- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Kerasnya hidup di ibu kota Jakarta


TS
adielumutz
Kerasnya hidup di ibu kota Jakarta

Manusia gerobak bertahan hidup di Kota Jakarta
Manusia Gerobak kian Marak di Jakarta, Terkait dengan besarnya potensi sampah daur-ulang.
Manusia gerobak yang semakin marak jumlahnya di Jakarta, terkait erat dengan semakin tingginya tingkat konsumsi masyarakat, serta besarnya potensi bisnis daur-ulang sampah di ibu kota. "Tingkat konsumsi masyarakat Jakarta yang semakin tinggi menyisakan banyak sampah seperti botol plastik, kertas, karton, kardus, hingga besi, mengundang munculnya fenomena manusia gerobak," kata pengamat sosial dari Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka), Dr Syaiful Rohim.
Manusia gerobak itu sendiri, lanjutnya, mengacu pada kemiskinan yang membawa orang-orang di desa mencari nafkah di kota dimana mereka membawa keluarganya dalam suatu gerobak.
Gerobak inilah yang menjadi rumah sekaligus alat angkut dan mencari makan dengan memulung sampah dan barang rongsokan sekaligus mengemis. Menjadi manusia gerobak, kata Syaiful, menjadi alternatif orang miskin memertahankan hidup di kota Jakarta. Dengan cara tersebut mereka memiliki risiko kecil, tapi memberikan nilai ekonomis yang lumayan dengan rata-rata pendapatan per hari Rp25-30 ribu, dari hasil memulung dan mengemis. "Mereka tidak memerlukan sewa rumah, tapi memiliki wilayah jelajah tertentu yang dinilai memiliki sumber daya tinggi (sampah daur ulang) daripada lokasi-lokasi lain. Mereka juga memiliki pembagian kerja dengan istri dan anak-anaknya," kata Syaiful yang meneliti tentang Manusia gerobak ini. Memulung dengan gerobak, lanjutnya, juga merupakan awal karirnya di kota yang setelah belasan tahun mereka punya kemungkinan menjadi pemilik lapak. Dengan memiliki lapak mereka bisa merekrut orang-orang miskin desa menjadi pemulung yang menjual rongsokan kepadanya. "Dengan begini penghasilannya bisa lebih besar dari dosen," kata Syaiful.
Studi ini merupakan hasil disertasi doktornya di Universitas Padjadjaran. Studi tersebut dilakukan dengan metode kualitatif terhadap 21 subyek penelitian dengan paradigma fenomenologis, yang berupaya memahami perilaku manusia dari sudut pihak yang diteliti.
Studi tersebut dilakukan dengan cara wawancara mendalam dan observasi partisipasi.
Sumber
Maaf gan kalau berantakan 
kalau bekenan yang sudah Iso boleh di kasih
jangan di timpuk
ya gan 

kalau bekenan yang sudah Iso boleh di kasih

jangan di timpuk


0
5.8K
19


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan