Sampah mungkin kita merasa cukup dengan membuang sesuatu yang sudah kita tidak pakai lagi atau yang biasa kita sebut dengan sampah dengan hanya membuangnya pada tempatnya. Tapi ada satu hal yang tidak terfikirkan oleh masyarakat Indonesia, kemana sampah-sampah tersebut setelah kita membuangnya ke tempat sampah yang ada di dekat kita? Jujur apa agan pernah berfikir seperti itu? Bagi kebanyakan orang dengan membuang sampah pada tempatnya itu berarti kita sudah menyelesaikan masalah lingkungan akan tetapi kita tidak pernah berfikir, kemana sampah-sampah itu setelah kita membuangnya ketempat sampah? Apa akan lenyap begitu saja? Jawabannya TIDAK gan!! Sampah-sampah itu akan terus bertambah dan bertambah menjadi sebuah gunungan di tempat yang kita sebut (TPA) tempat pembuangan akhir, bahkan mungkin tingginya akan dapat setinggi gunung alpen, jika kita terus menganggap hal ini adalah hal yang sepele. Lalu bagaimana solusinya? Yah mungkin dengan cara mengurangkan sampah plastik itu adalah solusi terbaik, tapi apa mungkin di era yang serba praktis ini kita mengurangi sampah plastic? Ada satu cara lagi gan yang di jamin akan merubah Indonesia kedepannya sebagai salah satu penyumbang limbah rumah tangga terbesar di dunia. Dan ane akan membahasanya di bawah ini.

Ketika ane mendapatkan tugas Komunikasi perubahan social bersama teman2 ane, ane mencari sebuah LSM yang membuat suatu perubahan pada masyarakat. Dan kami pun mendapatkan salah satu LSM yang akan menjadi penelitian kami, LSM tersebut bernama BEST. BEST adalah sebuah LSM yang bergerak di bidang Limbah dan sanitasi masyarakat. Singkatnya ketika ane sama temen2 ane ngobrol sama Pak Imam salah satu dari anggota LSM tersebut kami pun di tuntun untuk ke sebuah daerah yang bisa di bilang sukses di bina oleh LSM ini. Bermis Blok A tanggerang itu lah nama tempat yang ane dan temen2 ane jadi tempat penelitan tugas ane

Bermis Blok A tanggerang dapat di bilang salah satu tempat yang sukses dalam menjalankan (TPST) atau tempat sampah terpadu. Mereka mengelola limbah mereka sendiri dengan cara gotong royong dan nama komunitas tersebut ialah KSM ( kelompok swadaya masyarakat). Setiap warga memilah sampah organic dan non Organik di rumah mereka masing-masing, yang keemudian nanti setiap seminggu dua kali di bawa oleh seorang tukang sampah yang memakai motor ke sebuah penampungan sampah sementara di komplek mereka. penampungan sampah tersebutlah yang di sebut TPST yang fungsinya untuk mengolah sampah warga sekitar. Sampah organic pun di olah menjadi pupuk kompos dan sampah non organic yang mayoritas bungkus2 plastik di olah menjadi barang yang cantik dan bermanfaat seperti Tas, tempat tissue, jas hujan dan banyak lagi. Dan sisanya sampah yang tidak bisa di olah seperti pembalut dan steroform di buang ke TPA. Dahulu sebelum TPST terbentuk, truk yang mengangkut sampah ke TPA atau tempat pembuangan akhir dapat 3 kali dalam seminggu. Akan tetapi setelah tempat pengolahan sampah terpadu terbentuk truk yang mengangkut sampah ke bermis hanya 2 truk dalam setahun. Bayangkan gan? Perubahan yang cukup signifikan kan? Dari hal kecil yakni memisahkan sampah organic dan Non organic dapat menyelesaikan masalah yang menggunung?
Seandainya saja semua masyarakat Indonesia melakukan hal yang sama dengan komplek Bermis Blok A ini. Mungkin kita tidak usah kuatir suatu saat bumi ini akan penuh dengan sampah.