- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Wanita : Dilema Antara Wani Ditata dan Wani Nata


TS
soteng18
Wanita : Dilema Antara Wani Ditata dan Wani Nata
“Look like a girl, act like a lady, think like a man and work like a dog.” ~ Caroline K. Simon
Kalimat tersebut sering saya jumpai di situs jejaring sosial milik perempuan-perempuan di sekitar saya. Melalui facebook, twitter, dan BBM, mereka mengekspresikan tuntutan peran perempuan masa kini, yaitu perempuan harus bisa mempertahankan keremajaan atau kecantikannya, bertindak seperti wanita dewasa yang anggun, berpikir logis seperti pria, dan mampu bekerja keras.
Dunia kita membutuhkan perempuan atau wanita dengan tuntutan seperti di atas. Namun untuk mencapai kata ideal itu tidak mudah. Dibutuhkan pengorbanan dan latihan. Kemudian muncul pertanyaan. Bagaimana cara menjadi wanita yang bisa memenuhi harapan tersebut? Bagaimana kita mempersiapkan wanita hebat?
Pandangan Kuno
Secara etimologis, kata ‘wanita’ berasal dari Bahasa Jawa, yaitu ‘wani’ yang berarti berani dan ‘ditata’ yang berarti ditata. Dalam hal ini wanita ditempatkan pada sebuah posisi dimana wanita harus bisa ditata atau diatur oleh lingkungan di sekitarnya. Dalam hal fisik, wanita diatur. Salah satu contoh adalah pemakaian sepatu ‘kekecilan’ oleh wanita-wanita kuno Cina. Pada masa itu ada anggapan masyarakat yang menyatakan bahwa semakin kecil kaki seorang wanita, semakin cantik wanita tersebut. Padahal mereka sangat tersiksa dan tak banyak yang dibuat cacat karenanya. Dalam hal sosial, wanita juga diatur. Budaya patriarki memojokkan wanita hanya sebagai pemuas hasrat pria dan sarana meneruskan keturunan, selebihnya mengenai hak-hak mengemukakan pendapat tidak diberikan.
Tujuan dari ‘penataan’ wanita adalah semata-mata untuk memenuhi harapan keluarga dan masyarakat. Perempuan yang cantik dan penurut sesuai dengan standar tersebut akan mendapatkan suami yang mapan. Hal tersebut akan membuat keluarga bahagia dan masyarakat akan menerimanya dengan gembira pula.
Sayangnya sistem ‘penataan’ ini tidak berhasil. Terbukti bahwa pada jaman tersebut segala bentuk ‘penataan’ membuat wanita tersiksa. Penataan fisik tentu membuat wanita tersiksa secara fisik. Kecantikan yang hanya didasarkan kaki kecil, pinggang ramping, pinggul lebar, dan lain-lain justru akan membuat wanita tersiksa karena keadaan fisik merupakan karunia dari Pencipta yang tidak bisa diubah. Selebihnya, ‘penataan’ sosial membuat wanita terjebak dalam kotak yang tidak membuat wanita berkembang. Wanita tidak bisa menyuarakan pendapatnya. Bahkan hak-hak wanita menjadi hal yang tidak dipertimbangkan dalam sistem sosial masyarakat.

Pandangan Modern
Zaman terus berkembang dan kata ‘modern’ telah telah mendapat ruangnya untuk menjelaskan berbagai macam hal yang mengacu pada kekinian. Kata tersebut berasal dari kata Latin ‘modus’, yang berarti cara. Kemudian timbul kata Perancis ‘mode’, yaitu cara khusus berpakaian, berdandan, memangkas rambut, berhias, dan sampai bergagasan. Lantas, orang yang mengikuti cara, mode, itu dinamai modern. Dalam artikelnya yang dimuat di Kompas, Senin 22 Desember 2003, J Drost SJ mengatakan bahwa usaha modernisasi dapat bermotifkan keinginan menyesuaikan diri dengan apa yang kini berlaku atau bermotifkan kesadaran akan keharusan meninggalkan yang sudah usang demi perbaikan hidup.
Dalam hal ini, pandangan tentang ‘wanita’ sebagai pribadi yang ‘wani ditata’ mulai ditinggalkan. Itulah usaha untuk memperbaiki kehidupan. Menurut hemat saya, di kehidupan modern yang terpengaruh oleh adanya feminisme, pandangan ‘wani ditata’ bergeser menjadi ‘wani’ yang berarti berani dan ‘nata’ yang berarti menata atau mengatur. Wanita tak lagi diatur melainkan mengatur. Ada pergeseran peran di sini. Dewasa ini kita melihat wanita mengatur banyak hal. Dalam hal fisik, ada kebebasan bagi seorang perempuan untuk mengatur dirinya sendiri. Coco Channel adalah salah satu tokoh kebangkitan wanita. Keberaniannya dalam dunia mode membebaskan wanita-wanita Eropa dari siksaan fisik yang diakibatkan oleh masyarakat yang mengidentikkan wanita dengan pinggang ramping sehingga mainstream saat itu adalah pemakaian korset yang berlebihan dan merusak kesehatan mereka sendiri. Pakaian yang merepotkan digantikan dengan pakaian yang praktis dan nyaman untuk dipakai wanita yang semakin aktif. Saat ini kita melihat wanita bisa bebas dan nyaman dengan menjadi dirinya sendiri. Dalam hal sosial lebih terlihat lagi, wanita bisa menata atau mengatur banyak hal. Wanita sudah membuktikan bahwa wanita pun bisa menjadi pemimpin dan penasehat. Banyak perusahaan yang maju di bawah pengaruh pemimpin wanita. Banyak negara maju di bawah otoritas presiden dan menteri wanita.
Adapun tujuan dari pandangan wanita sebagai ‘wani nata’ ini adalah selain untuk memperbaiki kesalahan di masa lalu, manusia modern semakin menyadari akan besarnya potensi wanita. Wanita dianggap memiliki kekuatan untuk melakukan berbagai macam perubahan dan pekerjaan baik dengan ‘hati’ mereka. Masyarakat menyadari bahwa wanita sangat peka dengan perasaan dan kita membutuhkan hal tersebut dalam pembangunan di dalam masyarakat. Di sinilah wanita memperlihatkan kontribusinya dalam masyarakat.
Namun sayangnya, pandangan wanita sebagai penata ini mengalami perkembangan yang kurang baik. Segala sesuatu jika dilakukan berlebihan akan membuat ‘kebablasan’. Itulah yang tengah terjadi di dunia ini. Kasus perceraian dari waktu ke waktu semakin meningkat. Rata-rata diakibatkan oleh perselingkuhan dan masalah pekerjaan. Karir membuat wanita percaya diri di satu sisi. Namun di sisi lain, karir dapat menghancurkan wanita dan keluarga. Tidak adanya waktu bagi keluarga dan pasangan karena pekerjaan membuat wanita menghancurkan rumah tangganya sendiri dan dengan demikian dia sudah menghancurkan anak-anaknya sebagai generasi yang akan datang. Selain itu perasaan superioritas wanita sebagai akibat dari adanya sifat ‘berani menata’ yang terlalu berlebihan juga akan merusak dirinya sendiri. Ada kecenderungan banyak perempuan urban yang merasa diri sudah cukup dengan kemampuannya untuk mengendalikan segala sesuatu berpikiran untuk tidak membutuhkan keluarga dan seks dapat dilakukan dengan siapa saja tanpa ikatan perkimpoian. Selebihnya perasaan superioritas yang merupakan turunan dari sifat arogan dapat menjadi bumerang bagi wanita sendiri yang mengakibatkan kegagalan dalam beberapa hal di kehidupannya.

Pandangan Ideal
Menyoal kegagalan dua pandangan ekstrim di atas, kiranya ada sebuah alternatif jawaban untuk mempersiapkan wanita hebat sesuai dengan kalimat pembuka tulisan ini yang kemudian disesuaikan lagi dengan zaman yang sedang kita hadapi. Menurut saya, dunia ini membutuhkan wanita yang bisa hidup dengan seimbang. Pandangan yang ideal adalah pandangan mengenai perempuan yang ‘wani ditata lan nata’. Wanita itu harus berani ditata dan menata, berani diatur dan mengatur. Namun yang perlu digarisbawahi adalah sebelum mengatur, wanita hendaknya mau untuk diatur terlebih dahulu. Hal ini dipertimbangkan sebagai hal yang penting sebab dalam hidup kita membutuhkan keseimbangan dan persiapan. ‘Diatur’ itu penting sebagai keseimbangan dan persiapan sebelum ‘mengatur’ keluarga dan masyarakat. Selebihnya, adanya keseimbangan akan menghindarkan wanita dari sikap kebablasan.
Pandangan wani ditata lan nata ini akan berhasil diimplemantasikan jika wanita berhasil dalam hal-hal berikut ini. Dalam tahap ditata, seperti yang telah diungkapkan oleh Van Brummelen bahwa pilar pendidikan adalah keluarga, sekolah, dan perkumpulan ibadah, hendaknya wanita memiliki fondasi pendidikan yang kuat dari ketiga tripod tersebut. Keluarga sebagai tempat terdekat seorang individu, seharusnya mampu mendidik wanita dengan baik. Pendidikan di sekolah juga memegang peranan sangat penting sebab minimal seorang wanita akan menghabiskan selama 12 tahun di bangku sekolah. Agama, dalam hal ini adalah komunitas yang memiliki kepercayaan yang sama juga memiliki peran yang sangat penting karena disinilah seorang wanita akan menyadari jati dirinya dan memahami perannya dengan baik. Keluarga, sekolah, dan perkumpulan ibadah sangat penting untuk membentuk karakter seorang wanita. Jika hal-hal tersebut masing-masing adalah kaki-kaki dari sebuah tripod, lalu jika kita kehilangan salah satunya, apakah masih bisa membuat tripod tersebut berdiri kokoh?
Wanita yang sudah berhasil melewati proses ditata dengan baik berarti sudah siap untuk menata keluarga dan masyarakat. Membentuk sebuah keluarga berarti berani menata keluarga dan siap dengan segala resikonya. Termasuk ketika menjalani sebuah karir, wanita tetap dituntut untuk tidak melupakan kewajibannya sebagai istri dan ibu. Ini penting agar keluarganya bisa berdiri utuh dan tidak hancur sebagai akibat dari adanya ketidakseimbangan. Berperan di dalam masyarakat berarti berani mengatur masyarakat dan siap dengan segala resikonya pula. Wanita harus berani dan berprinsip. Seorang wanita harus mampu berdiri kokoh dan pantang menyerah saat berperan dalam masyarakat, apapun penghalangnya. Dan ketika mengatur masyarakat, wanita juga harus bisa menjadi panutan moral, yang bertindak dengan elegan sekaligus rendah hati dalam waktu bersamaan.

Sebab memang benar, wanita ideal harus mampu terlihat selalu muda, bertindak seperti seorang wanita dewasa, berpikir seperti pria, dan bekerja keras. Para wanita, bisakah kita menjadi wanita yang demikian sekaligus menyiapkan generasi wanita berikutnya yang demikian? Anda sendirilah yang bisa menjawabnya



Kalimat tersebut sering saya jumpai di situs jejaring sosial milik perempuan-perempuan di sekitar saya. Melalui facebook, twitter, dan BBM, mereka mengekspresikan tuntutan peran perempuan masa kini, yaitu perempuan harus bisa mempertahankan keremajaan atau kecantikannya, bertindak seperti wanita dewasa yang anggun, berpikir logis seperti pria, dan mampu bekerja keras.
Dunia kita membutuhkan perempuan atau wanita dengan tuntutan seperti di atas. Namun untuk mencapai kata ideal itu tidak mudah. Dibutuhkan pengorbanan dan latihan. Kemudian muncul pertanyaan. Bagaimana cara menjadi wanita yang bisa memenuhi harapan tersebut? Bagaimana kita mempersiapkan wanita hebat?
Pandangan Kuno
Secara etimologis, kata ‘wanita’ berasal dari Bahasa Jawa, yaitu ‘wani’ yang berarti berani dan ‘ditata’ yang berarti ditata. Dalam hal ini wanita ditempatkan pada sebuah posisi dimana wanita harus bisa ditata atau diatur oleh lingkungan di sekitarnya. Dalam hal fisik, wanita diatur. Salah satu contoh adalah pemakaian sepatu ‘kekecilan’ oleh wanita-wanita kuno Cina. Pada masa itu ada anggapan masyarakat yang menyatakan bahwa semakin kecil kaki seorang wanita, semakin cantik wanita tersebut. Padahal mereka sangat tersiksa dan tak banyak yang dibuat cacat karenanya. Dalam hal sosial, wanita juga diatur. Budaya patriarki memojokkan wanita hanya sebagai pemuas hasrat pria dan sarana meneruskan keturunan, selebihnya mengenai hak-hak mengemukakan pendapat tidak diberikan.
Tujuan dari ‘penataan’ wanita adalah semata-mata untuk memenuhi harapan keluarga dan masyarakat. Perempuan yang cantik dan penurut sesuai dengan standar tersebut akan mendapatkan suami yang mapan. Hal tersebut akan membuat keluarga bahagia dan masyarakat akan menerimanya dengan gembira pula.
Sayangnya sistem ‘penataan’ ini tidak berhasil. Terbukti bahwa pada jaman tersebut segala bentuk ‘penataan’ membuat wanita tersiksa. Penataan fisik tentu membuat wanita tersiksa secara fisik. Kecantikan yang hanya didasarkan kaki kecil, pinggang ramping, pinggul lebar, dan lain-lain justru akan membuat wanita tersiksa karena keadaan fisik merupakan karunia dari Pencipta yang tidak bisa diubah. Selebihnya, ‘penataan’ sosial membuat wanita terjebak dalam kotak yang tidak membuat wanita berkembang. Wanita tidak bisa menyuarakan pendapatnya. Bahkan hak-hak wanita menjadi hal yang tidak dipertimbangkan dalam sistem sosial masyarakat.

Pandangan Modern
Zaman terus berkembang dan kata ‘modern’ telah telah mendapat ruangnya untuk menjelaskan berbagai macam hal yang mengacu pada kekinian. Kata tersebut berasal dari kata Latin ‘modus’, yang berarti cara. Kemudian timbul kata Perancis ‘mode’, yaitu cara khusus berpakaian, berdandan, memangkas rambut, berhias, dan sampai bergagasan. Lantas, orang yang mengikuti cara, mode, itu dinamai modern. Dalam artikelnya yang dimuat di Kompas, Senin 22 Desember 2003, J Drost SJ mengatakan bahwa usaha modernisasi dapat bermotifkan keinginan menyesuaikan diri dengan apa yang kini berlaku atau bermotifkan kesadaran akan keharusan meninggalkan yang sudah usang demi perbaikan hidup.
Dalam hal ini, pandangan tentang ‘wanita’ sebagai pribadi yang ‘wani ditata’ mulai ditinggalkan. Itulah usaha untuk memperbaiki kehidupan. Menurut hemat saya, di kehidupan modern yang terpengaruh oleh adanya feminisme, pandangan ‘wani ditata’ bergeser menjadi ‘wani’ yang berarti berani dan ‘nata’ yang berarti menata atau mengatur. Wanita tak lagi diatur melainkan mengatur. Ada pergeseran peran di sini. Dewasa ini kita melihat wanita mengatur banyak hal. Dalam hal fisik, ada kebebasan bagi seorang perempuan untuk mengatur dirinya sendiri. Coco Channel adalah salah satu tokoh kebangkitan wanita. Keberaniannya dalam dunia mode membebaskan wanita-wanita Eropa dari siksaan fisik yang diakibatkan oleh masyarakat yang mengidentikkan wanita dengan pinggang ramping sehingga mainstream saat itu adalah pemakaian korset yang berlebihan dan merusak kesehatan mereka sendiri. Pakaian yang merepotkan digantikan dengan pakaian yang praktis dan nyaman untuk dipakai wanita yang semakin aktif. Saat ini kita melihat wanita bisa bebas dan nyaman dengan menjadi dirinya sendiri. Dalam hal sosial lebih terlihat lagi, wanita bisa menata atau mengatur banyak hal. Wanita sudah membuktikan bahwa wanita pun bisa menjadi pemimpin dan penasehat. Banyak perusahaan yang maju di bawah pengaruh pemimpin wanita. Banyak negara maju di bawah otoritas presiden dan menteri wanita.
Adapun tujuan dari pandangan wanita sebagai ‘wani nata’ ini adalah selain untuk memperbaiki kesalahan di masa lalu, manusia modern semakin menyadari akan besarnya potensi wanita. Wanita dianggap memiliki kekuatan untuk melakukan berbagai macam perubahan dan pekerjaan baik dengan ‘hati’ mereka. Masyarakat menyadari bahwa wanita sangat peka dengan perasaan dan kita membutuhkan hal tersebut dalam pembangunan di dalam masyarakat. Di sinilah wanita memperlihatkan kontribusinya dalam masyarakat.
Namun sayangnya, pandangan wanita sebagai penata ini mengalami perkembangan yang kurang baik. Segala sesuatu jika dilakukan berlebihan akan membuat ‘kebablasan’. Itulah yang tengah terjadi di dunia ini. Kasus perceraian dari waktu ke waktu semakin meningkat. Rata-rata diakibatkan oleh perselingkuhan dan masalah pekerjaan. Karir membuat wanita percaya diri di satu sisi. Namun di sisi lain, karir dapat menghancurkan wanita dan keluarga. Tidak adanya waktu bagi keluarga dan pasangan karena pekerjaan membuat wanita menghancurkan rumah tangganya sendiri dan dengan demikian dia sudah menghancurkan anak-anaknya sebagai generasi yang akan datang. Selain itu perasaan superioritas wanita sebagai akibat dari adanya sifat ‘berani menata’ yang terlalu berlebihan juga akan merusak dirinya sendiri. Ada kecenderungan banyak perempuan urban yang merasa diri sudah cukup dengan kemampuannya untuk mengendalikan segala sesuatu berpikiran untuk tidak membutuhkan keluarga dan seks dapat dilakukan dengan siapa saja tanpa ikatan perkimpoian. Selebihnya perasaan superioritas yang merupakan turunan dari sifat arogan dapat menjadi bumerang bagi wanita sendiri yang mengakibatkan kegagalan dalam beberapa hal di kehidupannya.

Pandangan Ideal
Menyoal kegagalan dua pandangan ekstrim di atas, kiranya ada sebuah alternatif jawaban untuk mempersiapkan wanita hebat sesuai dengan kalimat pembuka tulisan ini yang kemudian disesuaikan lagi dengan zaman yang sedang kita hadapi. Menurut saya, dunia ini membutuhkan wanita yang bisa hidup dengan seimbang. Pandangan yang ideal adalah pandangan mengenai perempuan yang ‘wani ditata lan nata’. Wanita itu harus berani ditata dan menata, berani diatur dan mengatur. Namun yang perlu digarisbawahi adalah sebelum mengatur, wanita hendaknya mau untuk diatur terlebih dahulu. Hal ini dipertimbangkan sebagai hal yang penting sebab dalam hidup kita membutuhkan keseimbangan dan persiapan. ‘Diatur’ itu penting sebagai keseimbangan dan persiapan sebelum ‘mengatur’ keluarga dan masyarakat. Selebihnya, adanya keseimbangan akan menghindarkan wanita dari sikap kebablasan.
Pandangan wani ditata lan nata ini akan berhasil diimplemantasikan jika wanita berhasil dalam hal-hal berikut ini. Dalam tahap ditata, seperti yang telah diungkapkan oleh Van Brummelen bahwa pilar pendidikan adalah keluarga, sekolah, dan perkumpulan ibadah, hendaknya wanita memiliki fondasi pendidikan yang kuat dari ketiga tripod tersebut. Keluarga sebagai tempat terdekat seorang individu, seharusnya mampu mendidik wanita dengan baik. Pendidikan di sekolah juga memegang peranan sangat penting sebab minimal seorang wanita akan menghabiskan selama 12 tahun di bangku sekolah. Agama, dalam hal ini adalah komunitas yang memiliki kepercayaan yang sama juga memiliki peran yang sangat penting karena disinilah seorang wanita akan menyadari jati dirinya dan memahami perannya dengan baik. Keluarga, sekolah, dan perkumpulan ibadah sangat penting untuk membentuk karakter seorang wanita. Jika hal-hal tersebut masing-masing adalah kaki-kaki dari sebuah tripod, lalu jika kita kehilangan salah satunya, apakah masih bisa membuat tripod tersebut berdiri kokoh?
Wanita yang sudah berhasil melewati proses ditata dengan baik berarti sudah siap untuk menata keluarga dan masyarakat. Membentuk sebuah keluarga berarti berani menata keluarga dan siap dengan segala resikonya. Termasuk ketika menjalani sebuah karir, wanita tetap dituntut untuk tidak melupakan kewajibannya sebagai istri dan ibu. Ini penting agar keluarganya bisa berdiri utuh dan tidak hancur sebagai akibat dari adanya ketidakseimbangan. Berperan di dalam masyarakat berarti berani mengatur masyarakat dan siap dengan segala resikonya pula. Wanita harus berani dan berprinsip. Seorang wanita harus mampu berdiri kokoh dan pantang menyerah saat berperan dalam masyarakat, apapun penghalangnya. Dan ketika mengatur masyarakat, wanita juga harus bisa menjadi panutan moral, yang bertindak dengan elegan sekaligus rendah hati dalam waktu bersamaan.

Sebab memang benar, wanita ideal harus mampu terlihat selalu muda, bertindak seperti seorang wanita dewasa, berpikir seperti pria, dan bekerja keras. Para wanita, bisakah kita menjadi wanita yang demikian sekaligus menyiapkan generasi wanita berikutnya yang demikian? Anda sendirilah yang bisa menjawabnya



0
3.8K
8


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan