- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Tradisi Lisan Mak Yong, Aset Budaya yang Terlupakan


TS
collection55
Tradisi Lisan Mak Yong, Aset Budaya yang Terlupakan
Mak yong adalah salah satu jenis tradisi lisan Melayu yang menggabungkan unsur-unsur ritual, tari, nyanyi, dan musik dalam pementasannya. Dalam pertunjukannya, Mak Yong mempertemukan antara pemain dan penonton dalam ruang, waktu, dan tempat yang sama. Kesenian ini berasal dari daerah Nara Yala, Pattani yang dari segi budaya, termasuk rumpun Melayu pada abad ke-17.

Pudentia (2000), mengutip pendapat Sheppard, mengatakan Mak Yong kemudian menyebar ke daerah Kelantan sekitar 200 tahun lalu, tetapi tanpa memakai topeng seperti di tempat asalnya. Dari Kelantan kemudian menyebar ke Indonesia, yaitu ke daerah Bintan dan Batam melalui Tanjung Kurau (Singapura).
Tergeser
Pada masa lalu, merupakan kesenian istana mengalami kejayaannya pada masa keemasan kesultanan Riau-Lingga pada akhir abad ke 19 sampai di kesultanan Serdang masih populer sampai akhir 1950-an. Di Kepulaun Riau, menyebar ke berbagai tempat, seperti Mantang Arang dan Kijang (Bintan Timur), Rempang/Sembulang, Dompak, Kasu, Pulau Buluh, dan Cate daerah pinggiran Pulau Batam. Untuk yang terakhir ini, mungkin saja merupakan persebaran yang berada di Batam.
Sejalan dengan berjalannya waktu, seni pertunjukan ini pun mulai layu, sekarang di Propinsi Kepri hanya ada dua grup yaitu Mantang Arang dan Keke. Fungsi kesenian tersebut menjadi konsumsi kelompok tertentu saja yaitu pertunjukan yang dapat dinikmati oleh masyarakat umum. Hanya saja, pada saat ini kedudukan Mak Yong mulai tergeser dari kehidupan masyarakat akibat kemajuan teknologi dan kesulitan teknis dalam mementaskan seni pertunjukan ini.

Nyanyian yang sering dikumandangkan dalam pementasan antara lain: Bertabuh, Bertabik, Memanggil Awang, Gedobak, Gaduh Tuan Susah Mana, Selendang Awang, Kelantan, Ikan Kekek, Alip Dunia, Anak Tudung, O Oi, Selendang Mayang, Senandung, Timang Burung, Timang Anak, Bong Oi, dan lagu-lagu joged seperti: Dondang Sayang, Bertari Rawai, Melemang, Serampang Pantai, dan Tanjung Keling Tepi Laut.
Tari-tariannya meliputi tari: Betabik (pembukaan), Timang Welo Berjalan Jauh, Gembira, Perang, Hiburan, dan Cik Milik (tarian penutup). Sedangkan, ceritera yang dimainkan adalah: Tuan Puteri Ratna Mas, Nenek Gajah dan Daru, Gondang, Wak Peran Hutan, Gunung Intan, Dewa Muda, Raja Dua Serupa, Raja Muda Lembek, Gading Bertimbang, Megat Sakti, Mugat Muda, Megat Kiwi, Raja Besar, Wak Perambun, Raja Lak Kenarung, Tumenggung Era Wangsa, Puteri Mayang Emas, Raja Bijaksana, Selindung Bulan, serta ceritera-ceritera dari Mahabarata dan Ramayana.
Dipentaskan
Meski berkembang di Sumatera Utara pada akhir abad ke-19, tepatnya tahun 1896 ketika kerajaan Serdang diperintah oleh Sultan Sulaiman. Baginda Sultan Sulaiman melawat ke Kerajaan Kedah dan Sultan Serdang menerima hadiah serombongan pemain Mak Yong lengkap dengan alat musik dan pakaian. Sejak itu sampai tahun 1945, sering dipentaskan di arena istana Sultan Serdang untuk seluruh masyarakat Serdang.
Tahun 1972 Tengku Luckman Sinar dan Tengku Sita Syaritsa kembali meneliti Mak Yong Serdang melalui beberapa tokohnya yang masih hidup. Dalam tahun 1974 dipentaskan kembali cuplikan dari teater Mak Yong dan yang berperan sebagai tuan puteri adalah Tengku Silvana Sinar. Kemudian, cuplikan Mak Yong ini pernah dipentaskan di Australia yaitu di Conservatorium of Music Melbourne, Sydney, Canberra dan Darwin.
Raja Muda Lembek dan Putri Ratna adalah teater tradisional Melayu Mak Yong asal Deli Serdang yang dipentaskan oleh Sinar Budaya Group di Sasana Langen Bodoyo TMII tanggal 24 September 2005. Sinar Budaya Group adalah grup kesenian pimpinan Tuanku Luckman Sinar Basarsyah II, S.H. (Sultan Serdang). Kini, diteruskan oleh Tengku Mira Rozana Sinar, S. Sosdari Medan. Grup ini mencoba untuk mempreservasi teater Mak Yong dan mementaskan teater ini. T. Mira Rozana Sinar, pemeran Putri Mak Yong III. Putri Mak Yong I pernah diperankan T. Silvana Sinar dan Putri Mak Yong II diperankan T. Liza Nelita.

Sebutan Mak Yong berasal dari Mak Hiyang (Dewi Padi). Pada awalnya pemain dalam Mak Yong ini adalah perempuan. Teater ini merupakan teater wanita sedangkan, tokoh pria diperankan oleh pria dengan menggunakan topeng, ucap T.Mira.
Sinar Budaya Group menampilkan Raja Muda Lembek dan Putri Ratna di TMII di atas panggung mewah yang memiliki batas dengan audience (penonton). Pertunjukan dibuka dengan ritual pembuka salam dan doa yang tajam dari pimpinan grup. Para dayang masuk kemudian menari sambil menyanyikan isi cerita yang akan dilakonkan. Setelah itu, cerita pun bergulir.
Setiap tokoh memiliki kekhasan masing-masing seperti Putri Ratna yang bertutur halus dan Awang Pengasuh yang konyol. Tokoh yang paling banyak bertingkah lucu adalah Awang Pengasuh. Tokoh-tokoh yang lain seperti Awang Muda, Raja Muda Lembek, dan Mak Inang juga sering membuat penonton tertawa. Satu-satunya tokoh pria yang tidak menggunakan topeng adalah Raja Jemala Indra. Hal ini mungkin sengaja dilakukan supaya ketampanan aktor dari Raja Jemala Indra tidak tertutupi dan sanggup meraih hati penonton.
Dukungan
Mak Yong yang ditampilkan oleh Sinar Budaya Group salah satu contoh usaha pelestarian teater tradisional Melayu yang cukup baik. Mak Yong di Sumut, yang tadinya sudah tidak dapat dipentaskan lagi karena berbagai kendala teknis, kini mendapat dukungan penuh dari Kesultanan Negeri Serdang. Sultan Serdang sendiri turun tangan menjadi pimpinan grup sekaligus penggubah naskah pertunjukan. Pemerintah pusat turut mendukung Sinar Budaya Group dengan pementasan di TMII.
Sinar Budaya Group menyesuaikan pertunjukan dengan selera masyarakat masa kini. Contohnya, berbagai banyolan yang dilontarkan ada yang menggunakan bahasa Inggris dan slogan iklan di televisi. Usaha yang dilakukan oleh Sinar Budaya Group dan Kesultanan Negeri Serdang ini dapat dijadikan contoh bagi daerah-daerah lainnya, tidak hanya bagi Mak Yong tapi juga bagi bentuk-bentuk kesenian tradisional lainnya.
Menurut T. Mira, terakhir pementasannya oleh Sinar Budaya Group, Kesultanan Serdang, di Jakarta Convention Centre, pada 26 Juni 2009. Dan, tidak pernah lagi dipentaskan di Serdang maupun di Medan karena kurangnya perhatian dari berbagai pihak dan kurang diminati masyarakat, serta beberapa alat musik sudah rusak.
Para Pemain
Jumlah pemain minimal 15 orang. Setiap orang terkadang memerankan peran rangkap dengan menukar topeng. Para pemain terdiri atas tokoh utama, seperti Pak Yong, Mak Yong, pangeran yang sering dipanggil dengan istilah Cik Wang, Mak Yong memerankan sebagai permaisuri sering dipanggil Mak Senik. Awang pengasuh, dan beberapa orang yang berperan sebagai peran pembantu. Sutradaranya yang disebut sebagai Ketua Panjak atau Bomo. Pertunjukkannya membutuhkan panggung terbuka dalam bentuk "tapal kuda", berukuran 8x8 meter, beratap, dan bertiang 6 buah sebagai penopang atap tersebut.
Mak Yong dipentaskan dengan menggunakan seperangkat alat musik terdiri atas: gendang pengibu, gendang penganak, gedombak (dua buah), geduk, gong atau ketawak (dua buah, satu betina dan satunya jantan), mong (dua buah, satu betina dan satunya jantan), breng-breng, cecrek, rebab, anak ayam, dan biola bambu. Peralatan tersebut sering disebut dengan "musik kelantan".

Untuk kostum meliputi: baju lengan pendek, celana, kain samping atau dagang, alas dada atau elau, tanjak, selampai, bengkung, pending, sabuk dua helai (untuk Pak Yong Tua dan Muda), kebaya panjang, kain sarung, pending tiga buah (untuk Mak Yong, Puteri, dan dayang-dayang), baju kurung pendek, dan selendang untuk Mak Inang Pengasuh.
Adapun perlengkapan pendukungnya adalah rotan pemukul atau bilai yang terbuat dari bambu yang dibelah tujuh, parang, keris, kapak, panah, tongkat kayu, canggai, sembilan kuku palsu, dan beberapa topeng, yaitu topeng: Nenek Betara Guru, Nenek Betara Siwa, Awang Pengasuh, Inang Tua, Inang Muda, Wak Perambun, Mamak-mamak, Wak Pakih Jenang, Wak Dukun, Pembatak, Raja Jin, Peran Hutan, Peran Agung, Apek Kotak, dan beberapa topeng binatang.
Di Bangkok
Pada 21 September 2011, Mak Yong dipentaskan kembali di negeri asalnya, tepatnya di Bangkok yang ditampilkan oleh tiga negara, yaitu Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Kegiatan ini diikuti dengan workshop yang dihadiri oleh 10 negara, di antaranya Indonesia, Singapura, Malaysia, Brunai dan Thailand.
Indonesia menampilkan Mak Yong yang mengambil cerita Wak Perambun. Indonesia diwakili oleh Grup Mantang Arang, pimpinan Said Parman dari Kepri yang berkolaborasi dengan Sinar Budaya Grup pimpinan T. Mira Sinar dari kesultanan Serdang. T. Mira berperan sebagai Putri Nounora sedangkan Said Parman sebagai inang pengasuh. Acara ini sukses.
Untuk melestarikan Mak Yong diperlukan kesegaran kreativitas dan sebaiknya tidak mempertahankan beberapa pakem-pakemnya. Misalnya, pertunjukan yang tadinya bisa berlangsung berjam-jam bahkan semalam suntuk sekarang cukup dipentaskan selama satu sampai dua jam.
Tari, lakon, musik, dan cerita harus dirombak dan disesuaikan dengan selera masyarakat masa kini. Mak Yong harus dibuat lebih akrab bagi warga Indonesia, tidak hanya yang berasal dari Sumatera, tapi juga warga-warga daerah lainnya. Pemerintah, seniman, dan masyarakat kiranya bekerja sama dalam usaha ini.
sumber:http://www.analisadaily.com

Pudentia (2000), mengutip pendapat Sheppard, mengatakan Mak Yong kemudian menyebar ke daerah Kelantan sekitar 200 tahun lalu, tetapi tanpa memakai topeng seperti di tempat asalnya. Dari Kelantan kemudian menyebar ke Indonesia, yaitu ke daerah Bintan dan Batam melalui Tanjung Kurau (Singapura).
Tergeser
Pada masa lalu, merupakan kesenian istana mengalami kejayaannya pada masa keemasan kesultanan Riau-Lingga pada akhir abad ke 19 sampai di kesultanan Serdang masih populer sampai akhir 1950-an. Di Kepulaun Riau, menyebar ke berbagai tempat, seperti Mantang Arang dan Kijang (Bintan Timur), Rempang/Sembulang, Dompak, Kasu, Pulau Buluh, dan Cate daerah pinggiran Pulau Batam. Untuk yang terakhir ini, mungkin saja merupakan persebaran yang berada di Batam.
Sejalan dengan berjalannya waktu, seni pertunjukan ini pun mulai layu, sekarang di Propinsi Kepri hanya ada dua grup yaitu Mantang Arang dan Keke. Fungsi kesenian tersebut menjadi konsumsi kelompok tertentu saja yaitu pertunjukan yang dapat dinikmati oleh masyarakat umum. Hanya saja, pada saat ini kedudukan Mak Yong mulai tergeser dari kehidupan masyarakat akibat kemajuan teknologi dan kesulitan teknis dalam mementaskan seni pertunjukan ini.

Nyanyian yang sering dikumandangkan dalam pementasan antara lain: Bertabuh, Bertabik, Memanggil Awang, Gedobak, Gaduh Tuan Susah Mana, Selendang Awang, Kelantan, Ikan Kekek, Alip Dunia, Anak Tudung, O Oi, Selendang Mayang, Senandung, Timang Burung, Timang Anak, Bong Oi, dan lagu-lagu joged seperti: Dondang Sayang, Bertari Rawai, Melemang, Serampang Pantai, dan Tanjung Keling Tepi Laut.
Tari-tariannya meliputi tari: Betabik (pembukaan), Timang Welo Berjalan Jauh, Gembira, Perang, Hiburan, dan Cik Milik (tarian penutup). Sedangkan, ceritera yang dimainkan adalah: Tuan Puteri Ratna Mas, Nenek Gajah dan Daru, Gondang, Wak Peran Hutan, Gunung Intan, Dewa Muda, Raja Dua Serupa, Raja Muda Lembek, Gading Bertimbang, Megat Sakti, Mugat Muda, Megat Kiwi, Raja Besar, Wak Perambun, Raja Lak Kenarung, Tumenggung Era Wangsa, Puteri Mayang Emas, Raja Bijaksana, Selindung Bulan, serta ceritera-ceritera dari Mahabarata dan Ramayana.
Dipentaskan
Meski berkembang di Sumatera Utara pada akhir abad ke-19, tepatnya tahun 1896 ketika kerajaan Serdang diperintah oleh Sultan Sulaiman. Baginda Sultan Sulaiman melawat ke Kerajaan Kedah dan Sultan Serdang menerima hadiah serombongan pemain Mak Yong lengkap dengan alat musik dan pakaian. Sejak itu sampai tahun 1945, sering dipentaskan di arena istana Sultan Serdang untuk seluruh masyarakat Serdang.
Tahun 1972 Tengku Luckman Sinar dan Tengku Sita Syaritsa kembali meneliti Mak Yong Serdang melalui beberapa tokohnya yang masih hidup. Dalam tahun 1974 dipentaskan kembali cuplikan dari teater Mak Yong dan yang berperan sebagai tuan puteri adalah Tengku Silvana Sinar. Kemudian, cuplikan Mak Yong ini pernah dipentaskan di Australia yaitu di Conservatorium of Music Melbourne, Sydney, Canberra dan Darwin.
Raja Muda Lembek dan Putri Ratna adalah teater tradisional Melayu Mak Yong asal Deli Serdang yang dipentaskan oleh Sinar Budaya Group di Sasana Langen Bodoyo TMII tanggal 24 September 2005. Sinar Budaya Group adalah grup kesenian pimpinan Tuanku Luckman Sinar Basarsyah II, S.H. (Sultan Serdang). Kini, diteruskan oleh Tengku Mira Rozana Sinar, S. Sosdari Medan. Grup ini mencoba untuk mempreservasi teater Mak Yong dan mementaskan teater ini. T. Mira Rozana Sinar, pemeran Putri Mak Yong III. Putri Mak Yong I pernah diperankan T. Silvana Sinar dan Putri Mak Yong II diperankan T. Liza Nelita.

Sebutan Mak Yong berasal dari Mak Hiyang (Dewi Padi). Pada awalnya pemain dalam Mak Yong ini adalah perempuan. Teater ini merupakan teater wanita sedangkan, tokoh pria diperankan oleh pria dengan menggunakan topeng, ucap T.Mira.
Sinar Budaya Group menampilkan Raja Muda Lembek dan Putri Ratna di TMII di atas panggung mewah yang memiliki batas dengan audience (penonton). Pertunjukan dibuka dengan ritual pembuka salam dan doa yang tajam dari pimpinan grup. Para dayang masuk kemudian menari sambil menyanyikan isi cerita yang akan dilakonkan. Setelah itu, cerita pun bergulir.
Setiap tokoh memiliki kekhasan masing-masing seperti Putri Ratna yang bertutur halus dan Awang Pengasuh yang konyol. Tokoh yang paling banyak bertingkah lucu adalah Awang Pengasuh. Tokoh-tokoh yang lain seperti Awang Muda, Raja Muda Lembek, dan Mak Inang juga sering membuat penonton tertawa. Satu-satunya tokoh pria yang tidak menggunakan topeng adalah Raja Jemala Indra. Hal ini mungkin sengaja dilakukan supaya ketampanan aktor dari Raja Jemala Indra tidak tertutupi dan sanggup meraih hati penonton.
Dukungan
Mak Yong yang ditampilkan oleh Sinar Budaya Group salah satu contoh usaha pelestarian teater tradisional Melayu yang cukup baik. Mak Yong di Sumut, yang tadinya sudah tidak dapat dipentaskan lagi karena berbagai kendala teknis, kini mendapat dukungan penuh dari Kesultanan Negeri Serdang. Sultan Serdang sendiri turun tangan menjadi pimpinan grup sekaligus penggubah naskah pertunjukan. Pemerintah pusat turut mendukung Sinar Budaya Group dengan pementasan di TMII.
Sinar Budaya Group menyesuaikan pertunjukan dengan selera masyarakat masa kini. Contohnya, berbagai banyolan yang dilontarkan ada yang menggunakan bahasa Inggris dan slogan iklan di televisi. Usaha yang dilakukan oleh Sinar Budaya Group dan Kesultanan Negeri Serdang ini dapat dijadikan contoh bagi daerah-daerah lainnya, tidak hanya bagi Mak Yong tapi juga bagi bentuk-bentuk kesenian tradisional lainnya.
Menurut T. Mira, terakhir pementasannya oleh Sinar Budaya Group, Kesultanan Serdang, di Jakarta Convention Centre, pada 26 Juni 2009. Dan, tidak pernah lagi dipentaskan di Serdang maupun di Medan karena kurangnya perhatian dari berbagai pihak dan kurang diminati masyarakat, serta beberapa alat musik sudah rusak.
Para Pemain
Jumlah pemain minimal 15 orang. Setiap orang terkadang memerankan peran rangkap dengan menukar topeng. Para pemain terdiri atas tokoh utama, seperti Pak Yong, Mak Yong, pangeran yang sering dipanggil dengan istilah Cik Wang, Mak Yong memerankan sebagai permaisuri sering dipanggil Mak Senik. Awang pengasuh, dan beberapa orang yang berperan sebagai peran pembantu. Sutradaranya yang disebut sebagai Ketua Panjak atau Bomo. Pertunjukkannya membutuhkan panggung terbuka dalam bentuk "tapal kuda", berukuran 8x8 meter, beratap, dan bertiang 6 buah sebagai penopang atap tersebut.
Mak Yong dipentaskan dengan menggunakan seperangkat alat musik terdiri atas: gendang pengibu, gendang penganak, gedombak (dua buah), geduk, gong atau ketawak (dua buah, satu betina dan satunya jantan), mong (dua buah, satu betina dan satunya jantan), breng-breng, cecrek, rebab, anak ayam, dan biola bambu. Peralatan tersebut sering disebut dengan "musik kelantan".

Untuk kostum meliputi: baju lengan pendek, celana, kain samping atau dagang, alas dada atau elau, tanjak, selampai, bengkung, pending, sabuk dua helai (untuk Pak Yong Tua dan Muda), kebaya panjang, kain sarung, pending tiga buah (untuk Mak Yong, Puteri, dan dayang-dayang), baju kurung pendek, dan selendang untuk Mak Inang Pengasuh.
Adapun perlengkapan pendukungnya adalah rotan pemukul atau bilai yang terbuat dari bambu yang dibelah tujuh, parang, keris, kapak, panah, tongkat kayu, canggai, sembilan kuku palsu, dan beberapa topeng, yaitu topeng: Nenek Betara Guru, Nenek Betara Siwa, Awang Pengasuh, Inang Tua, Inang Muda, Wak Perambun, Mamak-mamak, Wak Pakih Jenang, Wak Dukun, Pembatak, Raja Jin, Peran Hutan, Peran Agung, Apek Kotak, dan beberapa topeng binatang.
Di Bangkok
Pada 21 September 2011, Mak Yong dipentaskan kembali di negeri asalnya, tepatnya di Bangkok yang ditampilkan oleh tiga negara, yaitu Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Kegiatan ini diikuti dengan workshop yang dihadiri oleh 10 negara, di antaranya Indonesia, Singapura, Malaysia, Brunai dan Thailand.
Indonesia menampilkan Mak Yong yang mengambil cerita Wak Perambun. Indonesia diwakili oleh Grup Mantang Arang, pimpinan Said Parman dari Kepri yang berkolaborasi dengan Sinar Budaya Grup pimpinan T. Mira Sinar dari kesultanan Serdang. T. Mira berperan sebagai Putri Nounora sedangkan Said Parman sebagai inang pengasuh. Acara ini sukses.
Untuk melestarikan Mak Yong diperlukan kesegaran kreativitas dan sebaiknya tidak mempertahankan beberapa pakem-pakemnya. Misalnya, pertunjukan yang tadinya bisa berlangsung berjam-jam bahkan semalam suntuk sekarang cukup dipentaskan selama satu sampai dua jam.
Tari, lakon, musik, dan cerita harus dirombak dan disesuaikan dengan selera masyarakat masa kini. Mak Yong harus dibuat lebih akrab bagi warga Indonesia, tidak hanya yang berasal dari Sumatera, tapi juga warga-warga daerah lainnya. Pemerintah, seniman, dan masyarakat kiranya bekerja sama dalam usaha ini.
sumber:http://www.analisadaily.com
0
8.2K
5


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan