- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Twitwar Pilgub, Fenomena Pertama di Indonesia


TS
GPO2A
Twitwar Pilgub, Fenomena Pertama di Indonesia
Putaran pertama banyak obrolan di Twitter tentang program membangun Jakarta, tetapi di putaran kedua agak tenggelam
Pemilihan gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta, memberikan warna baru bagi dinamika demokrasi Indonesia ketika pertarungan gagasan di darat diimbangi oleh perdebatan masif di media sosial, khususnya Twitter, dalam skala yang belum pernah disaksikan di Tanah Air sebelumnya.
Menurut hitungan lembaga pemantau dan riset media sosial, Politicawave sejak 13 Juni silam, perbincangan tentang dua pasang kandidat di media sosial, khususnya Twitter, bisa mencapai rata-rata 20.000 hingga 40.000 perhari. Kebisingan di dunia maya ini, menurut Yose Rizal, Direktur Politicawave, yang membuat pemilihan gubernur Jakarta menjadi menarik untuk diamati.
"Fenomena ini menjadi yang pertama di alam demokrasi di Indonesia," kata Yose ketika ditemui Beritasatu.com awal Selasa (4/9) silam di Jakarta.
Jika dibandingkan dengan data yang dihimpun oleh salingsilang.com jumlah perbincangan tentang dua kandidat ini di Twitter, dalam periode Juli hingga Agustus sudah melebihi setengah juta kali.
Pasangan Foke - Nara dibicarakan 236.930 kali oleh 70.558 pengguna Twitter sementara saingannya Jokowi - Ahok dibicarakan 340.354 kali oleh 116.934 pengguna Twitter.
Sayangnya, menurut Yose, sebagian besar perbincangan di Twitter itu adalah bentuk serangan verbal yang sering menggunakan kata-kata kasar dan menghembuskan isu sensitif seperti agama serta etnis untuk menyerang kandidat lain.
"Di pemilihan putaran pertama banyak obrolan di Twitter tentang program membangun Jakarta, tetapi di putaran kedua agak tenggelam," tutur dia.
Dan serangan kampanye negatif di media baru yang sukar dikontrol ini kemudian memengaruhi bagaimana para kandidat dilihat oleh warga twitland. Jumlah buzz atau seringnya nama kandidat disebut dan jumlah akun yang membicarakannya tidak serta merta membuktikan bahwa satu pasang kandidat disukai atau tidak di Twitter.
Sentimen atau suka dan tidaknya para pengguna Twitter terhadap para kandidat, itulah yang menurut Yose paling penting dalam membangun dukungan di dunia maya.
Jokowi Terus Turun
"Jokowi sejak putaran pertama selalu memimpin dalam jumlah perbincangan di Twitter. Bahkan ketika menggelar halal bihalal di Senayan, Jakarta yang dihadiri oleh sejumlah artis, perbincangan tentang Jokowi - Ahok di Twitter hampir mencapai 40.000 sehari," kata Yose.
Tetapi alih-alih terus mencuri perhatian, ternyata sentimen terhadap Jokowi dan calon wakil gubernurnya Ahok terus tergerus seiring waktu. Menurut pantauan Politicawave, net reputation atau sentimen pengguna Twitter terhadap pasangan Jokowi - Ahok terus mengarah ke tren negatif dan hingga pekan lalu berada di poin 2,37.
"Padahal Pak Jokowi dari awal putaran pertama selalu berada di atas 30," jelas Yose lebih lanjut.
Sementara itu momen terbaik Foke - Nara, menurut Politicawave, terjadi ketika Partai Keadilan Sosial menyatakan dukungannya secara resmi, 11 Agustus silam.
"Itu pertama kalinya Pak Foke naik ke positif, cuma tidak sampai satu minggu," imbuh Jose sembari meramalkan bahwa bukan tidak mungkin dua pasang kandidat itu akan tenggelam dalam sentimen negatif jika pasangan Jokowi - Ahok gagal menaikan reputasinya.
Sayangnya, menurut Yose, momentum turunnya reputasi Jokowi - Ahok di Twitter justru tidak dimanfaatkan dengan baik oleh para pendukung Foke - Nara untuk meraih simpati para pengguna Twitter, padahal waktu menuju hari pemungutan suara kian tipis.
"Mereka terlalu sibuk menyerang Jokowi - Ahok, tetapi lupa untuk mengangkat informasi-informasi yang positif tentang kandidat mereka sendiri," tukas Yose sambil menambahkan bahwa sentimen terhadap Foke-Nara di Twitter terus tertahan di kisaran -23,78.
Pasif
Uniknya lagi keempat kandidat itu masing-masing mempunyai akun Twitter tetapi tidak seaktif para pendukungnya dalam memperkenalkan dirinya di dunia maya. Jokowi misalnya lebih mengandalkan kelompok sukarelawan media sosialnya yang menamakan diri Jasmev, padahal dia sendiri punya 211.829 follower.
Jokowi dengan akun @jokowi_do2 terakhir kali men-tweet pada 18 Agustus silam. Setali tiga wang dengan calon wakil gubernurnya, Ahok (@basuki _btp), dengan 27.109 follower terakhir kali berkicau pada 29 Agustus.
Kartika Djoemadi, kordinator Jasmev, ketika ditanya tentang fenomena ini mengatakan bahwa mereka memang meminta Jokowi untuk tidak banyak terlibat dalam sosial media.
"Beliau tulis tentang agenda-agenda peribadinya saja, biar kami yang counter isu-isu negatif dari publik," terang Kartika yang ditemui Selasa (4/9) di Jakarta.
Sebaliknya Tim Foke - Nara punya strategi berbeda.
"Kami akhirnya berhasil meyakinkan Pak Fauzi untuk menyapa para pendukungnya," kata Giofedi Rauf salah satu anggota tim sukses dan konsultan pasangan Fauzi Bowo yang ditemui Kamis di markas tim pemenangan Foke-Nara di jalan Diponegoro, Jakarta.
Alhasil Foke kini lebih hangat di hadapan lebih dari 32.000 followernya meski sedikit agak canggung. Simak saja salah satu tweet-nya yang ditulis Sabtu (8/9) kemarin, "Sempatkan utk bersantai di akhir pekan,bgmn anda akan melakukannya?"
Sementara wakilnya Nachrowi Ramli (@nachrowi_ramli) yang baru memiliki 2.454 follower tampak lebih interaktif berkomunikasi dengan para followernya meski terakhir kali men-tweet pada Selasa (4/9) silam.
Tetapi tetap saja yang paling banyak mengoceh tentang para calon gubernur dan wakil gubernur itu adalah para akun pendukungnya seperti RELAWANMUDAHJKT, TrioMacan2000, TimSesFoke, SiPitung64, Kurawa, GodzillaBatavia, GantiJakarta, dan masih banyak lagi.
Melihat fenomena ini, para politisi di Indonesia tampaknya memang masih harus belajar banyak dari politisi di negara dengan demokrasi dan teknologi yang lebih mapan.
Misalnya Barack Obama, yang memiliki lebih dari 19 juta follower di Twitter. Dia menggunakan akunnya untuk "menjual" diri ke pada rakyat dan pemilihnya secara aktif. Akun yang dijalankan oleh staf kampanyenya terakhir kali mengirim tweet pada pukul 5 tadi pagi.
http://www.beritasatu.com/digital-li...indonesia.html
saatnya dunia maya mulai diperhatikan dan di perhitungkan
Pemilihan gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta, memberikan warna baru bagi dinamika demokrasi Indonesia ketika pertarungan gagasan di darat diimbangi oleh perdebatan masif di media sosial, khususnya Twitter, dalam skala yang belum pernah disaksikan di Tanah Air sebelumnya.
Menurut hitungan lembaga pemantau dan riset media sosial, Politicawave sejak 13 Juni silam, perbincangan tentang dua pasang kandidat di media sosial, khususnya Twitter, bisa mencapai rata-rata 20.000 hingga 40.000 perhari. Kebisingan di dunia maya ini, menurut Yose Rizal, Direktur Politicawave, yang membuat pemilihan gubernur Jakarta menjadi menarik untuk diamati.
"Fenomena ini menjadi yang pertama di alam demokrasi di Indonesia," kata Yose ketika ditemui Beritasatu.com awal Selasa (4/9) silam di Jakarta.
Jika dibandingkan dengan data yang dihimpun oleh salingsilang.com jumlah perbincangan tentang dua kandidat ini di Twitter, dalam periode Juli hingga Agustus sudah melebihi setengah juta kali.
Pasangan Foke - Nara dibicarakan 236.930 kali oleh 70.558 pengguna Twitter sementara saingannya Jokowi - Ahok dibicarakan 340.354 kali oleh 116.934 pengguna Twitter.
Sayangnya, menurut Yose, sebagian besar perbincangan di Twitter itu adalah bentuk serangan verbal yang sering menggunakan kata-kata kasar dan menghembuskan isu sensitif seperti agama serta etnis untuk menyerang kandidat lain.
"Di pemilihan putaran pertama banyak obrolan di Twitter tentang program membangun Jakarta, tetapi di putaran kedua agak tenggelam," tutur dia.
Dan serangan kampanye negatif di media baru yang sukar dikontrol ini kemudian memengaruhi bagaimana para kandidat dilihat oleh warga twitland. Jumlah buzz atau seringnya nama kandidat disebut dan jumlah akun yang membicarakannya tidak serta merta membuktikan bahwa satu pasang kandidat disukai atau tidak di Twitter.
Sentimen atau suka dan tidaknya para pengguna Twitter terhadap para kandidat, itulah yang menurut Yose paling penting dalam membangun dukungan di dunia maya.
Jokowi Terus Turun
"Jokowi sejak putaran pertama selalu memimpin dalam jumlah perbincangan di Twitter. Bahkan ketika menggelar halal bihalal di Senayan, Jakarta yang dihadiri oleh sejumlah artis, perbincangan tentang Jokowi - Ahok di Twitter hampir mencapai 40.000 sehari," kata Yose.
Tetapi alih-alih terus mencuri perhatian, ternyata sentimen terhadap Jokowi dan calon wakil gubernurnya Ahok terus tergerus seiring waktu. Menurut pantauan Politicawave, net reputation atau sentimen pengguna Twitter terhadap pasangan Jokowi - Ahok terus mengarah ke tren negatif dan hingga pekan lalu berada di poin 2,37.
"Padahal Pak Jokowi dari awal putaran pertama selalu berada di atas 30," jelas Yose lebih lanjut.
Sementara itu momen terbaik Foke - Nara, menurut Politicawave, terjadi ketika Partai Keadilan Sosial menyatakan dukungannya secara resmi, 11 Agustus silam.
"Itu pertama kalinya Pak Foke naik ke positif, cuma tidak sampai satu minggu," imbuh Jose sembari meramalkan bahwa bukan tidak mungkin dua pasang kandidat itu akan tenggelam dalam sentimen negatif jika pasangan Jokowi - Ahok gagal menaikan reputasinya.
Sayangnya, menurut Yose, momentum turunnya reputasi Jokowi - Ahok di Twitter justru tidak dimanfaatkan dengan baik oleh para pendukung Foke - Nara untuk meraih simpati para pengguna Twitter, padahal waktu menuju hari pemungutan suara kian tipis.
"Mereka terlalu sibuk menyerang Jokowi - Ahok, tetapi lupa untuk mengangkat informasi-informasi yang positif tentang kandidat mereka sendiri," tukas Yose sambil menambahkan bahwa sentimen terhadap Foke-Nara di Twitter terus tertahan di kisaran -23,78.
Pasif
Uniknya lagi keempat kandidat itu masing-masing mempunyai akun Twitter tetapi tidak seaktif para pendukungnya dalam memperkenalkan dirinya di dunia maya. Jokowi misalnya lebih mengandalkan kelompok sukarelawan media sosialnya yang menamakan diri Jasmev, padahal dia sendiri punya 211.829 follower.
Jokowi dengan akun @jokowi_do2 terakhir kali men-tweet pada 18 Agustus silam. Setali tiga wang dengan calon wakil gubernurnya, Ahok (@basuki _btp), dengan 27.109 follower terakhir kali berkicau pada 29 Agustus.
Kartika Djoemadi, kordinator Jasmev, ketika ditanya tentang fenomena ini mengatakan bahwa mereka memang meminta Jokowi untuk tidak banyak terlibat dalam sosial media.
"Beliau tulis tentang agenda-agenda peribadinya saja, biar kami yang counter isu-isu negatif dari publik," terang Kartika yang ditemui Selasa (4/9) di Jakarta.
Sebaliknya Tim Foke - Nara punya strategi berbeda.
"Kami akhirnya berhasil meyakinkan Pak Fauzi untuk menyapa para pendukungnya," kata Giofedi Rauf salah satu anggota tim sukses dan konsultan pasangan Fauzi Bowo yang ditemui Kamis di markas tim pemenangan Foke-Nara di jalan Diponegoro, Jakarta.
Alhasil Foke kini lebih hangat di hadapan lebih dari 32.000 followernya meski sedikit agak canggung. Simak saja salah satu tweet-nya yang ditulis Sabtu (8/9) kemarin, "Sempatkan utk bersantai di akhir pekan,bgmn anda akan melakukannya?"
Sementara wakilnya Nachrowi Ramli (@nachrowi_ramli) yang baru memiliki 2.454 follower tampak lebih interaktif berkomunikasi dengan para followernya meski terakhir kali men-tweet pada Selasa (4/9) silam.
Tetapi tetap saja yang paling banyak mengoceh tentang para calon gubernur dan wakil gubernur itu adalah para akun pendukungnya seperti RELAWANMUDAHJKT, TrioMacan2000, TimSesFoke, SiPitung64, Kurawa, GodzillaBatavia, GantiJakarta, dan masih banyak lagi.
Melihat fenomena ini, para politisi di Indonesia tampaknya memang masih harus belajar banyak dari politisi di negara dengan demokrasi dan teknologi yang lebih mapan.
Misalnya Barack Obama, yang memiliki lebih dari 19 juta follower di Twitter. Dia menggunakan akunnya untuk "menjual" diri ke pada rakyat dan pemilihnya secara aktif. Akun yang dijalankan oleh staf kampanyenya terakhir kali mengirim tweet pada pukul 5 tadi pagi.
http://www.beritasatu.com/digital-li...indonesia.html
saatnya dunia maya mulai diperhatikan dan di perhitungkan
0
1.6K
9


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan