- Beranda
- Komunitas
- News
- Sains & Teknologi
Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di hutan


TS
Bimbteklingk
Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di hutan
Siang all,
ini tread pertama saya disini. Sekian lama saya pengen nulis sesuatu tapi tidak pernah kesampaian. Nah, untuk kesempatan pertama ini saya mencoba menukilkan sebagian materi presentasi yang saya buat untuk seminar nasional perubahan iklim beberapa waktu yang lalu.
Semoga Bermanfaat
==========================================
Perubahan iklim global yang terjadi akhir akhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan tersebut dipengaruhi antara lain oleh peningkatan gas gas CO2, CH4, dan N2O yang lebih dikenal dengan Gas Rumah Kaca (GRK). Saat ini konsentrasi GRK sudah mencapai tingkat yang membahayakan iklim bumi dan keseimbangan ekosistem.
Konsentrasi GRK di atmosfer meningkat sebagai adanya pengelolaan lahan yang kurang tepat, antara lain adanya pembakaran vegetasi hutan dalam skala luas pada waktu yang bersamaan dan adanya pengeringan lahan gambut. Kegiatan tersebut umumnya dilakukan pada awal alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian.
Banyak pihak beranggapan bahwa melakukan mitigasi secara permanen melalui penghematan pemanfaatan bahan bakar fosil, teknologi bersih dan penggunaan energi terbarukan lebih penting daripada melalui carbon sink. Hal ini dikarenakan hutan hanya menyimpan karbon untuk waktu yang terbatas (stock). Ketika terjadi penebangan hutan, kebakaran atau perubahan tata guna lahan, karbon tersebut akan dilepaskan kembali ke atmosfer. Carbon sink adalah istilah yang kerap digunakan di bidang perubahan iklim. Istilah ini berkaitan dengan fungsi hutan sebagai penyerap (sink) dan penyimpan (reservoir) karbon.
Apabila ditelaah dengan seksama, hutan rakyat memiliki potensi karbon yang tinggi. Pengelolaan hutan rakyat secara lestari mampu menjamin keutuhan stok karbon di dalamnya. Hal ini berkaitan erat dengan mitigasi perubahan iklim yang digalangkan Pemerintah Indonesia dimana pemerintah berkeinginan menurunkan emisi karbonnya sebesar 26%. Salah satu sektor penyumbang emisi karbon terbesar adalah sektor kehutanan.
Emisi karbon yang disimpan sebenarnya bisa mendatangkan pendapatan keuangan bila diolah secara lestari menurut standar standar yang berlaku di dunia saat ini. Hutan rakyat bisa dijadikan proyek GRK dengan mengikuti berbagai macam skema perubahan iklim saat ini seperti CDM, VCS, dan lain lain.
Nilai ekonomi dari 1 ton emisi carbon saat ini adalah ± 1 Euro / ton C. harga ini akan terus berfluktuasi dan meningkat seiring dengan perubahan iklim yang semakin ganas. Kemampuan hutan untuk menyerap karbon per hektarnya berbeda beda. Jika hutan itu masih alami, penyerapannya akan lebih baik dibanding hutan buatan. Jika diambil rata rata penyerapan karbon sekitar 150 ton karbon per hektar. Maka, jika diasumsikan harga karbon 5 dollar AS per ton, 1 ha hutan bisa menghasilkan 750 dollar AS atau sekitar Rp. 6.750.000,-.
Apabila diasumsikan hutan rakyat mampu menyerap karbon 75% dari penyerapan karbon hutan alami yaitu sekitar 150 ton karbon per hektar maka kemampuan penyerapan karbon hutan rakyat adalah sebesar 112, 5 ton karbon per hektar atau sekitar Rp. 5.062.500,- / hektar.
ABD

ini tread pertama saya disini. Sekian lama saya pengen nulis sesuatu tapi tidak pernah kesampaian. Nah, untuk kesempatan pertama ini saya mencoba menukilkan sebagian materi presentasi yang saya buat untuk seminar nasional perubahan iklim beberapa waktu yang lalu.
Semoga Bermanfaat

==========================================
Perubahan iklim global yang terjadi akhir akhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan tersebut dipengaruhi antara lain oleh peningkatan gas gas CO2, CH4, dan N2O yang lebih dikenal dengan Gas Rumah Kaca (GRK). Saat ini konsentrasi GRK sudah mencapai tingkat yang membahayakan iklim bumi dan keseimbangan ekosistem.
Konsentrasi GRK di atmosfer meningkat sebagai adanya pengelolaan lahan yang kurang tepat, antara lain adanya pembakaran vegetasi hutan dalam skala luas pada waktu yang bersamaan dan adanya pengeringan lahan gambut. Kegiatan tersebut umumnya dilakukan pada awal alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian.
Spoiler for Efek Gas Rumah Kaca:
Banyak pihak beranggapan bahwa melakukan mitigasi secara permanen melalui penghematan pemanfaatan bahan bakar fosil, teknologi bersih dan penggunaan energi terbarukan lebih penting daripada melalui carbon sink. Hal ini dikarenakan hutan hanya menyimpan karbon untuk waktu yang terbatas (stock). Ketika terjadi penebangan hutan, kebakaran atau perubahan tata guna lahan, karbon tersebut akan dilepaskan kembali ke atmosfer. Carbon sink adalah istilah yang kerap digunakan di bidang perubahan iklim. Istilah ini berkaitan dengan fungsi hutan sebagai penyerap (sink) dan penyimpan (reservoir) karbon.
Apabila ditelaah dengan seksama, hutan rakyat memiliki potensi karbon yang tinggi. Pengelolaan hutan rakyat secara lestari mampu menjamin keutuhan stok karbon di dalamnya. Hal ini berkaitan erat dengan mitigasi perubahan iklim yang digalangkan Pemerintah Indonesia dimana pemerintah berkeinginan menurunkan emisi karbonnya sebesar 26%. Salah satu sektor penyumbang emisi karbon terbesar adalah sektor kehutanan.
Emisi karbon yang disimpan sebenarnya bisa mendatangkan pendapatan keuangan bila diolah secara lestari menurut standar standar yang berlaku di dunia saat ini. Hutan rakyat bisa dijadikan proyek GRK dengan mengikuti berbagai macam skema perubahan iklim saat ini seperti CDM, VCS, dan lain lain.
Nilai ekonomi dari 1 ton emisi carbon saat ini adalah ± 1 Euro / ton C. harga ini akan terus berfluktuasi dan meningkat seiring dengan perubahan iklim yang semakin ganas. Kemampuan hutan untuk menyerap karbon per hektarnya berbeda beda. Jika hutan itu masih alami, penyerapannya akan lebih baik dibanding hutan buatan. Jika diambil rata rata penyerapan karbon sekitar 150 ton karbon per hektar. Maka, jika diasumsikan harga karbon 5 dollar AS per ton, 1 ha hutan bisa menghasilkan 750 dollar AS atau sekitar Rp. 6.750.000,-.
Apabila diasumsikan hutan rakyat mampu menyerap karbon 75% dari penyerapan karbon hutan alami yaitu sekitar 150 ton karbon per hektar maka kemampuan penyerapan karbon hutan rakyat adalah sebesar 112, 5 ton karbon per hektar atau sekitar Rp. 5.062.500,- / hektar.
ABD

0
3K
12


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan