Istilah Bajo sendiri menurut asal katanya terdapat berbagai macam pengertian (Tarimana, 1994), antara lain:
a. Bajau di Gorontalo, artinya orang-orang yang hidup di laut (bajau);
b. Bajo berasal dari Filipina, artinya orang-orang yang hidup di laut (bajau);
c. Bajo berasal dari dua suku kata, yaitu ba=bangsa dan jo=johor, artinya bangsa Johor yang hidup di laut secara tidak menetap dan menyebar kemana-mana;
d. Bajo berasal dari bahasa Bugis; tobajo-bajo atau terbayang-bayang, dimana pada saat itu orang-orang Bugis di tanah Luwu melihat orang atau sekumpulan orang di laut dari kejauhan sehingga nampak terbayang-bayang atau seperti bayangan;
e. Orang Malaysia menyebut masyarakat bajo sebagai sama, artinya sekelompok orang yang hidup di laut. Orang Bajo sendiri menyebut dirinya orang same.
Quote:
Sebagai masyarakat nelayan yang setiap harinya melaut, Orang Bajo mengembangkan pengetahuan tradisional pengelolaan lingkungan laut, seperti pengetahuan tentang jenis dan karakteristik sumber daya laut, pengetahuan tentang musim dan pengaturan waktu, pengetahuan tentang navigasi, pengetahuan dan teknologi pemanfaatan sumber daya alam. Berkaitan dengan pengetahuan tentang SDA laut, orang Bajo mengenal lebih dari 50 jenis ikan laut yang sudah dimanfaatkan untuk konsumsi sendiri atau dijual. Mereka dapat membedakan karakteristik, kualitas, rasa dan harga masing-masing jenis ikan. Ikan-ikan yang banyak durinya, misalnya ikan bandeng, tembang, horas, kampulang dan bello merupakan jenis-jenis ikan yang kurang dimininati. Jenis ikan yang berduri sedikit, seperti ikan sunu,
boronto, malahiri, tinumbu, nassa, bolu, cepe-cepe, sori, bonti, bangbangun, katombo, limbogor, penjera, malela dan langkoa, merupakan jenis-jenis ikan laut yang paling digemari. Ada lagi jenis ikan yang dapat menimbulkan gatal-gatal apabila dikonsumsi, seperti ikan sompe sejenis ikan berwarna hijau menyerupai ikan mas dan mengeluarkan bau amis. Jenis ikan yang
dianggap paling berbahaya adalah ikan hiu, ikan sori, serta berbagai jenis ikan berduri dan bersirip tajam. Ikan sori memiliki bentuk mulut yang runcing dan berbisa, bila melihat cahaya langsung menerkam sumber cahaya tersebut.
Pengetahuan tentang Navigasi
Orang Bajo dikenal sebagai pelaut yang berkelana dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan perahu rumah yang disebut bido. Bido merupakan alat trasportasi sekaligus sebagai tempat tinggal. Sesuai dengan kondisi lingkungannya, mereka mengembangkan pengetahuan tentang navigasi (pelayaran). Pengetahuan lokal tersebut terlihat dari pengetahuan tentang kostruksi perahu bido, tentang musim, peredaran bintang, pasangsurut, tentang mata angin, serta entang ombak dan musim. Pengetahuan tentang ombak dan musim sangat penting artinya terhadap aktivitas pelayaran dan menangkap ikan. Ombak besar biasanya muncul pada pada saat musim barat, yaitu sekitar bulan Januari hingga Juli, puncaknya bulan Januari hingga Maret. Musim tenggara berlangsung bulan Juli hingga Desember, pada saat itu ombak relatif tenang. Sekalipun ombak besar terjadi pada musim barat, namun saat itu pula ikan paling banyak
ditemukan. Pada saat musim barat, ikan-ikan selesai bertelur hingga
ikan mengapung dan naik ke permukaan laut, sebaliknya saat musim tenggara (air tenang) ikan-ikan akan turun ke dasar laut.
Pengetahuan Makrokosmos dan Mikrokosmos
Orang Bajo mengkategorikan alam semesta menjadi dua, yaitu dunia nyata dan dunia gaib. Dunia gaib dihuni oleh mahluk-mahluk halus, dewadewa
dan roh-roh leluhur yang diyakini memiliki kekuatan supranatural, yang
dapat memberikan kebaikan, keburukan, rezeki, bencana, kesehatan dan penyakit. Roh leluhur yang memegang peran penting dalam pengelolaan
lingkungan antara lain peta sadampelie atau nenek baliang. Apabila seseorang yang kemasukan roh nene baliang (dongko-dongkoreng) pertanda roh tersebut minta sesuatu dari manusia. Untuk memenuhi permintaan tersebut dilakukan upacara malaku ade yang dipimpin oleh dukun. Nenek baliang merupakan roh leluhur penjaga laut dengan segala sumber daya alamnya.
Karena laut diyakini dijaga oleh roh-roh gaib, maka berkembang berbagai larangan maupun anjuran yang harus dipatuhi oleh nelayan maupun keluarga yang tinggal di rumah, seperti berikut:
f. Saat menuju ke laut, terlebih dahulu menoleh atap rumahnya sambil mengucapkan, enggai aku mate lamanggai marumahku (saya tidak akan mati kalau tidak di rumahku sendiri);
g. Saat berada di perahu, tidak boleh mengeluarkan air yang ada di perahu sebelum perahu dijalankan;
h. Pada awal keberangkatan, haluan perahu harus diarahkan ke sebelah kanan dan seterusnya malaju ka depan. Perjalanan yang dimulai dengan langkah kanan, arah kanan dianggap mendatangkan rezeki;
i. Sebelum melakukan penangkapan ikan, terlebih dahulu minta izin dan minta perunjuk lokasi tempat menangkap ikan dari roh penghuni laut. Caranya adalah dengan mempersembahkan sirih atau leko ota yang diletakan di atas permukaan laut. Bila daun sirih tenggelam pertanda bahwa roh pengehuni laut tidak mengizinkan dan mereka harus segera pulang ke rumah. Bila sirih tersebut diam tapi tidak tenggelam pertanda bahwa roh pengehuni laut tidak mengizinkan nelayan menangkap ikan di situ atau pindah ke tempat lain. Bila sisrih tersebut berputar perlu diamati hingga berhenti arah atau posisi tangkai sirih menunjukkan arah yang cocok tempat menangkap ikan;
j. Bila menemui bencana di laut, cukup dengan menyebut nama Nenek Beliang. Roh nenek moyang tersebut akan menolong dan menjauhkan bencana;
k. Laut bukan saja dihuni oleh roh-roh leluhur yang dianggap berkarakter baik, juga oleh roh-roh orang yang telah meninggal yang sebagian di antaranya berkarakter buruk yang bisa menyakiti nelayan dan lain-lain. Untuk mengusir roh-roh halus tersebut, cukup dengan menyebut orang yang pernah meninggal di sana atau dengan cara membelah jeruk nipis dan memeras airnya ke laut.
l. Bila melihat hal-hal yang aneh di laut, tidak boleh terkejut dan tidak boleh mengucapkan sesuatu pun terhadap hal yang aneh tersebut;
m. Kayu atau pohon hanyut, dipercayai sedang ditumpangi oleh roh-roh halus yang ingin menyeberang dan bila menemukan benda seperti ini tidak boleh menyebut kara-kata yang tidak senonoh atau kata-kata kotor terhadap benda itu. Bila hal ini dilanggar maka roh halus tersebut akan menyakitinya. Juga tidak boleh memotong atau mengambil bagian-bagian dari benda tersebut. Bila hal ini dilanggar maka pelakunya tidak lama lagi akan menemui ajal.
n. Bila buang air besar atau kecil ke laut, terlebih dahulu menyebut tabe (maaf).
o. Sisa kayu bakar dan air pencuci beras serta sisa nasi tidak boleh dibuang ke laut, karena dianggap mengotori tempat bersemayam roh halus.