- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Kenangan Seorang Fakir Miskin Hidup di Amerika


TS
viandyka
Kenangan Seorang Fakir Miskin Hidup di Amerika


Jangan Lupa Utamakan Comment
Quote:
Oleh Dr Humaidy Joeri M.Sc/ Staf Ahli Gubernur Sumsel Secara kebetulan saya bertemu dengan seorang Mayor tentara Amerika bernama Charles Hart yang pernah bertugas di Jakarta. Beliau mengatakan bahwa gaji Letkol (waktu itu) tentara Indonesia sekitar $ 400. Kalau di Amerika gaji seorang pelayan tukang sapu di Mess kami sekitar $ 900. Jadi
dengan gaji saya waktu itu tergolong fakir miskin di Amerika ( malah sekarang gaji saya purnawirawan di Indonesia sekitar $ 250). Atas saran Mayor tersebut dimintakanlah surat pernyataan dari Atase Pertahanan yang menyatakan gaji saya $ 400.
Sewaktu tugas belajar sebagai mahasiswa di Florida Institute Of Technology Amerika tahun 1981 anak kami Frans dan Ricky kami titipkan di mertua di Lahat Sumatera Selatan. Sebab biaya hidup kedua anak tidak ditanggung sponsor (Pemerintah Amerika ). Yang ditanggung hanya saya yang berangkat bersama isteri ke Amerika dari Denpasar saat saya bertugas di Kodam Udayana. Beberapa bulan di sana isteri saya yang tengah mengandung merasa akan melahirkan seorang bayi perempuan yang nantinya diberi nama Bunga Virginia. Pada saat masuk di Rumah Sakit (Petersburg General Hospital) saya hanya diminta ID Card dan bayar DP sejumlah $ 100.
Selama dirawat tidak pernah dibicarakan sama sekali mengenai soal beaya padahal saya merasa bahwa dengan penggunaan alat-alat yang sangat canggih dan semua fasilitas yang digunakan pastilah beayanya mahal sekali. Petugas selalu mengatakan bahwa yang penting mereka berusaha menyelamatkan anak saya dulu. Nanti soal beaya bisa dibicarakan kemudian. Setelah beberapa hari dirawat di sana kemudian dipindahkan ke Rumah Sakit University of Virginia di Richmond, kira- kira 75 mil dari Petersburg, karena ternyata anak saya tertelan air ketuban. Hal ini membuat anak saya kesulitan bernafas dan diputuskan tim dokter harus menjalani cuci darah. Rupanya anak kami tidak tertolong dan meninggal
pada hari Sabtu. Anehnya begitu meninggal anak kami disemayamkan dan disholatkan secara Islam dipimpin DrHusaini dari Irak dan para dokter serta perawat dari Timur Tengah di sebuah gedung berbentuk gereja hanya saya tidak melihat adanya simbol-simbol agama lain.
Tempat itu rupanya kalau Minggu dipakai oleh umat Kristen sedangkan Jumat dipakai umat Muslim untuk sholat Jumat. Jenazah saya dibawa ke Funeral Home di Fairfax Virginia atas upaya dari KBRI ashington DC terutama Bapak Hasan Basri yang bertugas di KBRI. Dia menjemput kami di Richmond dan diantar teman akrab saya orang Amerika Jack C Bolander (alm) dan Kirk Crovisier (alm) Rupanya ada peraturan di sana bahwa tidak
boleh dimakamkan pada hari libur sehingga jenazahnya disemayamkan di Funeral Home tersebut. Hal ini diurus oleh Bapak Simon Thoyib (alm) dan isterinya Hotima orang Palembang. Sebagai persyaratan maka diletakkan beberapa genggam tanah dibawah jenazah anak saya agar dianggap seakan-akan sudah dimakamkan sebagai peryaratan agama kita sambil menunggu hari Senen.
Barulah hari Senen dimakamkan yang dihadiri teman teman sekolah dan dubes kita diwakili oleh wakil Dubes RI DR Hasyim Jalal dan keluarga KBRI Washington DC.
Kuburan Muslim di sana berbentuk seperti taman karena tidak boleh pakai nisan
tapi diberi logam dengan nama yang dicetak dan tidak harus bayar sama sekali karena merupakan sumbangan dari Kerajaan Saudi Arabia.
Singkat cerita sebulan setelah dimakamkan datanglah tagihan dari Rumah Sakit yang berjumlah $ 120.000 ( sekitar satu milyar rupiah kurs kita sekarang). Pasti saya tidak mampu untuk bayar sejumlah itu sebagai seorang siswa tugas belajar. Saya berusaha menghadap Atase Pertahanan kita waktu itu Brigjen Jarot Supadmo (terakhir sebagai Pangdam I/ BB yang tewas jatuh dari helikopter di Sumatera Utara). Beliau mengajukan permohonan ke Menhankam yang dijawab bahwa Dephankam tidak ada dananya. Secara kebetulan saya bertemu dengan seorang Mayor tentara Amerika bernama Charles Hart yang pernah bertugas di Jakarta. Beliau mengatakan bahwa gaji Letkol (waktu itu) tentara Indonesia sekitar $ 400. Kalau di Amerika gaji seorang pelayan tukang sapu di Mess kami sekitar $ 900. Jadi
dengan gaji saya waktu itu tergolong fakir miskin di Amerika ( malah sekarang gaji saya purnawirawan di Indonesia sekitar $ 250). Atas saran Mayor tersebut dimintakanlah surat pernyataan dari Atase Pertahanan yang menyatakan gaji saya $ 400.
Akhirnya surat tersebut saya sampaikan ke Rumah Sakit dan petugas yang menerimanya geleng geleng kepala. Beliau mengatakan bagaimana saya bisa hidup? Tentu dibenaknya, dia membandingkan saya dengan gaji orang Amerika. Akhirnya, diputuskanlah bahwa saya tidak perlu bayar karena tergolong fakir miskin. Malah uang DP yang sudah saya bayarkan sebanyak $ 100 dikembalikan.
Tidak bisa saya lupakan juga pada waktu acara tahlilan di Fort Lee Virginia saya mendapat sumbangan uang dan doa bersama dari teman teman muslim sesama siswa dari Saudi Arabia, Jordania, Maroko, Sudan, Kongo, Mesir, Kuwait, Abudhabi dan lain- lain termasuk rekan siswa dari Malaysia dan Indonesia terutama Koenmiarto. Setelah kami kembali ke tanah air, anak saya masih tetap berada di pemakaman muslim Fairfax Virginia. Saya sudah dua kali ziarah ke sana. Semoga bertemu di akhirat nanti dengan anak kami tersayang.
Setelah pulang ke tanah air tahun 1988 isteri saya melahirkan lagi bayi perempuan di Jakarta dengan kasus yang sama seperti yang dialami Almarhumah Bunga Virginia. Namun dengan cara yang sangat konvensional para perawat di RS Gatot Subroto hanya menyedot air ketubannya dengan pipet yang ternyata dapat diselamatkan.
Bayi perempuan tersebut yang kami beri nama Putri Citra Permata menderita asma sampai umur 6 tahun. Atas petunjuk seorang teman, kami diberi belerang merah yang dibawa dari Tanah Suci Mekkah. Setelah minum belerang tersebut yang diaduk dalam segelas air, keluarlah semua lendir dari kerongkongannya.
Alhamdulillah sejak itu sembuh dan Putri sekarang sehat dan sudah sarjana. Isteri
saya wafat mendadak di Jakarta pada waktu saya sedang kampanye Pemilu di Sumatera Selatan tanggal 28 bulan 8 tahun 2008. Saya baru sampai di Jakarta 6 jam kemudian duka cita kami sekeluarga sangat mendalam untuk Bunga Virginia dan isteri tercinta.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berbuat banyak untuk kami sekeluarga antara lain seluruh staf KBRI terutama Kanda Hasan Basri sekeluarga, Bapak Simon Thoyib sekeluarga, rekan Koenmiarto dan seluruh rekan siswa yang berasal dari Timur Tengah serta Brigjen Hartejo (alm) selaku Kajan Angratmil waktu itu. Selamat jalan anak kami tercinta Bunga Virginia dan almarhumah isteriku tercinta yang telah hidup rukun bersama kami semua selama 40 tahun. Juga rekanku almarhum Jack C Bolander dan almarhum Kirk Crovisier Kejadian itu memberikan hikmah bagi saya antara lain:
1. Kita harus mengikhlaskan atas semua kejadian karena semua atas kehendak Allah dan kita semua juga akan kembali kepada Nya
2. Di negara kapitalis adikuasa sebesar Amerika ternyata rasa
sosialnya sangat tinggi baik dari masyarakatnya maupun pemerintahnya.
Coba kita bandingkan dengan perlakuan yang kita terima di negeri kita
yang ber Pancasila dengan salah satu amanatnya keadilan
sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
dengan gaji saya waktu itu tergolong fakir miskin di Amerika ( malah sekarang gaji saya purnawirawan di Indonesia sekitar $ 250). Atas saran Mayor tersebut dimintakanlah surat pernyataan dari Atase Pertahanan yang menyatakan gaji saya $ 400.
Sewaktu tugas belajar sebagai mahasiswa di Florida Institute Of Technology Amerika tahun 1981 anak kami Frans dan Ricky kami titipkan di mertua di Lahat Sumatera Selatan. Sebab biaya hidup kedua anak tidak ditanggung sponsor (Pemerintah Amerika ). Yang ditanggung hanya saya yang berangkat bersama isteri ke Amerika dari Denpasar saat saya bertugas di Kodam Udayana. Beberapa bulan di sana isteri saya yang tengah mengandung merasa akan melahirkan seorang bayi perempuan yang nantinya diberi nama Bunga Virginia. Pada saat masuk di Rumah Sakit (Petersburg General Hospital) saya hanya diminta ID Card dan bayar DP sejumlah $ 100.
Selama dirawat tidak pernah dibicarakan sama sekali mengenai soal beaya padahal saya merasa bahwa dengan penggunaan alat-alat yang sangat canggih dan semua fasilitas yang digunakan pastilah beayanya mahal sekali. Petugas selalu mengatakan bahwa yang penting mereka berusaha menyelamatkan anak saya dulu. Nanti soal beaya bisa dibicarakan kemudian. Setelah beberapa hari dirawat di sana kemudian dipindahkan ke Rumah Sakit University of Virginia di Richmond, kira- kira 75 mil dari Petersburg, karena ternyata anak saya tertelan air ketuban. Hal ini membuat anak saya kesulitan bernafas dan diputuskan tim dokter harus menjalani cuci darah. Rupanya anak kami tidak tertolong dan meninggal
pada hari Sabtu. Anehnya begitu meninggal anak kami disemayamkan dan disholatkan secara Islam dipimpin DrHusaini dari Irak dan para dokter serta perawat dari Timur Tengah di sebuah gedung berbentuk gereja hanya saya tidak melihat adanya simbol-simbol agama lain.
Tempat itu rupanya kalau Minggu dipakai oleh umat Kristen sedangkan Jumat dipakai umat Muslim untuk sholat Jumat. Jenazah saya dibawa ke Funeral Home di Fairfax Virginia atas upaya dari KBRI ashington DC terutama Bapak Hasan Basri yang bertugas di KBRI. Dia menjemput kami di Richmond dan diantar teman akrab saya orang Amerika Jack C Bolander (alm) dan Kirk Crovisier (alm) Rupanya ada peraturan di sana bahwa tidak
boleh dimakamkan pada hari libur sehingga jenazahnya disemayamkan di Funeral Home tersebut. Hal ini diurus oleh Bapak Simon Thoyib (alm) dan isterinya Hotima orang Palembang. Sebagai persyaratan maka diletakkan beberapa genggam tanah dibawah jenazah anak saya agar dianggap seakan-akan sudah dimakamkan sebagai peryaratan agama kita sambil menunggu hari Senen.
Barulah hari Senen dimakamkan yang dihadiri teman teman sekolah dan dubes kita diwakili oleh wakil Dubes RI DR Hasyim Jalal dan keluarga KBRI Washington DC.
Kuburan Muslim di sana berbentuk seperti taman karena tidak boleh pakai nisan
tapi diberi logam dengan nama yang dicetak dan tidak harus bayar sama sekali karena merupakan sumbangan dari Kerajaan Saudi Arabia.
Singkat cerita sebulan setelah dimakamkan datanglah tagihan dari Rumah Sakit yang berjumlah $ 120.000 ( sekitar satu milyar rupiah kurs kita sekarang). Pasti saya tidak mampu untuk bayar sejumlah itu sebagai seorang siswa tugas belajar. Saya berusaha menghadap Atase Pertahanan kita waktu itu Brigjen Jarot Supadmo (terakhir sebagai Pangdam I/ BB yang tewas jatuh dari helikopter di Sumatera Utara). Beliau mengajukan permohonan ke Menhankam yang dijawab bahwa Dephankam tidak ada dananya. Secara kebetulan saya bertemu dengan seorang Mayor tentara Amerika bernama Charles Hart yang pernah bertugas di Jakarta. Beliau mengatakan bahwa gaji Letkol (waktu itu) tentara Indonesia sekitar $ 400. Kalau di Amerika gaji seorang pelayan tukang sapu di Mess kami sekitar $ 900. Jadi
dengan gaji saya waktu itu tergolong fakir miskin di Amerika ( malah sekarang gaji saya purnawirawan di Indonesia sekitar $ 250). Atas saran Mayor tersebut dimintakanlah surat pernyataan dari Atase Pertahanan yang menyatakan gaji saya $ 400.
Akhirnya surat tersebut saya sampaikan ke Rumah Sakit dan petugas yang menerimanya geleng geleng kepala. Beliau mengatakan bagaimana saya bisa hidup? Tentu dibenaknya, dia membandingkan saya dengan gaji orang Amerika. Akhirnya, diputuskanlah bahwa saya tidak perlu bayar karena tergolong fakir miskin. Malah uang DP yang sudah saya bayarkan sebanyak $ 100 dikembalikan.
Tidak bisa saya lupakan juga pada waktu acara tahlilan di Fort Lee Virginia saya mendapat sumbangan uang dan doa bersama dari teman teman muslim sesama siswa dari Saudi Arabia, Jordania, Maroko, Sudan, Kongo, Mesir, Kuwait, Abudhabi dan lain- lain termasuk rekan siswa dari Malaysia dan Indonesia terutama Koenmiarto. Setelah kami kembali ke tanah air, anak saya masih tetap berada di pemakaman muslim Fairfax Virginia. Saya sudah dua kali ziarah ke sana. Semoga bertemu di akhirat nanti dengan anak kami tersayang.
Setelah pulang ke tanah air tahun 1988 isteri saya melahirkan lagi bayi perempuan di Jakarta dengan kasus yang sama seperti yang dialami Almarhumah Bunga Virginia. Namun dengan cara yang sangat konvensional para perawat di RS Gatot Subroto hanya menyedot air ketubannya dengan pipet yang ternyata dapat diselamatkan.
Bayi perempuan tersebut yang kami beri nama Putri Citra Permata menderita asma sampai umur 6 tahun. Atas petunjuk seorang teman, kami diberi belerang merah yang dibawa dari Tanah Suci Mekkah. Setelah minum belerang tersebut yang diaduk dalam segelas air, keluarlah semua lendir dari kerongkongannya.
Alhamdulillah sejak itu sembuh dan Putri sekarang sehat dan sudah sarjana. Isteri
saya wafat mendadak di Jakarta pada waktu saya sedang kampanye Pemilu di Sumatera Selatan tanggal 28 bulan 8 tahun 2008. Saya baru sampai di Jakarta 6 jam kemudian duka cita kami sekeluarga sangat mendalam untuk Bunga Virginia dan isteri tercinta.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berbuat banyak untuk kami sekeluarga antara lain seluruh staf KBRI terutama Kanda Hasan Basri sekeluarga, Bapak Simon Thoyib sekeluarga, rekan Koenmiarto dan seluruh rekan siswa yang berasal dari Timur Tengah serta Brigjen Hartejo (alm) selaku Kajan Angratmil waktu itu. Selamat jalan anak kami tercinta Bunga Virginia dan almarhumah isteriku tercinta yang telah hidup rukun bersama kami semua selama 40 tahun. Juga rekanku almarhum Jack C Bolander dan almarhum Kirk Crovisier Kejadian itu memberikan hikmah bagi saya antara lain:
1. Kita harus mengikhlaskan atas semua kejadian karena semua atas kehendak Allah dan kita semua juga akan kembali kepada Nya
2. Di negara kapitalis adikuasa sebesar Amerika ternyata rasa
sosialnya sangat tinggi baik dari masyarakatnya maupun pemerintahnya.
Coba kita bandingkan dengan perlakuan yang kita terima di negeri kita
yang ber Pancasila dengan salah satu amanatnya keadilan
sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Pendapat Kaskuser
Quote:
Original Posted By badak.jupiter►
aku kira permasalahannya bukan masalah iba atau ga iba. Tp lebih kepada sistem perlindungan sosial yg diterapkan dalam hubungannya dengan ideologi masyarakat bangsa tsb.
kontradiksinya adalah ketika amerika, negara yg terkenal karena kapitalis, ternyata mempunyai sistem perlindungan sosial yg bagus, dimana orang yg dikategorikan fakir miskin disana mendapatkan jaminan sosial dalam salah satu bentuknya adalah gratisnya biaya rumah sakit,pelayanan yg tidak membeda-bedakan antara kaya dan miskin.
sedangkan indonesia, negara yg berlandaskan pancasila,yg berusahavmemakmurkan rakyatnya, salah satu silanya adalah keadilan sosial bg seluruh rakyat indonesia ternyata malah warganya sendiri yg mengkelas-kelaskan masyarakat. Kalo fakir miskin dapat pelayanan gol iii, tempat daftar sumpek, antrian panjang ga jelas, petugasnya judes,, sedangkan masyarakat kaya dapat kelas yg bagus, atempat daftar nyaman dan ber ac, petugas ramah dll.
menurutku kita sebagai org indonesia harus malu, kalo ternyata hidup berbangsa kita yg katanya berlandaskan pancasila tp kenyataannya masih jauh dr pancasila.
aku kira permasalahannya bukan masalah iba atau ga iba. Tp lebih kepada sistem perlindungan sosial yg diterapkan dalam hubungannya dengan ideologi masyarakat bangsa tsb.
kontradiksinya adalah ketika amerika, negara yg terkenal karena kapitalis, ternyata mempunyai sistem perlindungan sosial yg bagus, dimana orang yg dikategorikan fakir miskin disana mendapatkan jaminan sosial dalam salah satu bentuknya adalah gratisnya biaya rumah sakit,pelayanan yg tidak membeda-bedakan antara kaya dan miskin.
sedangkan indonesia, negara yg berlandaskan pancasila,yg berusahavmemakmurkan rakyatnya, salah satu silanya adalah keadilan sosial bg seluruh rakyat indonesia ternyata malah warganya sendiri yg mengkelas-kelaskan masyarakat. Kalo fakir miskin dapat pelayanan gol iii, tempat daftar sumpek, antrian panjang ga jelas, petugasnya judes,, sedangkan masyarakat kaya dapat kelas yg bagus, atempat daftar nyaman dan ber ac, petugas ramah dll.
menurutku kita sebagai org indonesia harus malu, kalo ternyata hidup berbangsa kita yg katanya berlandaskan pancasila tp kenyataannya masih jauh dr pancasila.
0
9.2K
Kutip
52
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan