Sumut ngiler melihat besarnya listrik yang dihasilkan PLTA Siguragura dan PLTA Tangga hanya untuk menghidupi pabrik peleburan aluminium. Hasil produksi aluminium pun 60 persen diekspor ke Jepang. Hanya 40 persen untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Menurut Sekretaris Daerah Provinsi Sumut RE Nainggolan, selama ini pemda hanya menikmati annual fee dari PT Inalum Rp 74 miliar per tahun. Jumlah ini tak sebanding seandainya Proyek Asahan dikuasai Pemerintah Indonesia, kemudian listrik PLTA Siguragura dan PLTA Tangga dijual ke PT PLN.
Hitung-hitungan Nainggolan, jika listrik PLTA Siguragura dan PLTA Tangga dijual 4,6 sen dollar Amerika Serikat (AS) per kilowatt hour (kWh) ke PLN, diperoleh keuntungan hingga 120 juta dollar AS per tahun atau Rp 12 triliun setahun.
"Jika dari keuntungan itu pemda mendapat 10 persen saja, kami memperoleh Rp 1,2 triliun per tahun. Bandingkan dengan annual fee PT Inalum yang hanya Rp 74 miliar," katanya. Selain itu, Sumut juga tak akan mengalami krisis listrik.
Meski demikian, kata Kepala Badan Otorita Asahan Effendi Sirait, Jepang pun berkeinginan memperpanjang kerja sama. Soalnya, harga aluminium di pasar dunia relatif membaik pada tahun mendatang.
Inalum juga selalu menegaskan telah memberikan banyak keuntungan kepada Indonesia, mulai dari 2.100 tenaga kerja, pajak nilai tambah, dan annual fee sejak 2001 yang besarnya 90 juta dollar AS per tahun yang dibagikan ke 10 kabupaten. PT Inalum juga sampai saat ini menyetor 48 juta dollar AS untuk pengembangan masyarakat dan perbaikan lingkungan, serta pembangunan infrastruktur jalan, rumah sakit, tempat ibadah, dan lainnya.
Sejak 2007, Inalum juga membayar pajak (corporate tax) ke negara. "Tahun 2008 sebesar 41 juta dollar AS, 2009 sebesar 30 juta dollar AS, 2010 direncanakan 31 juta dollar AS, 2011 sebesar 42 juta dollar AS, 2012 sebesar 43 juta dollar AS, dan 2013 24 juta dollar AS," papar Effendi sambil menunjukkan tabel proyeksi keuangan tahun 2009-2013.
Sejak pertama kali beroperasi tahun 1983, listrik dari PLTA Siguragura dan PLTA Tangga tak pernah benar-benar bisa dinikmati rakyat. Selama kurun waktu 2002-2007, masyarakat Sumut justru mengalami krisis listrik. PLTA Siguragura dan PLTA Tangga tidak banyak membantu. Kapasitas pembangkit yang dimiliki PLN di Sumut pun hanya 900-1.000 MW, Kebutuhan listrik saat beban puncak (pukul 18.00-23.00) mencapai 1.200 MW. Tak heran, masyarakat Sumut selalu mengalami pemadaman listrik bergilir. Kondisi itu berdampak pada ekonomi karena banyak pabrik yang tutup atau mengurangi jam produksinya. Konsumen rumah tangga juga mengeluh karena peralatan elektroniknya cepat rusak akibat listrik sering mati tiba-tiba.
Saat krisis itulah rakyat Sumut ngiler melihat besarnya listrik yang dihasilkan PLTA Siguragura dan PLTA Tangga hanya untuk menghidupi pabrik peleburan aluminium. Hasil produksi aluminium pun 60 persen diekspor ke Jepang. Hanya 40 persen untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Menurut Sekretaris Daerah Provinsi Sumut RE Nainggolan, selama ini pemda hanya menikmati annual fee dari PT Inalum Rp 74 miliar per tahun. Jumlah ini tak sebanding seandainya Proyek Asahan dikuasai Pemerintah Indonesia, kemudian listrik PLTA Siguragura dan PLTA Tangga dijual ke PT PLN.
Hitung-hitungan Nainggolan, jika listrik PLTA Siguragura dan PLTA Tangga dijual 4,6 sen dollar Amerika Serikat (AS) per kilowatt hour (kWh) ke PLN, diperoleh keuntungan hingga 120 juta dollar AS per tahun atau Rp 12 triliun setahun.
"Jika dari keuntungan itu pemda mendapat 10 persen saja, kami memperoleh Rp 1,2 triliun per tahun. Bandingkan dengan annual fee PT Inalum yang hanya Rp 74 miliar," katanya. Selain itu, Sumut juga tak akan mengalami krisis listrik.
Meski demikian, kata Kepala Badan Otorita Asahan Effendi Sirait, Jepang pun berkeinginan memperpanjang kerja sama. Soalnya, harga aluminium di pasar dunia relatif membaik pada tahun mendatang.
Inalum juga selalu menegaskan telah memberikan banyak keuntungan kepada Indonesia, mulai dari 2.100 tenaga kerja, pajak nilai tambah, dan annual fee sejak 2001 yang besarnya 90 juta dollar AS per tahun yang dibagikan ke 10 kabupaten. PT Inalum juga sampai saat ini menyetor 48 juta dollar AS untuk pengembangan masyarakat dan perbaikan lingkungan, serta pembangunan infrastruktur jalan, rumah sakit, tempat ibadah, dan lainnya.
Sejak 2007, Inalum juga membayar pajak (corporate tax) ke negara. "Tahun 2008 sebesar 41 juta dollar AS, 2009 sebesar 30 juta dollar AS, 2010 direncanakan 31 juta dollar AS, 2011 sebesar 42 juta dollar AS, 2012 sebesar 43 juta dollar AS, dan 2013 24 juta dollar AS," papar Effendi sambil menunjukkan tabel proyeksi keuangan tahun 2009-2013.
Spoiler for Presiden dan Hasil Pemilu:
Semua itu akan bergantung pada negosiasi ulang masa depan Proyek Asahan tahun 2010. Dalam perjanjian lama, jika Indonesia ingin menguasai Proyek Asahan, pemerintah diwajibkan membayar 60 persen nilai buku proyek itu tahun 2013.
Hasil analisis sementara yang diperoleh Sirait, nilai buku Proyek Asahan tahun 2009 sekitar 750 juta dollar AS. Jika ingin menguasai Inalum, pemerintah harus membayar 450 juta dollar AS. Pemerintah juga harus menyediakan dana untuk operasional sekitar 120 juta dollar AS. Total menjadi 570 juta dollar AS atau sekitar Rp 5,7 triliun. "Pemerintah punya uang atau tidak untuk membayar nilai buku proyek itu tahun 2013," kata Effendi. Jika memang Indonesia ingin menguasai Proyek Asahan, harus dilihat apakah tenaga Indonesia mampu mengelola megaproyek itu.
Namun, Manajer PLTA Tangga SS Sijabat memastikan, bangsa ini mampu mengelolanya. "Saat ini hampir semua tenaga kerja di PT Inalum adalah orang Indonesia. Tinggal tersisa lima warga negara Jepang, termasuk presiden direktur, direktur keuangan, dan penasihat teknis," ujar dia.
Menurut Effendi, idealnya Proyek Asahan harus dikuasai Indonesia tahun 2013. Kalau keuangan pemerintah tidak mampu membayar nilai buku, opsi lebih moderat harus disiapkan. "Pemerintah bisa meminta porsi saham lebih besar serta jaminan keuntungan pabrik harus bisa dinikmati rakyat Sumut dan kabupaten di sekitar Proyek Asahan," ujarnya.
Indonesia juga harus mendapat nilai tambah dari penjualan listrik. Kalau selama ini Inalum hanya membayar listrik dengan harga pokok Rp 250 per kWh, nantinya harus membayar dengan harga industri yang rata-rata di Sumut Rp 800 per kWh. Sekarang tinggal pemerintah harus membentuk tim negosiasi yang tangguh dan punya semangat memperjuangkan kedaulatan negara di tanah sendiri. Apalagi, menurut sumber di PT Inalum, keinginan Jepang kembali menguasai Proyek Asahan tidak main-main.
Hasil analisis sementara yang diperoleh Sirait, nilai buku Proyek Asahan tahun 2009 sekitar 750 juta dollar AS. Jika ingin menguasai Inalum, pemerintah harus membayar 450 juta dollar AS. Pemerintah juga harus menyediakan dana untuk operasional sekitar 120 juta dollar AS. Total menjadi 570 juta dollar AS atau sekitar Rp 5,7 triliun. "Pemerintah punya uang atau tidak untuk membayar nilai buku proyek itu tahun 2013," kata Effendi. Jika memang Indonesia ingin menguasai Proyek Asahan, harus dilihat apakah tenaga Indonesia mampu mengelola megaproyek itu.
Namun, Manajer PLTA Tangga SS Sijabat memastikan, bangsa ini mampu mengelolanya. "Saat ini hampir semua tenaga kerja di PT Inalum adalah orang Indonesia. Tinggal tersisa lima warga negara Jepang, termasuk presiden direktur, direktur keuangan, dan penasihat teknis," ujar dia.
Menurut Effendi, idealnya Proyek Asahan harus dikuasai Indonesia tahun 2013. Kalau keuangan pemerintah tidak mampu membayar nilai buku, opsi lebih moderat harus disiapkan. "Pemerintah bisa meminta porsi saham lebih besar serta jaminan keuntungan pabrik harus bisa dinikmati rakyat Sumut dan kabupaten di sekitar Proyek Asahan," ujarnya.
Indonesia juga harus mendapat nilai tambah dari penjualan listrik. Kalau selama ini Inalum hanya membayar listrik dengan harga pokok Rp 250 per kWh, nantinya harus membayar dengan harga industri yang rata-rata di Sumut Rp 800 per kWh. Sekarang tinggal pemerintah harus membentuk tim negosiasi yang tangguh dan punya semangat memperjuangkan kedaulatan negara di tanah sendiri. Apalagi, menurut sumber di PT Inalum, keinginan Jepang kembali menguasai Proyek Asahan tidak main-main.
Panorama objek Wisata Siguragura Asahan Sumatera Utara :
Spoiler for images:
Quote:
SUMBER
0
19.4K
Kutip
276
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan