- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Hidup di Patahan Sumatra
TS
faisal amin
Hidup di Patahan Sumatra
Quote:
Bumi Sumatera senantiasa bergerak sejak zaman Peleozoikum-Mesozoikum-Tersier hingga saat ini. Pergerakan ini dicerminkan dengan aktifnya tingkat kegempaan tinggi dan aktivitas vulkanisme di wilayah ini. Pulau Sumatera merupakan bagian dari Lempeng Eurasia yang bergerak sangat lambat dan berinteraksi dengan Lempeng Hindia-Australia. Zona pertemuan antara kedua lempeng tersebut membentuk palung yang dikenal dengan nama zona tumbukan atau subduksi. Akibat benturan tersebut terbentuk sejumlah sesar (patahan) di Pulau Sumatera baik yang terdapat pada zona prismatik akresi yang terletak di antara zona subduksi, pantai Pulau Sumatera dan di darat Pulau Sumatera. Sesar Sumatera menyayat Pulau Sumatera mulai dari Aceh hingga Teluk Semangko, Provinsi Lampung, kurang lebih sepanjang 1.650 kilometer. Pergeseran Sistem Sesar Sumatera sangat aktif dengan kecepatan bervariasi antara 27 milimeter per tahun di daerah Danau Toba, 15 mm per tahun di daerah Danau Maninjau (Sieh dan kawan-kawan, 1991), dan 4-6 mm per tahun di daerah Danau Ranau (Bellier dan kawan-kawan, 1991). Akibat dari aktifnya pergerakan Sistem Sesar Sumatera ini menimbulkan fenomena alam yang destruktif, yaitu terjadi gempa di sepanjang lintasannya. Sistem Sesar Sumatera juga merupakan salah satu sistemsesar geser aktif terbesar di dunia dan juga merupakan struktur utama di Pulau Sumatera yang sangat memengaruhi corak geologi pulau tersebut. Sesar ini melewati 2.286 desa, 258 kecamatan, 43 kabupaten kota, dan 7 provinsi dengan total jumlah penduduk sekitar 3,8 juta jiwa yang sewaktu-waktu terancam jiwanya (Potensi Desa, BPS 2011). Adanya Subduksi aktif dan patahan di Sumatera menyebabkan munculnya Bukit Barisan sejajar patahan, yang merupakan lapisan permukaan tanah yang terangkat. Sementara itu, di Selat Sunda terjadi mekanisme tekanan dan regangan, yang menimbulkan struktur geologi yang unik, seperti munculnya Gunung Krakatau di selat itu. Sepanjang Bukit Barisan berderet-deret lembah yang lurus memanjang, seperti Lembah Semangko (Teluk Semangko di Lampung), Lembah Kepahiang, Ketahun, Kerinci, Muara Labuh, Singkarak Maninjau, Rokan Kiri, Gadis, Angkola, Alas, Tangse, dan Aceh. Lembah-lembah ini merupakan zona lemah Patahan Besar Sumatera. Di sini kulit bumi retak, dan satu sisi dengan sisi lainnya bergerak horizontal. Pergerakan pada umumnya ke kanan, yaitu blok timur bergerak ke tenggara dan blok barat sebaliknya.
Quote:
sumber
Perkembangan Tektonik Pulau Sumatra
Quote:
Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan lempeng Pasific. Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusatenggara, sedangkan dengan Pasific di utara Irian dan Maluku utara. Salah satu hasil pertemuan ketiga ini membentuk pulau Sumatra.
Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan lempeng Pasific. Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusatenggara, sedangkan dengan Pasific di utara Irian dan Maluku utara. Di sekitar lokasi pertemuan lempeng ini akumulasi energi tabrakan terkumpul sampai suatu titik dimana lapisan bumi tidak lagi sanggup menahan tumpukan energi sehingga lepas berupa gempa bumi.
Pertemuan lempeng Indo-Australia dengan Eurasia di selatan Jawa hampir tegak lurus, berbeda dengan pertemuan lempeng di wilayah Sumatera yang mempunyai subduksi miring dengan kecepatan 5-6 cm/tahun (Bock, 2000).
Pulau Sumatera dicirikan oleh tiga sistem tektonik. Berurutan dari barat ke timur adalah sebagai berikut: zona subduksi oblique dengan sudut penunjaman yang landai, sesar Mentawai dan zona sesar besar Sumatera. Zona subduksi di Pulau Sumatera, yang sering sekali menimbulkan gempa tektonik, memanjang membentang sampai ke Selat Sunda dan berlanjut hingga selatan Pulau Jawa. Subsuksi ini mendesak lempeng Eurasia dari bawah Samudera Hindia ke arah barat laut di Sumatera dan frontal ke utara terhadap Pulau Jawa, dengan kecepatan pergerakan yang bervariasi. Puluhan hingga ratusan tahun, dua lempeng itu saling menekan. Namun lempeng Indo-Australia dari selatan bergerak lebih aktif. Pergerakannya yang hanya beberapa millimeter hingga beberapa sentimeter per tahun ini memang tidak terasa oleh manusia. Karena dorongan lempeng Indo-Australia terhadap bagian utara Sumatera kecepatannya hanya 5,2 cm per tahun, sedangkan yang di bagian selatannya kecepatannya 6 cm per tahun. Pergerakan lempeng di daerah barat Sumatera yang miring posisinya ini lebih cepat dibandingkan dengan penyusupan lempeng di selatan Jawa.
Kerangka Tektonik Pulau Sumatra
Quote:
Pulau Sumatra terletak di baratdaya dari Kontinen Sundaland dan merupakan jalur konvergensi antara Lempeng Hindia-Australia yang menyusup di sebelah barat Lempeng Eurasia/Sundaland. Konvergensi lempeng menghasilkan subduksi sepanjang Palung Sunda dan pergerakan lateral menganan dari Sistem Sesar Sumatra.
Pembentukan Cekungan Belakang Busur di Pulau Sumatra
Subduksi dari Lempeng Hindia-Australia dengan batas Lempeng Asia pada masa Paleogen diperkirakan telah menyebabkan rotasi Lempeng Asia termasuk Sumatra searah jarum jam. Perubahan posisi Sumatra yang sebelumnya berarah E-W menjadi SE-NW dimulai pada Eosen-Oligosen. Perubahan tersebut juga mengindikasikan meningkatnya pergerakan sesar mendatar Sumatra seiring dengan rotasi. Subduksi oblique dan pengaruh sistem mendatar Sumatra menjadikan kompleksitas regim stress dan pola strain pada Sumatra (Darman dan Sidi, 2000). Karakteristik Awal Tersier Sumatra ditandai dengan pembentukkan cekungan-cekungan belakang busur sepanjang Pulau Sumatra, yaitu Cekungan Sumatra Utara, Cekungan Sumatra Tengah, dan Cekungan Sumatra Selatan (Gambar Diatas).
Pulau Sumatra diinterpretasikan dibentuk oleh kolisi dan suturing dari mikrokontinen di Akhir Pra-Tersier (Pulunggono dan Cameron, 1984; dalam Barber dkk, 2005). Sekarang Lempeng Samudera Hindia subduksi di bawah Lempeng Benua Eurasia pada arah N20�E dengan rata-rata pergerakannya 6 7 cm/tahun. Konfigurasi cekungan pada daerah Sumatra berhubungan langsung dengan kehadiran dari subduksi yang menyebabkan non-volcanic fore-arc dan volcano-plutonik back-arc. Sumatra dapat dibagi menjadi 5 bagian (Darman dan Sidi, 2000):
Sunda outer-arc ridge, berada sepanjang batas cekungan fore-arc Sunda dan yang memisahkan dari lereng trench.
Cekungan Fore-arc Sunda, terbentang antara akresi non-vulkanik punggungan outer-arc dengan bagian di bawah permukaan dan volkanik back-arc Sumatra.
Cekungan Back-arc Sumatra, meliputi Cekungan Sumatra Utara, Tengah, dan Selatan. Sistem ini berkembang sejalan dengan depresi yang berbeda pada bagian bawah Bukit Barisan.
Bukit Barisan, terjadi pada bagian axial dari pulaunya dan terbentuk terutama pada Perm-Karbon hingga batuan Mesozoik.
Intra-arc Sumatra, dipisahkan oleh uplift berikutnya dan erosi dari daerah pengendapan terdahulu sehingga memiliki litologi yang mirip pada fore-arc dan back-arc basin.
Perkembangan Tektonik Pulau Sumatra
Quote:
Peristiwa Tektonik yang berperan dalam perkembangan Pulau Sumatra dan Cekungan Sumatra Selatan menurut Pulonggono dkk (1992) adalah:
Fase kompresi yang berlangsung dari Jurasik awal sampai Kapur. Tektonik ini menghasilkan sesar geser dekstral WNW – ESE seperti Sesar Lematang, Kepayang, Saka, Pantai Selatan Lampung, Musi Lineament dan N – S trend. Terjadi wrench movement dan intrusi granit berumur Jurasik – Kapur.
Fase Kompresi Jurasik Awal Sampai Kapur dan Elipsoid Model
Fase tensional pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal yang menghasilkan sesar normal dan sesar tumbuh berarah N – S dan WNW – ESE. Sedimentasi mengisi cekungan atau terban di atas batuan dasar bersamaan dengan kegiatan gunung api. Terjadi pengisian awal dari cekungan yaitu Formasi Lahat.
Fase Tensional Kapur Akhir Sampai Tersier Awal dan Elipsoid Model
Fase ketiga yaitu adanya aktivitas tektonik Miosen atau Intra Miosen menyebabkan pengangkatan tepi-tepi cekungan dan diikuti pengendapan bahan-bahan klastika. Yaitu terendapkannya Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, Formasi Gumai, Formasi Air Benakat, dan Formasi Muara Enim.
Fase keempat berupa gerak kompresional pada Plio-Plistosen menyebabkan sebagian Formasi Air Benakat dan Formasi Muara Enim telah menjadi tinggian tererosi, sedangkan pada daerah yang relatif turun diendapkan Formasi Kasai. Selanjutnya, terjadi pengangkatan dan perlipatan berarah barat laut di seluruh daerah cekungan yang mengakhiri pengendapan Tersier di Cekungan Sumatra Selatan. Selain itu terjadi aktivitas volkanisme pada cekungan belakang busur.
Fase Kompresi Miosen Tengah Sampai Sekarang dan Elipsoid Model
0
5.6K
Kutip
10
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan